Ini memang bukan istilah gayung bersambut. Tapi apa yang terjadi sekarang diantara Bima dan Delia adalah atas dasar kesadaran masing-masing pihak. Tidak ada kata keterpaksaan disana.
Bima sadar dengan apa yang dilakukannya sekarang. Semua tidak akan bisa diputar lagi.
Begitu pun dengan Delia. Ia sudah tidak bisa menolak segala sentuhan yang dilakukan Bima. Rasanya terlalu indah jika dilewatkan.
Bima dengan pelan merebahkan tubuh Delia keatas ranjang. Mata mereka kembali beradu untuk saling menyelami rasa yang ada sekarang.
Bima menatap Delia penuh rasa damba dan kagum. Dari awal, Bima memang merasakan hal yang berbeda terhadap Delia. Getaran hatinya bertambah nyata ketika kini mereka berada dalam kamar yang sama dan di ranjang yang sama.
Delia tidak mampu menatap Bima lebih lama lagi. Ia memalingkan wajahnya. Ia takut hatinya goyah dan mengagumi pria yang berada di atas tubuhnya.
Bima mulai membuka satu persatu kancing kemeja yang membalut tubuhnya. Ia membuang asal pakaian atasnya.
Delia tersipu malu ketika menyaksikan pahatan maha karya dari sang pencipta. Sebuah tubuh liat dan kekar terpampang nyata di depan matanya. Bagaimana Delia tidak tertarik untuk menyentuhnya?
Tangannya mulai terulur dan mengusap dada bidang dan liat itu. Kembali mereka saling bertatapan.
Sentuhan tangan Delia membuat Bima kehilangan akal. Ia segera kembali meraih bibir Delia yang seolah memanggilnya mendekat. Mata yang saling terpejam menyiratkan mereka saling damba saat ini.
Dengan gerakan pelan Bima melepas sweater yang melekat di tubuh Delia. Menyisakan sebuah tanktop dengan bra di dalamnya.
Pelan namun pasti, Bima tak ingin ada penghalang lagi diantara mereka. Bima melepas kain di tubuh Delia secara perlahan. Bima masih menyisakan bagian bawah tentunya. Ia ingin melakukan semuanya secara berurutan.
Mata Delia masih terpejam merasakan sentuhan bibir Bima di area leher jenjangnya. Bima bahkan tak tega membuat sebuah tanda disana. Kulit Delia terlalu bersih untuk sekedar diberi stempel.
Tangan Delia meremas sprei dengan erat ketika Bima mulai turun ke area bukit kembar milik Delia. Rasa menggelitik memenuhi relung hati Delia. Ia tidak bisa lari lagi.
Napasnya kian memburu ketika dengan lembutnya Bima menyapa kedua bukit itu. Tangan Bima tak berhenti bermain disana. Lidahnya juga bermain cantik disana.
Delia terengah. Bibirnya mengatup rapat dan tak ingin mengatakan apapun.
"Jangan ditahan! Sebut namaku, Nona. Namaku Bima."
Delia mengangguk dengan mata masih terpejam.
"I-iya, Tu...an Bi...bi...ma..." Delia mulai terbata.
Bima menyukai suara lirih Delia. Bima mulai bergerak ke bawah. Cukup sudah ia membuat Delia gelisah hanya dengan memainkan dua aset miliknya. Bima ingin berbuat lebih.
Dengan perlahan Bima melepas penghalang terakhir diantara mereka. Meski sebenarnya Bima masih mengenakan celana kainnya.
"Akh, stop!" Delia berteriak. Ia tak ingin Bima bermain di area itu. Ia terlalu takut.
Bima menatap Delia yang terlihat cemas. "Sudah terlambat untuk berkata tidak, Nona. Sebaiknya kau nikmati saja!"
Bima kembali menunduk dan membuka sedikit demi sedikit kedua kaki Delia. Delia kembali terpejam merasakan hembusan napas Bima di pangkal pahanya. Menggigit bibir bawahnya agar tak banyak bersuara.
Bima mulai memajukan wajahnya dan...
"Akh, tidak!" Delia kembali berseru ketika Bima memainkan bibirnya disana. Bima mengecup, menyesap dan menyapu setiap jengkal area itu.
"Tu-tuan!" panggil Delia dengan napas terengah.
"Ada apa?" Bima menjawab dengan masih melakukan aktifitasnya.
"Apa kau seorang pemain? Bagaimana bisa kau...melakukan semua ini?"
Pertanyaan Delia membuat Bima berhenti. "Aku baru pertama kali melakukannya. Aku hanya mengikuti instingku saja. Apa kau menyukainya?"
Delia tak menyahut. Mana mungkin ia akan menjawab iya. Meski kenyataannya memang benar. Bahkan Delia baru tahu seperti apa rasanya diperlakukan dengan lembut oleh seorang pria.
Delia menganga merasakan sensasi luar biasa ketika sesuatu yang keluar dari bawah sana. Tangannya makin kuat meremat sprei yang sudah tak terbentuk. Padahal mereka belum melakukan permainan utama.
"Ini adalah hidangan pembuka dariku, Nona. Aku yakin kau sangat menyukainya. Kau sampai terengah begitu. Aku suka karena kau merawat asetmu dengan baik."
Sambil menunggu Delia mengatur napas, Bima menyiapkan diri untuk menyantap hidangan utama. Ia juga memoloskan diri agar tampak sama dengan Delia.
Mata Delia membola melihat benda asing yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia meneguk saliva. Akankah benda itu muat masuk kesana? Kira-kira begitulah pemikiran Delia saat ini.
"Nona, kau yakin akan melakukan ini?" tanya Bima sekali lagi.
Delia mengangguk. "Lakukan saja!"
Bima sudah tidak bisa menunggu lagi. Sesuatu yang tegang sudah menanti sejak tadi. Tubuh Bima bereaksi sangat bagus terhadap tubuh Delia. Bima sangat menginginkan semua yang terjadi malam ini.
Delia memejamkan mata hingga dahinya berkerut ketika merasakan benda tumpul itu memasuki tubuhnya. Terasa perih dan menyakitkan.
Delia meremat sprei dengan kuat. Meski sakit ia tak ingin mengakuinya di depan Bima.
Bima menatap Delia yang nampak sedang kesakitan.
"Apakah sakit?"
"La-lakukan saja!"
Perintah dari Delia membuat Bima tak mau menunggu lagi. Meski sulit, Bima terus memaksa masuk, hingga...
"Akh..." Bima bernapas lega. Sementara Delia terus memejamkan mata sambil meringis. Air matanya mengalir merasakan benda itu telah berhasil memasuki dirinya. Menyesal pun sudah tidak ada gunanya lagi.
Bima terdiam sebentar karena ingin menyesuaikan sang perisai yang dengan bangganya membobol gawang milik Delia.
"Maaf, Nona. Kau pasti sangat kesakitan ya?" ucap Bima kemudian langsung menundukkan wajahnya dan menyapu bibir Delia dengan bibirnya.
Bima ingin Delia merasa nyaman karena ini adalah hal baru bagi mereka berdua. Bima menautkan kedua tangan mereka dan menggenggam lembut.
Setelah merasa Delia nyaman, Bima mulai bergerak maju dan mundur dengan pelan. Delia mulai merasakan hal berbeda lagi ketika Bima mulai bergerak.
Bima melepaskan tautan bibirnya. Ia ingin menatap gadis yang sedang ia gagahi ini. Sangat cantik dan manis. Khas wanita Indonesia. Bima menyukai pahatan wajah Delia.
"Apa aku boleh mengetahui namamu?" Bima ingin mengenal gadis ini. Sambil terus menggoyang pinggulnya Bima ingin mengobrol dengan Delia.
Delia mulai merasa nyaman dengan gerakan Bima. Sudah tidak terasa sakit lagi sekarang. Malah yang ada hanya sebuah kehangatan ketika pria diatasnya mulai mengajaknya bicara.
"Tebak saja!" jawab Delia.
"Oke! Hmm, aku akan menebak inisial huruf depan namamu."
Bima berpikir sambil terus bergerak. "A...B...C...D...?"
Bima berhenti. Ia masih berpikir.
"Bagaimana kalau huruf D?"
Pertanyaan Bima sama sekali tidak dijawab oleh Delia. Tentu saja tebakan Bima benar. Apa Bima seorang cenayang?
Tangan Delia yang tadinya meremat sprei, kini berpindah memeluk tubuh Bima. Apalagi kini gerakan Bima mulai dipercepat. Gelombang besar rasanya akan keluar dari tubuh Bima dan juga Delia.
Delia memeluk Bima erat hingga kukunya menancap di punggung Bima. Bima tahu jika Delia akan kembali menuju puncak bersamanya.
Bima memutuskan untuk melakukannya bersama-sama.
"Kau akan sampai, Nona?"
Delia mengangguk. Bima langsung mempercepat laju temponya. Membuat tubuh Delia bergetar hebat. Ranjang itu pun mulai berderit mengikuti irama yang dibuat oleh Bima.
Mereka mengerang bersama ketika aliran lava mulai tumpah. Mereka mengatur napas.
Bima memeluk Delia yang masih ada di bawah tubuhnya. Aroma tubuh Delia membuatnya candu. Bima merasa tidak rela jika hubungan mereka hanya sebatas satu malam saja.
"Apakah aku sudah menemukan wanita yang tepat?" tanyanya dalam hati.
#tbc
"Gak begitu hareudang lah ya? 😁😁😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
lovely
kurang hottt thour🥴🥴
2023-09-08
1
ɴᴏᴠɪ
gak sabar nunggu hidangan utama neh 😅😅
2023-02-05
1
Restviani
hidangan pembuka sudah seperti itu, apalagi desert-nya...😅
2023-02-05
1