Hari ini Bima akan bertolak ke Paris bersama dengan kedua sahabatnya, Daniel dan Arjuna. Mereka adalah sahabat Bima saat sama-sama menimba ilmu di Harvard. Persahabatan mereka masih terjalin dengan baik hingga sekarang.
Sebelum pergi, Bima menyelesaikan pekerjaannya terlebih dulu sebelum menyerahkan semua pada sang asisten, Allan. Bima terlihat menandatangani beberapa berkas milik kliennya.
Di depannya, Stella menekuk wajah karena akan ditinggal oleh sang kakak bersama dengan Allan saja di kantornya. Ditambah lagi, Bima sama sekali tidak memberitahu kedua orang tuanya tentang kepergiannya ke Paris. Alhasil, Stella kembali menjadi tameng untuk Bima.
"Aku akan membawakan oleh-oleh untukmu, oke?" Bima mengulas senyum terbaiknya.
"Allan, tolong jaga adikku ini ya! Aku pergi dulu!" Bima bangkit dari kursi kebesarannya dan mengecup singkat puncak kepala Stella.
Allan mengikuti langkah Bima untuk mengantarnya ke bandara. Ponsel Bima sejak tadi bergetar. Arjuna menghubungi Bima.
"Sebentar lagi sampai!" jawab Bima lalu mematikan panggilan.
Tak lama, Bima tiba di bandara. Seorang pramugari cantik menyapanya ramah.
"Selamat siang Tuan Bima. Mari silakan! Tuan Daniel sudah menunggu!" ucapnya ramah.
Pramugari itu sengaja bersikap ramah dan menggoda Bima. Bima hanya mengangguk dan mengikuti langkah pramugari itu.
Begitu memasuki pesawat, hanya Arjuna yang Bima lihat. Tak nampak sosok Daniel sang pemilik pesawat.
"Kemana Daniel?" tanya Bima yang sudah duduk berhadapan dengan Arjuna.
Arjuna hanya menunjuk sebuah pintu dengan dagunya. Bima mengernyit.
"Dia didalam sana? Sedang apa?"
Arjuna tertawa. "Kau seorang pemain tapi berpura-pura polos, Bim."
Bima masih tak mengerti.
"Daniel mengajak sekretarisnya. Mereka sedang..." Arjuna tidak melanjutkan kalimatnya. Tapi pastinya Bima tahu apa yang sedang dilakukan dua orang manusia berbeda kelamin berada di dalam kamar.
"Sial! Ini masih siang dan dia sudah..." Bima mengumpat. Bima tahu jika sejak kuliah Daniel kerap bergonta ganti pasangan. Tak jauh berbeda dengan Arjuna.
#
#
#
Belasan jam telah mereka lalui. Akhirnya Bima cs tiba juga di kota yang terkenal dengan ikon menara Eiffelnya. Seorang pria yang adalah suruhan Aron menghampiri Bima cs.
Ternyata Aron sudah menyediakan fasilitas lengkap untuk kehadiran sahabat-sahabatnya. Tak ingin berlama-lama, Bima segera masuk ke dalam limousin yang sudah disiapkan Aron. Bima ingin segera merebahkan tubuhnya dan beristirahat.
Keesokan harinya, Bima cs diundang Aron untuk makan malam bersama. Mereka saling berbincang hangat dan tertawa bersama.
Sudah lama tidak bertemu membuat mereka lupa waktu.
"Besok adalah pesta lajangku. Aku mengadakan pesta kecil di sebuah klub. Kalian datanglah!" ucap Aron.
"Tentu saja kami akan datang. Pasti banyak gadis cantik kan?" sahut Arjuna.
Bima hanya menggeleng pelan dengan tingkah kawan-kawannya. Bima melirik kearah Daniel dan Selina yang sedang bermesraan. Entahlah, Bima merasa risih dengan apa yang dilakukan Daniel. Bisa-bisanya Daniel memiliki hubungan dengan sekretarisnya sendiri. Bahkan hubungan mereka sudah terlalu jauh.
#
#
#
Malam berikutnya, malam pesta lajangpun akhirnya tiba. Seharian ini Bima berkeliling kota Paris bersama Arjuna. Bima sudah berjanji akan membelikan oleh-oleh untuk Stella.
Alhasil, Bima meminta tolong pada Arjuna untuk memilihkan oleh-oleh yang cocok untuk Stella.
"Adikmu itu sangat menggemaskan, Bim. Jika saja kau mengizinkanku untuk mengencaninya."
Bima mengarahkan pukulan tinju ke perut Arjuna. "Coba saja kalau berani! Aku akan menghabisimu!"
Arjuna tertawa keras. Ternyata Bima sangatlah posesif terhadap Stella.
"Kau ini sangat posesif! Bagaimana nanti jika kau memiliki kekasih? Pasti dia akan kau kurung seharian didalam kamar. Iya kan?" Arjuna tertawa dengan puasnya.
"Sialan kau!"
Di sisi lain, seorang gadis sedang berjalan menyusuri jalanan kota Paris di sore hari menjelang malam. Ia datang ke kota Paris karena mendapat undangan pernikahan dari teman kuliahnya.
Gadis itu menyipitkan mata kala melihat sesorang yang sepertinya dikenalnya.
"Mas Daniel?" gumamnya lalu mengikuti langkah pria itu yang ternyata memasuki sebuah hotel.
Langkah gadis itu terhenti kembali ketika melihat seseorang berjalan bersama dengan Daniel.
"Mbak Selina?" Raut wajahnya sudah menampakkan kecemasan.
"Oh, mungkin Mas Daniel sedang ada urusan pekerjaan di Paris. Makanya mas Daniel membawa serta mbak Selina."
Langkahnya kembali terayun dan ingin menyapa seseorang yang adalah kekasihnya yang sudah menemaninya selama satu tahun ini. Ketika memasuki lorong-lorong hotel, langkahnya mulai memelan.
Gadis itu was-was dan khawatir. Hatinya sudah berpikiran yang tidak-tidak tentang sang kekasih. Terlebih saat melihat sang kekasih masuk ke dalam kamar hotel bersama dengan wanita yang ia ketahui sebagai sekretaris Daniel.
Gadis itu melangkah cepat menyusul laju Daniel dan Selina. Pintu yang belum tertutup rapat membuat gadis itu melihat hal yang tidak seharusnya ia lihat.
Gadis itu menutup mulutnya ketika melihat Daniel dengan rakusnya mencium bibir sang sekretaris. Tangannya mulai meraba dan membuka resleting dress yang dikenakan Selina. Tak ketinggalan tangan Selina juga dengan lincah menarik kaus Daniel hingga tubuh atletis pria itu terpampang nyata di depannya.
"Mas Daniel..."
Suara itu menghentikan pergerakan Daniel dan Selina. Selina yang terkejut langsung mengangkat kembali dress nya yang sudah merosot kebawah.
"Delia?" Daniel dengan santai menghampiri gadis yang mematung di ambang pintu.
"Kemarilah! Ada yang harus kita bicarakan!" Daniel meraih tangan Delia dan menyuruhnya duduk di sofa kamar itu.
"Selina, kau pergilah dulu! Aku harus bicara dengan Delia."
Dengan patuh Selia meninggalkan mereka berdua. Delia menatap bingung pada Daniel.
"Tidak perlu kaget begitu. Yang kau lihat itu memang benar. Aku dan Selina..."
Daniel sengaja tidak melanjutkan kata-katanya. Delia pasti sudah paham apa yang dilakukan dua orang dewasa di dalam kamar.
"Mas mengkhianatiku?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Delia yang bergetar.
"Aku tidak mengkhianatimu, Delia. Kau sendiri tahu hubungan kita ini adalah keinginan dari para orang tua kita. Lebih tepatnya perjodohan. Kau sendiri harus sadar diri apa yang sudah dilakukan oleh keluargaku untuk keluargamu. Kau pikir kau bisa kuliah di Paris berkat siapa? Tentu saja berkat keluargaku! Daddyku!" seru Daniel yang tak ingin terpojok dengan kesalahannya.
Delia menggeleng pelan. Hatinya sangat sakit ketika Daniel membongkar semua di depannya.
Ternyata semua yang ia rasakan hanyalah bayang semu. Perhatian Daniel padanya hanya semata-mata sebuah sandiwara untuk membuat keluarganya senang.
"Kau tenang saja! Kita akan tetap menikah. Karena itu adalah wasiat kakekku. Tapi kita akan bercerai setelah ... Tiga bulan menikah, mungkin? Bagaimana?"
Delia tidak percaya begitu mudahnya Daniel bicara tanpa mempedulikan perasaannya.
"Satu-satunya alasan kenapa aku menerima perjodohan ini adalah ... Karena Daddy mengancam tidak akan memberikan Grup Hazar padaku jika aku tidak menerimamu sebagai istriku. Jadi, apa boleh buat. Aku harus melakukan ini."
Daniel duduk di samping Delia. "Dengar, kau juga sudah mendapat banyak keuntungan dari perjodohan ini. Jadi, terima sajalah. Apalagi ayahmu itu sedang sakit. Siapa yang akan membiayai pengobatan ayahmu jika bukan keluargaku?"
Delia menatap Daniel dengan mata yang berkaca-kaca.
"Jadikan perjodohan ini sebagai sesuatu hal yang menguntungkan bagi kita berdua. Oke?"
Delia keluar dari kamar Daniel dengan hati yang hancur. Semua hal yang ia anggap adalah sebuah keberuntungan, kini berbalik menyerang menjadi ketidakberdayaan.
Delia tidak bisa berbuat apapun selain menerima semua kata-kata Daniel. Langkah gontai Delia membawanya ke sebuah klub yang cukup terkenal di Paris.
Delia memasuki klub itu. Suara musik yang mengalun itu terasa menghibur Delia di saat ini. Delia duduk di meja bar dan memesan satu gelas minuman yang entah ia sendiri tidak tahu apa itu.
Dengan cepat Delia meneguknya. Delia jarang datang ke klub. Hanya sesekali saja datang bersama sahabatnya, Amy. Bahkan biasanya Delia tidak pernah memesan minuman beralkohol.
Namun malam ini, malam dimana hatinya yang sudah membubung tinggi karena bangga memiliki kekasih seorang pengacara terkenal, mendadak terhempas ke tanah karena sebuah pengkhianatan.
"Tega sekali kau melakukan ini padaku, Mas! Kau tidak pernah mencintaiku! Kau brengsek, Mas!" gumam Delia dengan air mata yang mengalir.
Seharusnya malam ini Delia datang ke acara pesta lajang sahabatnya, Vivian. Tapi kini Delia malah terdampar di sebuah klub dan meratapi nasibnya.
Dua orang pria duduk di samping Delia. Pria itu sepertinya sengaja menggoda Delia.
Delia yang sedang kesal pun membentak kedua pria itu.
"PERGI!"
Suara lantang Delia membuat seseorang langsung menoleh kearahnya. Bahasa indonesia yang diteriakkan gadis itu membuat Bima berdiri dari duduknya dan memilih menolong gadis yang nampak akan diperlakukan tidak senonoh itu.
"PERGI KALIAN!" teriak Delia sekali lagi yang sudah dikuasai alkohol.
"Apa kalian tidak dengar? Dia menyuruh kalian pergi! Dia bersamaku! Jadi jangan macam-macam!"
Tatapan tajam mata Bima membuat kedua orang itu menciut dan langsung pergi. Beruntung Bima bisa bahasa perancis meski tak banyak.
Delia menoleh kearah orang yang sudah menolongnya. Sejenak mata mereka beradu. Bima merasakan sesuatu yang aneh ketika melihat tatapan sendu gadis itu.
"Hai, tampan! Maukah kau menemaniku malam ini?" ucap Delia sensual dengan meraba wajah Bima.
#tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
kagome
waduuuuuuh
2023-05-26
0
Rafi
Astogeh
2023-03-06
1
Rafi
Mulutnya pedas sangat
2023-03-06
1