Setelah merasa cukup tenang, Nezia berjalan dengan santai menghampiri meja pasangan yang sedang bercanda mesra tersebut.
"Tega kamu, Bang!" seru Nezia yang memergoki calon suaminya itu, seraya menampar keras pipi Dito.
"I-inez," ucap Dito terbata. Pemuda itu terlihat sangat terkejut melihat kehadiran calon istrinya, di kafe yang sama.
"Inez sama sekali enggak nyangka, akan mendapatkan kejutan istimewa ini dari Abang!" seru Nezie dengan tatapan tajam, gadis itu berusaha untuk bersikap setenang mungkin meski saat ini hatinya hancur berkeping-keping.
"Nez, kami hanya ...."
"Lupakan tentang pernikahan dan cukup sampai di sini hubungan kita!" Gadis berkulit kuning langsat itu segera berlalu, meninggalkan meja Dito dan kekasih gelapnya.
"Nez, ini tidak seperti yang kamu lihat, Nez! Aku bisa jelasin semua!" Dito berlari mengejar calon istrinya.
Nezia terus mempercepat langkah, menuruni tangga eskalator dengan tergesa tanpa menoleh ke belakang. Gadis itu sama sekali tak menghiraukan Dito yang terus memanggil namanya.
Dia bahkan tak perduli, ketika semua mata pengunjung mall tersebut tertuju padanya, dengan tatapan penuh keingintahuan.
Nezia berjalan dengan mengangkat dagu seraya menyunggingkan sebuah senyuman manis, dia tak ingin menunjukkan kesedihan hatinya pada siapapun.
"Inez, Sayang ... tunggu." Dito terus mengejar, meski gadis bergaun seksi yang bersamanya mencegah dengan menghalangi langkah Dito.
"Sudah, Dit! Biarkan saja dia pergi!" Gadis itu terus menahan langkah Dito.
"Minggir Rasti! Aku harus meluruskan semua ini pada Inez!" geram Dito sambil mendorong tubuh Rasti ke samping, agar tidak menghalangi langkahnya.
Semua mata yang melihat kejadian tersebut, menatap sinis pada kekasih gelap Dito seraya geleng-geleng kepala.
Sementara Nezia yang terus memacu langkah dengan cepat, telah tiba di parkiran. Bergegas gadis yang memakai stelan 𝘣𝘭𝘰𝘶𝘴𝘦 dan kulot dengan warna senada yang terlihat 𝘮𝘢𝘵𝘤𝘩𝘪𝘯𝘨 dengan hijabnya itu, segera masuk ke dalam mobil.
Nezia memejamkan mata sesaat, menikmati rasa perih dari luka hatinya yang tak berdarah. "Sakit, Bu," rintih Nezia, dengan air mata berlinang.
Gadis itu menarik napas panjang, mengisi penuh rongga paru-parunya dengan oksigen yang tersedia bebas dan kemudian menghembuskan kuat-kuat. Berharap, rasa nyeri di hatinya ikut keluar bersamaan dengan udara yang terbuang.
Perlahan, Nezia menginjak gas dan melajukan mobilnya meninggalkan area parkir mall tersebut.
Dito yang terlambat mengejar Nezia karena langkahnya terus dihalangi oleh Rasti, menyugar rambut dengan kasar. "Inez!" teriak pemuda berwajah oriental itu, frustasi.
Nampak Rasti berjalan mendekati kekasih gelapnya tersebut. "Sudahlah, Dit. Cepat atau lambat, Inez harus tahu semua ini," ucapnya dengan begitu santai.
"Tapi enggak seperti ini caranya, Rasti! Kita sudah sepakat untuk menyembunyikan semua ini sampai saatnya tiba nanti, tapi kamu malah mengacaukan segalanya!" hardik Dito sambil menuding Rasti dengan jari telunjuknya.
"Dit, aku juga enggak mau terus-terusan main petak umpet seperti ini, Dito! Aku lelah dan aku butuh kejelasan dari hubungan kita!" seru Rasti yang tak mau kalah.
"Aku sudah berjanji padamu, Ras, kalau aku pasti akan menikahimu setelah semua berhasil aku dapatkan! Kamu juga sudah setuju itu! Kini, disaat tujuanku hanya tinggal selangkah lagi, kamu malah menghancurkan semuanya!" Dito meremas rambutnya dengan kuat.
Pasangan kekasih itu ribut di parkiran dan sama sekali tak merasa malu, meski semua orang melihat ke arah mereka berdua.
"Kenapa aku yang selalu kamu salahkan, Dit!" Rasti menatap tajam pada Dito yang tengah memijat pelipisnya sendiri.
"Karena kamu yang memaksaku untuk menemanimu ke mall ini, Ras! Andai kamu mau mendengarkan perkataanku tadi, Inez pasti tidak akan pernah tahu hubungan kita!" Suara Dito masih saja meninggi.
"Sudahlah, Dit. Kalaupun kamu tidak bisa mendapatkan harta orang tua Inez, orang tuaku juga masih memiliki usaha yang bisa kita kelola bersama. Lagipula, perusahaan kamu juga cukup besar, kan?" Rasti mulai merendahkan suaranya.
Dito menggeleng. "Tidak semudah itu, Ras. Kalau sampai keluarga Inez marah dan tidak terima, mereka bisa membekukan dan menarik semua saham di perusahaanku. Perusahaan peninggalan orang tuaku bisa jatuh pailit, Ras." Dito pun mulai berbicara dengan nada rendah.
Pemuda itu memejamkan mata, tak tahu apa yang akan dia hadapi nanti, jika sampai pernikahannya dengan Nezia batal.
"Pulanglah, Ras. Aku akan menyusul Nezia ke rumahnya dan menjelaskan semua," pinta Dito.
"Tidak, Dit. Jangan sekarang," larang Rasti.
"Kenapa? Aku enggak mau masalah ini sampai ke orang tua Inez dan bisa membuat pernikahan kami batal, Ras." Dito menatap Rasti, memohon pengertian dari kekasihnya itu.
Rasti menggeleng dengan mata yang telah berembun. Gadis itu tahu persis kelemahan Dito, yang tidak akan tega menolak keinginannya jika dia sudah merajuk dengan mengeluarkan air mata.
"Aku sedang ingin bersamamu, Sayang. Anak kita yang minta," rajuknya, seraya mengusap perut yang terlihat sedikit membuncit.
Dito menghembus kasar napasnya. Pemuda itu memejamkan mata dan sedetik kemudian mengangguk. "Baiklah, tapi kita pulang saja."
Dito segera berjalan menuju mobil, yang diikuti oleh Rasti yang bergelayut manja pada lengan kokoh calon ayah dari janin yang dia kandung.
Dua pasang mata, menatap dengan geram ke arah mereka berdua. "Kurang ajar, Dito! Bisa-bisanya dia bermesraan dengan wanita lain, sedangkan undangan pernikahannya dengan Inez sudah tersebar!" geram Mirza sambil mencengkeram setir mobilnya.
Sebenarnya Mirza sudah ingin turun dan menghajar pemuda yang merupakan calon suami adik sepupunya itu, tetapi sang istri yang duduk di sebelahnya melarang.
"Sebaiknya, kita segera cari Inez saja, Bang," ajak Lila.
"Bentar, Sayang. Biar aku telepon Inez dulu, posisinya sekarang dimana," balas Mirza.
Pemuda itu segera menghubungi nomor Nezia.
"Angkat dong, Nez!" Mirza nampak tidak sabar karena hingga panggilan ketiga, orang yang dia hubungi, tak juga menerima panggilannya.
"Bang. Ada Bang Attar, tuh," ucap Lila, sambil menunjuk kaca jendela mobil di samping sang suami.
Mirza segera membuka kaca jendelanya.
"Inez sepertinya sudah tidak ada di sini," ucap Attar dengan raut wajah khawatir.
"Apa Abang tadi juga melihat Dito dengan ...."
"Ya, aku melihatnya," potong Attar cepat, sebelum Mirza menyelesaikan ucapannya.
"Aku curiga, Inez memergoki mereka berdua, makanya aku langsung cari Inez ke dalam," lanjut Attar.
"Abang sudah mencari mobilnya di area sini?" tanya Mirza.
Attar mengangguk.
"Ayo, kita susul Inez! Aku khawatir terjadi apa-apa sama dia, Bang," ajak Lila yang sangat mengkhawatirkan sahabatnya itu.
"Bang, aku dan Lila lewat jalan biasanya. Abang bisa menyisir, lewat jalan lain. Siapa tahu, kita masih bisa menyusul Inez," suruh Mirza. "Dia enggak bakalan berani ngebut, apalagi ini sudah malam," imbuhnya.
Attar mengangguk, setuju. "Oke, Za."
Mereka segera meninggalkan area parkir mall, untuk menyusul Nezia.
Di jalanan yang masih padat, sebuah mobil sedan berwarna hitam metalik, melaju dengan kecepatan tinggi. Mobil kecil itu menyalip apa saja yang menghalangi jalannya.
Di dalam mobil, sang pengemudi terisak dengan air mata yang telah membasahi seluruh wajah. "Kenapa ini harus terjadi padaku!" jerit Nezia sekencang-kencangnya.
Nezia terus menginjak gas dengan dalam tanpa rasa takut, padahal biasanya, gadis itu hanya berani melaju dengan kecepatan di bawah delapan puluh kilometer per jam.
Dia terus melajukam mobilnya, meski gadis itu tahu bahwa jalan yang dilalui, bukan jalan yang menuju ke arah rumahnya.
"Brengsek kamu, Dito!" seru Nezia sambil memukul setir mobilnya dengan keras, hingga tangannya memar.
"Kenapa baru sekarang! Kenapa ini terjadi, disaat semua sudah di depan mata!" Gadis itu semakin histeris.
Emosi yang tak terkendali, serta pandangan mata yang kabur akibat banyaknya air mata yang menggenang di pelupuk mata, membuat Nezia tak dapat melihat dengan jelas apa yang ada di depan.
Suara klakson mobil yang ditekan penuh oleh pengemudinya dari arah berlawanan, membuat kesadaran Nezia kembali dan menyadari bahwa bahaya sedang mengintai dirinya.
"Astaghfirullah ...." Suara gadis itu menghilang, bersamaan dengan suara dentuman keras yang ditimbulkan oleh mobil yang menghantam pohon besar di pinggir jalan.
☕☕☕☕☕ bersambung ...
Jangan lupa, masuk GC, yah...
Karena ketentuan GA akan aku share di sana 😊🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Ita rahmawati
kurang asyem in si dito...ayolah geng tampan hancurkan tuh makhluk gk tau diri 😅😅
2023-06-08
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝘱𝘦𝘯𝘨𝘦𝘯 𝘣𝘦𝘫𝘦𝘬 𝘴𝘪 𝘋𝘪𝘵𝘰 𝘵𝘶𝘩 😡😡😡😡
2023-03-22
2
Ayu Nuraini Ank Pangkalanbun
bagus dng minta aja am pelakormu itu ck
2023-03-17
2