BAB 2. AKU TIDAK MEMBUNUH!

Perlahan mata Gabriel mulai terbuka, tidak terlalu jelas namun dia masih bisa melihatnya. Semua yang ada di sekitarnya berwarna putih. Ada bau menyengat yang dia cium, bau seperti obat-obatan.

Gabriel mulai menelisik ruangan tempat dia berbaring. Badannya terasa lemas untuk digerakkan, dia baru sadar jika sekarang berada di Rumah Sakit. Gabriel berada disini akibat Kecelakaan semalam dan ternyata Tuhan masih mengijinkannya untuk hidup.

Gabriel meraba-raba alat pernapasan yang berada di hidungnya, ia melepaskannya lalu memposisikan tubuhnya duduk bersandar di ranjangnya.

Kepalanya masih terasa pengar akibat benturan semalam. Dia belum bisa mengingat apa saja yang terjadi, dia bahkan lupa dengan gadis yang sudah menyelamatkannya.

Gabriel bersandar sejenak setelah merasakan sakit diarea perutnya. Ternyata perutnya juga terluka akibat kecelakaan itu. Begitu banyak rasa sakit yang harus dia alami saat ini.

Brak!!

Pintu kamarnya terbuka, Gabriel mendelik tajam melihat Ayahnya ada disana. Terakhir dia ingat jika Ayahnya sedang menjalankan bisnis gelapnya di China, bahkan setelah kematian Ibunya. Pria brengsek itu masih bisa melakukan tindakan kriminalnya itu.

“Gabriel, kau baik-baik saja?” tanya Ayahnya, wajahnya tampak khawatir.

“Seperti yang anda lihat, saya baik-baik saja.” Jawab Gabriel dingin.

Matanya menatap lekat kearah Ayahnya, tampaknya Gabriel menyimpan sebuah kebencian yang sangat besar kepada Bram. Hal itu disadari oleh Lucas, dia sangat mengenal keponakannya ini.

“Gabriel, tolong jangan lakukan ini lagi. Apa kau tau , betapa khawatirnya Ayahmu. Bahkan dia langsung kembali Ke Indonesia setelah mendengar kabar tentang yang kamu alami”

Lucas mengusap pelan bahu keponakannya, sejenak perlakuan Lucas barusan berhasil menenangkan Gabriel.

“Maafkan saya, sudah membuat kalian semua khawatir.” kata Gabriel dengan pelan.

“Ayah akan membawamu kembali ke Jerman, disana kamu bisa mendapatkan pengobatan yang lebih baik.”

“Apakah itu perlu? Saya baik-baik saja, dan saya ingin melanjutkan pendidikan disini” Gabriel menolaknya, dia ingin tetap berada di Indonesia.

Tapi Bram tidak akan membiarkannya, jika Gabriel masih berada di Indonesia. Anak itu akan terus terbayang-bayang oleh mendiang Ibunya. Itu hanya akan membuat Gabriel semakin lemah mentalnya.

“Sudah Ayah putuskan, kamu akan tetap berangkat ke Jerman!” Bram bersikukuh.

Gabriel memalingkan wajahnya, dia meremas kuat selimut yang masih menutupi tubuhnya. Jika saja ada Ibunya disini, Bram tidak akan berani memaksanya untuk pergi keluar negeri.

“Ingat! Saat ini yang kamu punya hanya Ayah. Mau tidak mau kamu harus tetap mematuhi Ayah!”

Lucas menyentuh bahu Gabriel lagi. “El, menurut saja. Benar kata Ayahmu, kamu tidak bisa tetap tinggal disini.”

“Tapi Paman—“

“Shut! Kamu harus patuh, El!”

Gabriel tidak bisa membantahnya lagi, dia menatap dingin kearah Ayahnya. Rasa benci yang mengingatkannya terhadap penderitaan Ibunya selama ini.

Bram tidak pernah mau peduli dengan kondisi Ibunya yang sakit-sakitan. Yang dia pikirkan hanyalah uang dan uang, bahkan ketika Istrinya sedang sekarat. Bram tidak kunjung kembali ke Indonesia hanya untuk menemaninya di saat-saat terakhir.

Begitu malang nasib Ibunya, karena harus menikah dengan seorang pria kejam seperti Bram.

“Lucas, apa kau sudah mengurus uang ganti rugi untuk para korban Gabriel?”

“Sudah, aku sudah mengurus semuanya.” Jawab Lucas.

Gabriel tampak terkejut, dia baru ingat jika kecelakaan yang dia sebabkan sudah memakan banyak korban.

“Paman, ada berapa korban?” tanya Gabriel yang tampak gemetar.

“Total terakhir yang aku dapatkan, korban meninggal ada lima orang dan salah satunya seorang Polisi.”

“Polisi?!” Gabriel tidak menyangka, ternyata begitu banyak korban.

“Kamu lihat sekarang, kamu sudah menjadi seperti Ayah. Tanpa sadar, kamu sudah membunuh lima orang sekaligus.”

Bram mencoba memberi provokasi kepada Gabriel. Karena dia ingin Joshua menjadi kejam sepertinya, dan sepertinya itu berhasil. Wajahnya tampak marah, dia tidak bisa menerima kenyataan yang barusan dia alami.

“Aku tidak membunuh..”

...***...

Hampir seminggu sudah Gabriel dirawat di Rumah Sakit karena lukanya. Kini dia sudah diperbolehkan pulang karena lukanya sudah lebih membaik.

Sekarang dia sedang bersiap-siap untuk keluar dari Rumah Sakit ini. Dengan dibantu oleh anak buah Ayahnya, Gabriel mengemasi barang-barangnya.

“Tuan Muda, Bos sudah menunggu anda di Bandara” kata anak buahnya memberi tahu.

“Jadi aku akan langsung pergi ke Jerman?” Gabriel tampak kecewa. “Dia tidak memberiku waktu untuk mengucapkan salam kepada Ibuku, sial!”

“Apa ada hal yang anda inginkan, Tuan?”

Gabriel menggeleng. “Tidak ada, cepat lakukan tugasmu. Jangan biarkan Ayah menunggu terlalu lama”

“Baik Tuan.”

Sembari menunggu barang-barangnya siap dikemas, Gabriel berjalan keluar dari kamarnya. Dia berjalan menuju ke area dekat taman yang memang berada didepan ruangannya.

Tidak disangka dia sudah berada di sini selama seminggu, dan selama itu pula di berdampingan dengan para keluarga korban atas kecelakaannya. Hampir tidak ada yang tau jika Gabriel pelakunya, Lucas melakukan tugasnya dengan sangat baik.

Terkadang dia merasa bersalah, namun disisi lain dia juga bersyukur memiliki backing yang kuat seperti Ayahnya. Hingga tidak ada satupun Polisi yang bisa menyentuhnya.

“Setelah ini, kamu harus lebih sering mengunjungi saya disini. Saya akan sangat senang jika kamu menghubungi saya”

Terdengar suara dua perempuan yang sedang berbincang dari arah belakangnya. Itu adalah perawat Rumah Sakit tersebut.

“Baik Sus, aku akan sering datang kesini nanti. Aku juga tidak akan melupakan kebaikan Sus yang sudah mau merawat ku selama ini.” balas satunya.

Mereka tampak fokus berbincang, sampai-sampai tidak mengamati jalan didepannya. Salah satu gadis berteriak ketika melihat seorang laki-laki berdiri didepan mereka.

“Nabila! Awas di depanmu!”

Gabriel yang mendengarnya segera menoleh dan menangkap tubuh gadis yang tidak sengaja menabraknya. Keduanya terdiam beberapa saat, saling memandang satu sama lain.

Gabriel mengamati gadis mungil bermata coklat terang dengan perban di kepalanya. Dia merasa tidak asing dengan wajah gadis ini, namun dia belum bisa mengingatnya.

Sedangkan Nabila yang merasa risi, dia mendorong Gabriel agar melepaskan pelukannya. Jujur saja dia sempat terhanyut oleh wajah tampan yang dimiliki Gabriel.

“Lain kali hati-hati!” kata Gabriel mengingatkan.

Nabila hanya menganggukkan kepalanya tanpa bersuara. Gadis itu terlihat kikuk saat berhadapan dengan Gabriel, bisa terlihat jelas dari tingkahnya.

Gabriel merasa sedikit terhibur dengan sikap lugu yang di miliki Nabila. Tanpa disangka oleh semua orang, tiba-tiba Gabriel mengangkat tangannya dan menyentuh puncak kepala Nabila yang masih diperban.

“Kamu terluka, jika tidak hati-hati, luka ini bisa membuatmu menjadi lebih lama di sini.” kata Gabriel sembari tersenyum simpul.

Belum sempat Nabila berbicara, anak buah Gabriel sudah lebih dulu mengalihkan perhatian pemuda tersebut.

“Tuan Muda! Semua sudah beres.”

Gabriel berpaling yang otomatis sentuhannya kepada Nabila pun terlepas.

“Baiklah, kalau begitu mari berangkat!”

Nabila masih tetap diam ketika laki-laki itu berjalan pergi menjauh darinya. Dia hanya bisa memandangi kepergiannya tanpa mengetahui siapa nama laki-laki itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!