Dengan tenaga yang nyaris tak tersisa, ditambah rasa lapar dan dahaga, Elara mulai berjongkok untuk mengambil air di sungai tersebut.
Elara sedikit tertegun saat melihat bayangan diri lewat pantulan yang tampak di permukaan air.
Ternyata benar, sebagian wajah Elara tampak mengerikan dengan luka bakar yang dideritanya. Luka itu berada didekat pelipis sampai ke ujung matanya dengan panjang sekitar lima belas centimeter.
Tanpa sadar, Elara refleks ingin menyentuh sekilas pada bagian luka tersebut, padahal seharusnya tangan itu ia gunakan sebagai pertahanan diri agar tubuhnya tidak terjatuh ke dalam sungai.
Sayangnya, akibat kecerobohan dan didorong dengan rasa refleks ingin menyentuh luka tersebut, Elara justru terperosok.
Elara semakin terjatuh ke dalam aliran sungai yang deras--dimana ia ingin mengambil air untuk meredakan dahaga. Gadis itu terseret arus hingga terombang-ambing di dalam gelombang air yang membawanya entah kemana dan berapa meter jauhnya.
Elara gagal kembali ke tempat yang harusnya bisa mengantarkannya ke tempat pertolongan pertama. Rencana hanya tinggal rencana sebab Elara tak dapat meminta bantuan pada siapapun lagi selain pasrah mengikuti arus.
Sampai pada akhirnya, tubuh Elara tersangkut didekat pepohonan yang rantingnya sedikit menjorok condong ke bawah aliran sungai. Elara tampak sudah tidak sadarkan diri.
Sementara disisi lain, pencarian yang dilakukan atas insiden kecelakaan pesawat telah menemukan beberapa korban jiwa yang tentu sudah tidak bernyawa.
Beberapa nama sudah diberitakan tewas dan beberapa lainnya dinyatakan hilang, termasuk Elara yang jasadnya belum dapat ditemukan.
Kyle melenguuh frustrasi ketika mendengar jika Elara tak dapat ditemukan dalam keadaan hidup maupun jasad.
Eve--ibu Kyle--mencoba menenangkan putranya yang tampak tidak baik-baik saja setelah mendengar kabar tersebut.
"Apa masih ada harapan, Mom?"
"Sepatutnya kita harus terus berdoa dan menunggu kabar, semoga masih ada keajaiban untuk Elara."
...***...
Elara terbatuk-batuk sembari mengeluarkan begitu banyak air dari mulutnya. Ia sadar dan mencoba menguasai keadaan. Saat kelopak matanya melebar, ia mendapati seorang pemuda yang duduk bersimpuh didekatnya.
"Ah, akhirnya ..." Suara pria itu terdengar penuh kelegaan saat mendapati Elara yang akhirnya sadar.
Elara mengerjap sesaat, nafasnya tampak terengah-engah dan menatap pada manik mata kehijauan milik pria didepannya.
"Aku dimana?" Elara akhirnya bersuara dengan serak, kerongkongannya seperti tercekat dan terasa sangat kering.
Pemuda itu membantu Elara untuk duduk, menyandarkan gadis itu ke sebuah batang pohon yang terdekat.
"Sekarang kita ada di hutan. Aku menemukanmu tersangkut di ranting pohon dekat sungai itu," kata sang pria sembari mengendikkan dagu ke arah dimana sungai berada.
Elara tak dapat melihat sungainya, hanya saja ia masih bisa mendengar suara derasnya air yang mengalir. Sepertinya jarak sungai yang dimaksud sang pria memang tidak terlalu jauh dari posisinya. Akhirnya Elara hanya bisa mengangguk samar untuk merespon perkataan pria itu.
"Kau butuh sesuatu?"
"Aku sangat haus, apa kau punya air?"
Elara berbicara dengan suara yang sangat pelan namun masih tertangkap oleh indera pendengaran pria tersebut.
"Ya, tentu saja." Pria itu mengulurkan sebuah tempat minum kepada Elara dan sang gadis menerimanya dengan wajah berbinar. Elara merasa dia sudah tidak meneguk air selama berminggu-minggu, sehingga ia minum dengan terburu-buru dan menyebabkan air itu sedikit tumpah membasahi kedua ujung bibirnya.
"Kau bisa meminumnya dengan perlahan."
Elara meringis sungkan pada pria tersebut, kemudian menyerahkan tempat minum yang isinya nyaris dihabiskan Elara semua.
"Maaf, aku menghabiskan airmu."
Pria itu mengangguk singkat, seolah tindakan Elara yang menghabiskan airnya tidak berimbas apapun.
"Aku masih punya banyak," katanya merespon. "Apa kau sudah lebih baik?" tanyanya kemudian.
"I'm fine."
"Baiklah, aku Shane. Aku sedang hiking dan memasang tenda camping di sekitaran sini lalu tanpa sengaja menemukanmu."
"Thank, Shane." Elara tersenyum kecil, dia merasa jauh lebih baik ketimbang diawal tadi.
"Hmm, dan kau?" Pria bernama Shane itu menanyakan nama Elara.
"Aku ..." Elara tampak ragu mengatakan identitasnya yang sebenarnya, dia memiliki alasan yaitu mem-protect diri terhadap orang asing kendati Shane adalah pria yang menolongnya.
"Lara." Akhirnya Elara menjawab tanpa mengucapkan nama yang sebenarnya.
"Baiklah, Lara." Shane menipiskan bibir, tampak berpikir sejenak. "Ku lihat kondisimu tidak baik-baik saja. Apa kau mau jika ke tendaku? Disana aku punya obat untuk mengobati luka-lukamu," paparnya.
Elara langsung teringat pada luka di wajahnya yang sempat dia saksikan lewat pantulan air sungai. Itu artinya sekarang Shane sedang melihat wajahnya yang mengerikan.
Karena Elara diam saja, Shane akhirnya kembali berkata-kata.
"Aku tidak menerima penolakan mu, sebab ku pikir kau memang membutuhkan bantuan. Bajumu juga basah, ku pikir kau juga demam sekarang. Apa kau pusing?"
Elara mengangguk dengan ragu-ragu, disatu sisi ia tak mau merepotkan Shane, dan disisi lain ia juga juga takut pada pria asing ini.
Membaca gelagat Elara, Shane menyunginggan senyum tipis.
"Apa kau takut padaku?" tanya pria itu menebak.
Elara kembali mengangguk dengan samar-samar.
"Aku tidak akan menyakitimu. Apa kau pikir aku pria yang akan mengulitimu lalu mengambil semua organ dalam tubuhmu?" kelakar Shane dengan senyuman khas-nya. "Jika itu niatku, maka ku pastikan saat ini kau tidak bisa lagi berbicara padaku," ujarnya kemudian.
Elara tak merespon, ia tahu ucapan pria itu hanya berniat untuk mencandainya. Akan tetapi, sesaat kemudian Elara akhirnya mengangguk pertanda setuju untuk ikut ke tenda pria itu.
Elara dapat berjalan dengan bantuan Shane. Tertatih-tatih sembari dibopong oleh pria itu.
"Kau tidak akan bisa melewati akar pohon itu," kata Shane menunjuk ke arah pohon yang sangat besar. Akarnya menjalar kemana-mana dengan diameter yang juga tampak gagah.
"Jadi?" Elara tampak menciut melihat Medan yang harus dia lewati dalam kondisi tubuh yang lemah seperti ini.
"Naiklah ke punggungku, aku akan menggendongmu."
"Tapi?"
Shane langsung mengambil posisi membelakangi tubuh Elara, kemudian berjongkok sedikit untuk memberi Elara akses menaiki punggungnya.
"Ayo!"
Dengan ragu-ragu Elara naik ke punggung lebar milik pria itu dan ...
Hap.
Sekali pergerakan yang dilakukan Shane dapat membantu Elara dalam posisi yang cukup nyaman disana.
"Begini lebih baik, bukan?"
Kepala Elara yang berada di pundak pria itu pun mengangguk, ini memang jauh lebih baik dan juga ... nyaman.
Berjalan sekitar sepuluh menit, akhirnya mereka tiba di tenda camping milik pria itu.
"Kau disini sendirian?" tanya Elara.
"Hmm."
"Ku pikir akan ada teman-temanmu."
"Biasanya aku mendaki bersama mereka, tapi kali ini tidak."
Elara cukup salut dengan keberanian Shane untuk bermalam di hutan sendirian. Mungkin ini juga bukan pertama kalinya Shane berkemah seperti ini sehingga ia tampak tidak amatir sama sekali dalam menghadapi medan yang terjal sekalipun.
Shane membuka tenda dan menurunkan tubuh Elara perlahan.
"Kotak obatnya ada didalam. Aku akan mengambilnya. Duduklah dulu."
Elara menurut, rasanya tulang-tulangnya pun remuk semua. Elara juga merasa sangat lelah dan tentunya lapar.
Shane kembali dengan kotak obat miliknya. Itu tampak cukup lengkap untuk ukuran kotak obat biasa. Tampaknya pria itu sengaja mengisinya dengan obat lain yang mungkin akan dibutuhkan seperti saat ini.
"Aku bisa sendiri." Elara mengadahkan tangan, hendak meminta kotak obatnya pada Shane.
"Biar aku yang mengobatimu."
"Tidak usah, lukanya tampak sangat menjijikkan."
Shane tertawa pelan. "Setahuku semua luka seperti itu," candanya.
"Maka dari itu biar aku saja."
"No, kau tidak bisa mengobatinya sendiri. Aku akan membantumu. Aku memaksa kali ini."
Akhirnya Elara pasrah dalam pertolongan pria bermata kehijauan itu.
Shane mengobati Elara dengan telaten dan hati-hati. Sementara gadis itu tampak meringis bebrapa kali.
"Apa aku terlalu keras?"
"Bukan, tapi antiseptik itu terasa perih di kulitku."
Shane tersenyum kecil. "Tahanlah sedikit, ini membantu membersihkan lukamu karena mungkin saja banyak kuman yang sudah bersarang disana," kelakarnya.
Elara ikut tersenyum, ternyata Shane punya selera humor juga sebab sejak tadi beberapa kali pria itu mencoba mencandainya. Tak seperti wajahnya yang terkesan dingin dan cuek, ternyata Shane cukup asyik sebagai teman bicara.
"Thank, Shane. Aku tidak tau jika kau tidak menolongku."
"It's oke, mungkin aku memang ditakdirkan untuk menjadi penolongmu," jawab pria itu.
...Bersambung ......
Tolong kirimkan dukungan untuk karya ini. Trus tekan bintangnya ya biar othor semangat buat lanjut nulisnya🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Virgo Girl
Kata2 nya dalem.... ❤❤
2024-12-30
0
🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ
pertemuan pertama
2023-09-17
0
wagi giyoux
next
2023-02-02
1