Elara sudah siap dengan barang-barang yang dikemasnya.
Besok, tepatnya pagi-pagi sekali Elara harus berangkat meninggalkan kediamannya. Ia benar-benar dipindahkan ke luar kota, tepatnya ke Hamburg yang jaraknya cukup jauh dari kota Berlin.
Perjalanan itu memakan waktu sekitar 3 jam 8 menit jika menggunakan transfortasi darat, sedangkan menggunakan penerbangan dibutuhkan waktu kurang lebih sekitar satu jam, atau tergantung penerbangan yang nantinya ia pilih.
Elara memilih transfortasi udara untuk mempersingkat waktu kepergiannya dan kebetulan tiket itu sudah ia kantongi.
"Hai, Ela?"
"Ya, ada apa, Kyle?" Elara menyahut telepon seluler dari Kyle pada malam itu.
"Kau jadi berangkat besok?"
"Hmm, aku sudah mendapatkan tiketnya."
"Kenapa kau tidak resign saja dari Universitas itu, kau bisa menjadi asisten dosen di tempat lain tapi masih di kota Berlin." Terdengar Kyle memberi Elara saran.
Elara tersenyum sendu di posisinya meski ia tahu Kyle tidak dapat melihat itu.
"Haruskah ku katakan padamu bahwa aku tidak memiliki pilihan lain kecuali ini?" ujar Elara disertai tawa kecil.
"Sebenarnya ada apa, El? Kenapa kau bisa dipindahkan? Aku sudah bertanya beberapa kali tapi kau tidak mau mengatakan apa masalahnya. Mungkin kita masih bisa membicarakannya dengan rektor kampus agar kau tidak jadi dipindahkan ke Hamburg?"
"Sudahlah, Kyle. Aku juga sudah bersedia dengan tawaran ini. Lagipula Hamburg masih berada di negara Jerman. Apa yang kau risaukan?"
"Aku takut kau melupakanku disini."
Elara tertawa lagi. "Kita masih bisa bertemu, sesekali. Tawaran ini lebih baik daripada aku harus kembali ke rumah orangtuaku di Indonesia. Bagaimana menurutmu?"
Disana, Kyle berdecak sekilas. "Baiklah, Hamburg lebih baik ketimbang kau harus pulang ke Indonesia. Kau benar, setidaknya itu masih berada di kawasan yang bisa ku datangi daripada negara asalmu yang ku pikir akan memakan waktu lebih lama jika aku hanya berniat untuk mengunjungimu saja," ujarnya pasrah.
"Baiklah, Kyle. Aku tutup teleponnya. See you ..."
"See you, besok ku antar ke Bandara."
"Thank, Kyle."
...***...
Kyle menepati janjinya, ia mengantarkan Elara ke Bandar Udara dan melepas kepergian gadis itu dengan rasa berat hati.
Elara bukan hanya sekedar sahabat bagi Kyle, tapi Elara juga sudah dianggap anak oleh ibunya. Elara punya tempat tersendiri dalam hatinya, hingga Kyle lebih memilih melajang sampai ia bisa melihat ada seseorang yang dapat dipercaya dan bisa melindungi Elara.
"Berhati-hatilah, aku berharap kau mendapat teman baik disana." Kyle melepas kepergian Elara dengan hati yang berat.
Elara tersenyum simpul. "Ya, aku akan mendapatkannya, tapi tidak akan ada yang sebaik dan seperti dirimu," ujarnya terus terang.
"Kau terlalu jujur, Elara."
"Kau terlalu baik padaku, Kyle."
Mereka tertawa bersama dan akhirnya Elara sudah harus memasuki area keberangkatan.
Elara melambaikan tangan dari jauh dan dibalas Kyle dengan lambaian yang sama.
Elara mulai berdoa sebelum penerbangannya. Perjalanan ini terasa biasa bagi Elara karena dulu dia sering pulang pergi Indonesia-Jerman atau sebaliknya. Jadi, menurut Elara perjalanannya hari ini dari Berlin ke Hamburg terasa sama saja. Elara hanya merasa sedih karena dia harus meninggalkan Berlin, padahal dia tinggal disana sudah cukup lama.
Elara sudah duduk dengan nyaman di posisinya, ia mendengar sekilas seorang pramugari yang sedang menjalankan tugas dengan memberikan informasi-informasi penting mengenai fasilitas yang ada di kabin pesawat, serta mendemonstrasikan tata cara menggunakan alat keselamatan penerbangan kepada semua penumpang yang ada didalamnya.
Setelah kiat itu selesai, Elara lebih memilih untuk membaca majalah ketimbang mendengarkan musik dengan earphone--saat pesawat yang ditumpanginya dalam keadaan lepas landas.
...***...
Kyle baru saja menyesapp kopi dari cangkirnya. Dia belum lama tiba disebuah cafe setelah mengantarkan Elara ke Bandara pagi tadi.
Kyle tak sengaja menyaksikan berita terupdate yang ditayangkan oleh televisi yang berada tak jauh dari tempat duduknya. Berita itu mengabarkan mengenai sebuah insiden jatuhnya sebuah pesawat dari salah satu Maskapai. Seorang penyiar berita itu juga mengatakan jika pesawat tersebut belum lama berangkat dari kota Berlin menuju Hamburg beberapa saat lalu.
Dari berita yang Kyle dengar, pesawat itu jatuh di hutan belantara dan hancur berkeping-keping.
Sementara ini, pencarian korban akan terus dilakukan, mengingat ada banyak nama yang masuk dalam list penumpang pesawat dari Maskapai tersebut.
Secara mendadak, kopi yang sudah terlanjur masuk ke tenggorokannya terasa amat pahit. Kyle tersentak, tubuhnya terasa membeku saat ia teringat akan sesuatu.
"Elara ..." Kyle menyebut nama sahabatnya, Elara.
"Tidak, tidak mungkin!" Pria dengan postur tubuh tinggi itu gegas keluar dari area cafe setelah meletakkan lembaran uang dengan asal di atas meja untuk membayar kopinya.
"Tidak mungkin itu pesawat yang ditumpangi Elara."
Kyle masih tidak mempercayai berita yang didengarnya. Ia ingin menampik fakta mengenai hal itu hanya karena Elara ada didalam pesawat yang sedang diberitakan.
Kyle mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh untuk mengecek dan mencari tahu berita mengenai kecelakaan tersebut. Dia tau jika jarang sekali ada penumpang yang selamat dari insiden kecelakaan pesawat dan hal itu membuat Kyle semakin kalut dan ketakutan.
...***...
Setelah mengkonfirmasi di Maskapai penerbangan dan mencocokkan seri nomor pesawat yang membawa Elara, Kyle jelas-jelas tau jika Elara masuk dalam list korban kecelakaan pesawat tersebut.
Kyle ingin tidak mempercayai hal ini, tapi kenyataannya memang harus membuatnya terpukul.
"Mom?"
Kyle mendapati sang Ibu yang ikut menyusulnya ke pusat layanan dimana dia sedang melakukan konfirmasi mengenai korban kecelakaan pesawat tersebut.
"Kyle, bagaimana?" tanya Eve.
Kyle tertunduk lemas. "Mungkinkah Elara selamat, Mom?" tanyanya sambil memijat kepala.
"Sabar, Nak. Kita harus menunggu kepastiannya. Kita belum tahu nasib Elara. Masih banyak kemungkinannya."
"Ya. Tim SAR sedang menuju titik lokasi dimana pesawat itu diperkirakan jatuh," ujar Kyle dengan lesu.
"Kita berdoa semoga Elara selamat, Kyle. Kamu tidak boleh begini. Segera kabari keluarga Elara di Indonesia mengenai hal ini."
"Baik, Mom."
...***...
Keesokan harinya, rintikan air hujan menerpa wajah Elara, membangunkannya dalam keadaan lemah tak berdaya.
Elara mendengar suara baling-baling helikopter yang sepertinya tak jauh dari posisinya. Dia ingin menjerit, namun tidak memiliki energi untuk hal itu.
Elara mengingat jika semalam pesawat yang ia tumpangi sempat mengalami masalah yang entahlah--Elara tidak begitu mendengarkan percakapan mereka sebab dia sibuk mengenakan alat keselamatan ditengah kondisi yang kalut di dalam kabin.
Elara mencoba bangkit, tapi tubuhnya sulit sekali bergerak. Elara melihat pada dirinya sendiri, banyak bagian tubuhnya yang terluka. Kulit tangan, bahu dan perutnya tampak mengelupas karena luka bakar. Begitupun kakinya. Elara merabaa wajah yang terasa perih, sepertinya sebagian wajahnya juga terkena luka yang sama.
Dengan sisa-sisa tenaganya, Elara mencoba duduk, dia melihat ke langit dan disana hanya ada deruan gerimis yang menerpanya, tidak ada lagi helikopter yang sempat berkeliling disana.
Elara melihat sekelilingnya, dia memang terpojok didekat pohon yang cukup besar dan sekitar 50 meter dari posisinya, Elara dapat melihat puing-puing pesawat yang hangus terbakar namun sudah sedikit basah karena rintikan air hujan masih terus menetes.
Elara merasa sangat haus. Sampai-sampai dia tidak memikirkan apapun lagi selain ingin menghilangkan rasa dahaga. Elara menjulurkan lidah, mencecap tetes air hujan yang tak terlalu deras.
Merasa tak puas, Elara berjalan terseok-seok mencari sumber air yang lebih banyak dan mungkin dapat menuntaskan rasa hausnya.
Syukurlah Elara menemukan sebuah aliran sungai. Itu tampak deras tapi tak menyurutkan niat Elara untuk meraih airnya agar bisa ia nikmati.
Elara berniat kembali ke lokasi utama kecelakaan pesawat setelah ia berhasil meneguk air dari sungai ini. Mungkin dengan begitu ia dapat segera ditemukan dan ditolong oleh orang lain.
Meski keadaannya memprihatinkan dengan baju yang robek serta basah diterpa air hujan, tapi Elara tetap bersyukur karena dia masih diberi kesempatan kedua untuk hidup di dunia.
...Bersambung ......
Dukung karya ini dengan cara tap love untuk jadikan favorit, berikan rate bintang. Jangan lupa juga vote/gift dan tinggalkan juga komentarnya🙏🙏🙏
Visual ELARA
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ
berarti tim sar nya ga teliti mencari korban, masa el ga ketemu
2023-09-17
1
Yusria Mumba
lanjut,
2023-06-25
0
☠ᵏᵋᶜᶟ𝐌𝐀⃝🥀𝐗🧸ᴼᴺᴼᶠᶠ
kyle ga mau klau lu dsna ktika dpt tmn baru dsna nti ny psti gmn cara ny posisi kyle akn singkirkan
2023-03-30
0