Melipat kedua tangan di atas meja, dengan kepala yang bertumpu pada kedua tangan, Iki memejamkan mata seraya mendengar music yang terhubung dengan headset. Dia memejamkan mata, tanpa menghiraukan Nina yang terisak. Orang-orang di dalam kelas mengira Nina sedang berkelahi dengan Haikal. Pasalnya Haikal belum juga datang. Namun, kenyataan yang sesungguhnya bukan itu. Nina menangis lantaran dia mendengar pembahasan Rifki dan orang tuanya.
"Nina, kamu kenapa?" tanya Sinta.
Nina semakin terisak, dia menatap Iki yang mengabaikannya. Kesal, Nina menarik Iki. "Kenapa mau pindah!" seru Nina.
Iki melepas headset dari telinganya. Lalu menatap Nina yang terisak. "Kamu kenapa?" tanya Iki mengerutkan kening.
"Harusnya aku yang nanya, kamu kenapa? Kenapa mau pindah!" seru Nina.
Menghembuskan nafas pelan, Iki kembali mendengar music. "Cepat seka air matamu, aku rasa pertanyaan itu nggak perlu aku jawab."
Semakin kesal, Nina memukul Iki berulang kali. "Kamu nggak boleh pindah!" seru Nina.
Guru pengampu di jam pertama masuk, terpaksa Nina duduk di kursi. Sementara Iki melepas headset dari telinganya. Kemudian mengeluarkan buku dan pena dari tasnya. Proses belajar dimulai namun Haikal belum juga datang. Sementara menerima materi, satu pesan masuk di ponsel Nina. Nina mengabaikannya hingga materi di jam pertama usai.
Setelah guru keluar kelas, Nina mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Kemudian membaca pesan dari Haikal. "Tadi aku telat bangun, jadinya nggak masuk kelas. Nina, pulang sekolah nanti temui aku di indekos, Lela. Kamu kenal Lela kan? Anak Akutansi itu?"
Nina mengetik sesuatu membalas pesan dari Haikal. "Iya, aku kenal Lela dan aku tahu indekosnya. Kita mau ngapain di sana?" tulis Nina lalu mengirimnya.
"Pacaran, Nina. Mau buat apa lagi selain pacaran," balas Haikal.
"Maaf, Haikal, aku nggak bisa. Kita ketemuannya di Labuha saja. Di situ ramai," tulis Nina.
Haikal tidak membalas, tentu hal itu membuat Nina menghela napas kasar. Nina memutuskan untuk menghubungi pria itu namun lagi-lagi panggilannya di tolak oleh Haikal. "Ya sudah, nanti aku ke indekos, Lela." tulis Nina kemudian mengirimnya.
"Aku tunggu," balas Haikal.
Nina menatap Iki yang masih setia di kursinya sementara siswa yang lain sudah diluar semua. Nina menggerakkan tubuh Iki. "Ayo makan, berhubung nggak ada Haikal," ajak Nina.
"Aku masih kenyang," ucap Iki tanpa membuka mata. Nina menggigit bagian bawah bibirnya. Lapar, Nina ke luar ke kantin. Duduk di kantin, dia mengambil tiga bungkus nasi kuning sekaligus. Dan tak lupa mengambil dua bungkus kerupuk.
"Tumben makan banyak," Sinta menghampiri.
"Anggap saja ini bagian Iki, dan ini bagian Haikal. Mereka berdua membuatku kesal hari ini." Nina mengeluarkan nasi kuning dari pembungkusnya. Sebelum makan, Nina memesan minuman.
Di lain tempat, Haikal sedang minum minuman keras bersama teman-temannya yang dari sekolah Smansa. Mereka minum di indekos, Lela. Dia memang pemabuk, boleh dikata dia masih berstatus pelajar. Haikal adalah anak yang terjun dalam pergaulan bebas. Dan orang tuanya tidak pernah menegurnya saat dia pulang telat atau mabuk mabukan. Bagaimana tidak, Arifin, Ayah kandung Haikal juga pecandu alkohol.
Bel jam kedua mulai terdengar, Nina dan teman-temannya segera ke kelas. Tiba di kelas, Nina tak melihat Iki. Bahkan tas Iki juga tidak ada di kelas. "Dimana dia?" gumam Nina bertanya.
Selang beberapa menit, Iki datang membawa buku cetak. Dia berdiri di depan kelas. "Mohon perhatiannya, Pak Denis nggak masuk dan beliau minta kita buat makalah. Nanti di deretan ini." Iki menunjuk baris pertama dekat pintu. "Kelompok satu, baris ke dua kelompok dua dan seterusnya. Judul materi untuk tiap kelompok nanti aku kirim di group WhatsApp."
"Iki, bagaimana dengan yang nggak aktif dalam mengerjakan tugas kelompok?" tanya Lestari.
"Masukkan namanya tapi beri tanda silang di sampingnya," jawab Iki.
"Oh ya, perhatikan juga formatnya. Untuk ukuran kertas katanya A4. Usahakan rata kiri kanan dan tiap judul bab di bold. Jangan lupa, daftar pustakanya di isi semua. Dan lagi, usahakan kalian kuasai materi yang kalian dapat. Nilai kelompok ada, dan nilai perorangan dilihat saat naik presentasi nanti," jelas Iki.
Kembali duduk, Iki melewati Nina yang menatapnya. Sebenarnya Iki ingin menegur Nina tapi Nina memintanya untuk menjaga jarak dengannya saat di sekolah.
Dilewati oleh Iki, Nina mendengus kesal. "Iki, kamu kenapa sih?" tanya Nina ketus.
Iki berbalik, mengernyit menatap Nina. "Apa sih mau kamu, Nina? Bukannya sikapku yang seperti ini yang kamu mau. Lalu apa lagi!" bentak Iki.
"Tapi kan Haikal nggak ada! Nanti ada Haikal baru kita jaga jarak!" seru Nina.
"Nggak perlu drama, lebih baik kita tetap begini, jaga jarak selamanya!" ujar Iki mengambil tempat di kursi yang biasa ia duduki.
Nina terdiam. Netra matanya kembali berkaca kaca. Anehnya dia tidak terima bila Iki bersikap seperti saat ini. Melihat Nina kembali menitikkan air mata, Iki mengusap wajahnya dengan kasar.
"Ayolah ... Jangan seperti ini." Iki meraih tangan Nina. Menuntunnya untuk duduk, lalu dia berjongkok, kemudian menatap Nina yang terisak.
"Hei, aku melakukan ini agar kamu nggak bertengkar lagi dengan Haikal. Kau harus tahu, aku masih Iki sahabatmu. Sudah, jangan menangis lagi." Iki mengelus pelan tangan Nina.
Sinta dan Clara juga siswa yang lain merasa iri melihat Iki yang memperlakukan Nina lebih dari sekedar kekasih. Bahkan mereka mengira Iki dan Nina pacaran, nyatanya tak lebih dari kata sahabat. Kecurigaan itu perlahan mereda setelah Nina dikabarkan menjalin hubungan dengan teman sekelas mereka yang tak lain adalah Haikal.
"So sweet bangat sih mereka. Aku juga pengen punya sahabat kek Iki. Mana ganteng lagi orangnya. Kurang apa sih aku ini, kok Iki nggak tertarik sama aku," gumam Sinta, tatapnya tak lepas dari Iki.
"Iya, andai aku bisa berubah wujud, aku ingin jadi Nina. Aku ingin bersama Iki sehari saja," timpal Clara.
Sepulang sekolah, Nina beralasan agar bisa bertemu Haikal di Indekos Lela. Dan saat ini dia dalam perjalanan ke sana. Tanpa Nina sadari, Iki ada di belakangnya. Bukannya Iki memata matai Nina atau mengikuti sahabatnya itu, tapi Iki mau ke Labuha, mau membeli sesuatu di Toko Agung.
Melewati Lorong Alaska, Iki melihat Nina berhenti di Indekos Matre. "Mau apa dia di sana?" gumam Iki bertanya tanya. Iki terus melanjutkan perjalanan.
Sementara Nina, gadis cantik itu mengetuk pintu, tak berapa lama Haikal membukanya. Nina menutup hidungnya saat mencium aroma alkohol. Belum sempat bertanya, atau marah-marah, Haikal menarik Nina masuk ke dalam.
"Haikal, lepas!" seru Nina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments