Nama wanita yang menjawab panggilan dari Nina adalah Novita Jasmine. Dia calon istri Haikal yang tak lain adalah mantan pacar Rifki Yohanes. Ya, Haikal dijodohkan dengan Novi namun pria itu bermain gila di belakang wanita yang telah dijodohkan dengannya. Hubungan Haikal dan Nina tak diketahui oleh orang tua Haikal, bahkan orang tua Nina juga tidak tahu itu. Setahu orang tua Haikal, putra mereka tidak memiliki kekasih.
Hari senin tiba, seperti biasa, Haikal mengantar Novi ke sekolah sebelum ia ke sekolahnya. Haikal sekolah di SMK Aktif Belajar sementara Novi di SMA Satu atau biasa disebut Smansa. Mereka satu arah, namun Smansa lebih dulu baru SMK.
"Sayang, nanti aku pulang naik ojek aja. Soalnya hari ini kami pulang agak cepat," kata Novi. Seperti kakak beradik, Novi mencium tangan Haikal sebelum ia masuk ke dalam gerbang sekolah. Teman teman Novi pun mengira Haikal adalah Kakak sepupu Novi, karena memang Novi tak memberitahu mereka siapa Haikal sebenarnya.
Haikal memastikan Novi masuk ke dalam gedung sekolah barulah pria itu melanjutkan perjalanan. Tiba di sekolah, Haikal melihat Nina bersama Iki yang juga baru tiba. Haikal segera menghampiri Nina.
"Nina, maaf ya, semalam ponselku kehabisan daya." Haikal meraih tangan Nina.
"Lalu siapa yang kamu panggil, Sayang?" tanya Nina tanpa menunggu nanti. Memang sejak semalam Nina ingin bertanya tapi dia takut, takut wanita yang tak Nina kenal akan akan membaca pesan darinya.
Degh!! Haikal menelan sedikit saliva nya. Beberapa detik setelahnya ia menarik senyum. "Ah itu, itu adik sepupu aku yang sekolah di Smansa. Aku memang suka memanggilnya, Sayang," jelas Haikal berbohong.
Tersenyum, Nina bahagia mendengarnya. Baik Nina maupun Haikal mengabaikan keberadaan Iki yang masih duduk di atas motor. Dia mendengar dengan jelas bahkan sangat jelas tentang perbicangan Nina dan Haikal. Nina mengikuti Haikal ke kantin, di susul oleh Iki yang selalu menjaga Nina bagai saudara atau lebih tepatnya Iki seperti bodyguard Nina.
Iki mengambil tempat di meja paling sudut dekat Nina. Dia mengambil satu bungkus nasi kuning, kerupuk dan tak lupa memesan minuman dingin. Kemudian ia mengambil piring dan juga sendok serta sambal. Makan dengan lahap, Iki mengabaikan perbincangan Nina dan Haikal.
"Sudah?" tanya Nina pada Iki.
"Sudah, tapi aku belum minum," jawab Iki. "Ci Lia, jangan lupa pesananku," ucap Iki mengingatkan.
Wanita separuh baya yang berkerudung silver itu tersadar, dia belum menyiapkan minuman dingin untuk Rifki. Segera dia mengambil segar sari rasa mangga. Tak berapa lama, minuman dingin pesanan Iki diantarkan. "Maaf, Rifki, tadi Ibu lupa!" Tersenyum, Ci Lia segera berlalu setelah Rifki membalas senyum Ci Lia.
Bel apel pagi mulai terdengar, Rifki segera beranjak dari kursi menyusul Nina dan Haikal yang sudah lebih dulu pergi. Rifki berdiri di samping Nina, dia memang selalu seperti itu. Baik apel pagi maupun apel siang, dia selalu berdiri di samping Nina.
Usai apel pagi, Rifki masuk ke kelas. Seperti biasa, dia duduk di belakang Nina karena di samping Nina ada Haikal. "Belajar dulu, Nina. Nanti saja pacarannya," tegur Iki.
Nina cemberut, namun dia menurut. Sementara Haikal mulai sibuk dengan gawainya. Pria itu mengirim pesan pada Novi. Tentu itu tanpa sepengetahuan dari Nina. Karena tak ingin ketahuan, Haikal kerap menghapus pesan masuk maupun pesan keluar. Dia tidak mau Nina tau tentang dia dan Novi.
"Selamat pagi." Ibu Guru Karmila masuk ke dalam kelas lalu berdiri di sisi meja guru. "Kumpul semua buku tugas kalian di atas meja Ibu." titahnya kemudian duduk.
Semua siswa dan siswi mengumpul buku tugas mereka. Lalu bersiap menerima materi yang akan dibawakan oleh Ibu Karmila. Proses belajar dimulai, Nina begitu serius memperhatikan juga mencerna apa yang diterangkan Ibu Karmila di depan kelas hingga kelas pertama berakhir.
"Nina, temani aku ke perpustakaan yuk, sekalian kita buat tugas matematika di sana," ajak Iki.
"Maaf, Iki. Aku dan Haikal mau ke Toko Bandung, ada yang mau Haikal beli di sana," jelas Nina.
Iki tak menanggapi apa-apa lagi, dia langsung saja berdiri. "Sinta, ke perpus yuk." Iki mendekati wanita yang dia panggil Sinta itu.
Sinta bersorak girang dalam hatinya. Tak mengapa dia memendam perasaannya terhadap Iki, daripada mengungkapnya namun ditolak. Iya, kan. "Ayo, Rifki." Sinta berdiri.
"Iki, sama aku juga." Clarisa, teman Sinta juga berdiri. Sementara teman-teman yang lain ada yang sibuk memoles bedak pada wajah, ada yang mengenakan lipstik, ada yang merapikan rambutnya bahkan ada yang sudah di kantin. Bukan hanya itu saja, ada juga yang ke tempat pertemuan para wanita dan pria–gedung belakang sekolah Jurusan TKJ juga Sekretaris. Berbeda dengan Farmasi yang belakangnya kuburan. Sementara gedung Akutansi, di belakangnya pagar rumah orang lain.
Nina dan Haikal dalam perjalanan ke Toko Bandung, keduanya tertawa bersama. Bahkan Nina tak segan berpegang pada pinggang Haikal, tapi bukan berarti gunung kembarnya juga mengenai belakang Haikal. Tidak! Nina masih waras.
Setibanya di Toko Bandung, Nina dan Haikal berkeliling mencari jaket untuk Haikal. "Sial!" umpat Haikal.
Haikal menarik tangan Nina untuk bersembunyi namun Satpol PP telah melihat mereka. Akibatnya mereka di seret keluar oleh Satpol PP. Seperti biasa, anak-anak yang di diduga berkeliaran di jam sekolah akan dipanggil orang tuanya atau diantar kembali ke sekolah menggunakan mobil satpol PP.
"Pak, tolong jangan hubungi orang tua saya." Nina menangis. "Nanti Papa sama Mama Saya marah." Tambahnya.
"Nina, jangan menangis," tegur Haikal.
Nina masih saja menangis, dia malu, malu dilihat orang-orang. Mobil Satpol PP selalu menjadi pusat perhatian orang-orang saat mobil itu berkeliaran di jam sekolah. Tiba di sekolah, para siswa dan siswi berteriak meledek bahkan ada yang sampai tertawa.
"Itu apa, masih jam sekolah tapi sudah pacaran." komentar siswa jurusan Farmasi.
"Bikin malu sekolah saja," gumam Sinta yang sementara mengintip lewat jendela.
Iki hanya diam menatap Nina yang menunduk, seperti dugaan Iki, Nina pasti menangis. Sebagai sahabat, juga tetangga rumah, Iki merasa kasihan pada Nina. Iki yakin, Nina malu bahkan kemungkinan besar Nina tidak akan masuk sekolah.
"Sinta, Clarisa, aku harus pergi sekarang. Tugasnya besok baru dilanjut ya." Iki beranjak dari kursi, kemudian menghampiri Nina di kelas.
Nina menenggelamkan wajah di meja, tangisnya sudah mereda namun rasa malu masih menyeruak di dalam dirinya.
"Nina," panggil Iki setelah berdiri di samping Nina.
Nina mendongak, mendapati Iki menatapnya. "Iki," lirih Nina.
"Ayo pulang," ajak Iki. Iki mengambil tas Nina kemudian menarik tangan sahabatnya itu. Mereka ke parkiran dimana Iki memarkirkan motornya. Seperti biasa, Iki akan membantu Nina mengenakan helem. Dan hal itu dilihat oleh Haikal yang termakan api cemburu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments