Kompleks BTN Sirna, jln Bunga Sari, RT 04, blok A2/2, itulah alamat rumah Nina dan blok A2/3 adalah alamat rumah Iki. Dari jarak sekitar 150 meter, music terdengar menggema, bahkan banyak Ibu-Ibu, Bapak-bapak, bahkan anak remaja yang sedang berjoget di dalam tenda. Mereka memeriahkan acara pernikahan yang digelar di depan rumah Bapak RT. Rifki yang hobi menonton orang joget, berniat akan ke sana walau hanya sekedar nonton saja. Sebelum ke acara, Rifki menyempatkan diri untuk mandi.
"Iki ..."
"Iki ..."
"Iki ..."
Nama itu terus dipanggil oleh seseorang. Dialah Nina Verra. Nina memasang telinga di tembok kamar samping tempat tidur. Karena memang kamarnya bersebelahan dengan kamar Rifki.
"Dia di mana sih!" ketus Nina.
Sang pemilik nama keluar dari kamar mandi setelah mendengar sahabatnya, Nina, memanggilnya. "Iya, Nina, bagaimana?" tanya Iki mengambil tempat di sisi tempat tidur dekat dinding. Mengeringkan rambutnya sambil mendengar apa yang akan dikatakan oleh sahabatnya itu.
"Temani aku ketemuan, yuk," pinta Nina.
"Besok saja, Nina. Malam ini aku mau nonton orang joget," balas Rifki menjelaskan.
"Ayolah, Iki ... Kan masih ada besok malam," bujuk Nina.
Menghela napas panjang, menghembuskannya perlahan. "Ya sudah, cepat bersiap-siap." Iki beranjak dari sisi tempat tidur.
"Oke, aku bersiap siap dulu." Nina segera beranjak dari tempat tidur kemudian bersiap siap. Selesai, dia memanggil Iki lagi. Empat kali memanggil namun pria di sebelah rumah tidak menjawab. Tiba-tiba saja pintu kamar Nina diketuk dari luar, Nina segera membuka pintu dan mendapati adiknya, Sukini di depan pintu.
"Ada Kak Iki di depan," beritahu Sukini berlalu meninggalkan sang Kakak.
Nina tersenyum, dia segera menemui Iki yang saat ini sedang duduk bersama Papa Nawan dan Mama Sarah, orang tua kandung Nina. Mengambil tempat di samping Iki, Nina menyenggol lengan sahabatnya itu. "Ayo," ajak Nina berbisik.
"Om, Tante, nanti jam sepuluh kami sudah di rumah," ucap Iki sebelum beranjak dari sofa.
Papa Nawan dan juga Tante Sarah tersenyum. "Jangan lewat dari jam sepuluh, jika itu terjadi, maka kalian berdua akan Om jodohkan."
Nina terkekeh, begitu juga dengan, Iki. Iki dan Nina mencium tangan Mama Sarah dan Papa Nawan kemudian keluar dari rumah. Seperti biasa, Iki selalu membantu Nina mengenakan helem. "Kamu ini, mau sampai kapan begini terus. Kamu harus bisa mengenakan helem sendiri," cecar Iki.
"Sampai kita berdua dipisahkan oleh ajal. Ingat, kamu harus menikah dengan adikku, dengan begitu kita akan tinggal di rumah yang sama." Tersenyum, Nina berucap sesukanya.
"Aku ini laki-laki, setelah menikah, aku akan mengajak istriku pergi. Jadi kita berdua pasti akan dipisahkan oleh takdir. Ayolah, Nina. Kamu harus bisa mandiri," nasehat Iki.
Nina cemberut, dia naik di atas motor. Begitu juga dengan Iki yang naik di atas motor. Melaju dengan kecepatan sedang, Iki menyanyikan lagu cinta yang diikuti oleh Nina. Bernyanyi bersama, Nina lupa memberitahu alamat dan Iki pun tidak bertanya.
"Iki, kita di mana sekarang?" tanya Nina yang baru sadar.
"Sepertinya di Tembal," jawab Iki dengan santai.
"Ciisssss ... Kok kamu nggak nanya sih!" ketus Nina.
"Ya sudah, Nina, kita mau ke mana?" tanya Iki dengan santai. Pertanyaan Iki yang telat membuat Nina menggeram kuat. Bahkan dia mencubit pinggang Iki. Iki hanya bisa menarik senyum tanpa menimbulkan suara.
"Putar balik! Aku dan Haikal ketemuan di pantai Mandaong," jelas Nina sedikit ketus.
Melaju dengan kecepatan sedikit tinggi, akhirnya Nina dan Iki tiba di pantai Mandaong. Mereka mencari Haikal namun pria itu tidak ada. Nina melirik jam pada pergelangan tangannya, masih lima menit lagi dari waktu yang disepakati. Itu tandanya Nina datang lima menit lebih awal.
Dua puluh menit berlalu, Haikal tak jua menunjukan batang hidungnya, bahkan nomor pria itu tidak aktif. Nina kesal, juga sedih. Dia mendekati Iki yang duduk di atas motor. "Ayo kita beli es krim," ajak Nina lalu duduk di belakang Iki.
Sepanjang jalan, Nina terus diam seribu bahasa. Iki pun tak ingin bertanya kenapa, karena memang dia sudah tahu apa penyebab sahabatnya itu diam. Tak berapa lama, terdengar Nina menangis. "Iki, kok kamu nggak nanya sih aku kenapa!" ketus Nina menyeka air matanya.
"Kamu haid?" tanya Iki. Dia dan Nina berteman sejak kecil. Dia tahu bagaimana Nina. Bahkan dia tahu makanan dan warna kesukaan Nina. Iki juga tahu bagaimana Nina saat sedang kedatangan tamu. Dan yang pasti, dia adalah pria pertama yang tahu Nina haid untuk pertama kalinya.
"Iya," jawab Nina pelan.
"Ya sudah, ayo kita pulang." Iki menambah laju kenderaan roda dua yang dikendarainya. Tak berapa lama, mereka tiba di rumah. Iki mengantar Nina sampai wanita itu masuk ke dalam rumah. Lalu dia berjalan masuk ke rumahnya yang bersebelahan dengan rumah Nina. Bahkan mereka satu pagar rumah.
Sesampainya di kamar, Nina memanggil Iki. "Iki, kamu sudah mau tidur?" tanya Nina.
Tak ada jawaban, karena Memang Iki masih di dapur mengambil air minum. Iki tinggal sendiri karena orang tuanya tinggal di Luar Kota. Bukan tak ingin mengajak Iki ikut bersama mereka tapi Iki yang tidak mau ke Bandung.
"Iki, kamu dengar nggak?" tanya Nina lagi.
Terdengar pintu kamar di sebelah terbuka. Nina yakin, Iki baru masuk kamar. "Iki," panggil Nina.
"Iya, Nina. Apa lagi?" tanya Iki.
"Besok kan hari minggu, bagaimana kalau kita ke Derbi," tawar Nina.
"Percuma juga ke sana, Nina. Kamu nggak bisa mandi-mandi. Kan kamu lagi kedatangan tamu," jelas Iki.
Nina terdiam membenarkan. Dia tak lagi mengajak Iki bercengkrama, melainkan sibuk menghubungi Haikal. Dua kali mencoba dan nomor Haikal aktif. Panggilan ke tiga langsung di jawab oleh si pemilik ponsel.
"Hallo," sapa seseorang di seberang telepon.
Nina mengerutkan kening. "Kok suara perempuan," batin Nina.
"Maaf, Kakak siapa ya? Bukannya ini nomor Haikal."
"Ah iya, ini memang ponsel Haikal. Tadi ponselnya kehabisan daya jadi dia minta aku untuk mengisi daya ponselnya. Boleh tahu ini dengan siapa ya?" wanita di ujung telepon bertanya.
"Aku temannya," jawab Nina berbohong.
"Sayang, Mama nyariin kamu tuh," kata seorang pria di ujung telepon. Sepertinya itu ditunjukan pada wanita yang menjawab panggilan dari Nina. Tapi ... suara pria tadi seperti Haikal. Benar, itu suara Haikal. Siapa, siapa wanita yang menjawab panggilan dari Nina. Dan kenapa dia memanggilnya Sayang. Dan lagi, Mama mencarinya. Mama? Mama siapa? Orang tua wanita itu atau orang tua Haikal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments