"Aku tidak tahu, Math!" Vio meremas rambut frustrasi.
Kehamilan mendadak ini benar-benar membuatnya gila. Terlebih lagi tiga bulan ke depan dia hendak menikah dengan Mathew. Rencana bahagia yang sudah dia rancang sejak setahun lalu itu sepertinya tidak akan terlaksana.
"Jadi ... kamu sudah tidur dengan berapa banyak pria, sampai kamu tidak tahu siapa ayah biologis dari bayi itu, ha!" Pembuluh darah sekitar mata Mathew terlihat menonjol.
"Apa maksudmu, Math?"
"Kamu bersenang-senang dengan banyak pria lain di luar sana, tapi sok suci di depanku! Dasar egois!" Mathew mencondongkan tubuh ke arah Vio seraya menatapnya remeh dan tersenyum sinis.
"Math, serendah itu 'kah aku di matamu? Aku selalu menjaga pesan dari mendiang ibuku! Untuk itu meski kita berpacaran, kita tidak pernah melakukan hubungan badan!"
"Lalu bagaimana kamu bisa hamil, ha!" bentak Mathew.
Mathew si paling penyabar ketika menghadapi Violetta yang super manja, kini telah menjelma menjadi sosok lain. Kesabaran lelaki itu habis. Dia begitu frustrasi karena salah paham, dan mengira kalau Hayu selingkuh dengan pria lain hingga mengandung.
Di lain sisi, Vio merasa rasa percaya sang kekasih terhadapnya hanyalah setipis tisu. Dia benar-benar terhina dengan ucapan Mathew yang menuduhnya telah melakukan hubungan intim dengan lelaki lain.
"Kita putus." Suara Mathew yang biasanya hangat, kali ini terdengar begitu dingin.
Vio terbelalak. Dia tidak menyangka kalau lelaki dicintainya itu, dengan mudah mengakhiri hubungan yang sudah mereka jalin selama empat tahun. Niat awalnya memberi tahu Mathew agar mendapat jalan keluar. Namun, dia malah dicampakkan.
"Semudah itukah kamu mengucap kata pisah, Math? Apa kamu tidak cinta lagi kepadaku?" tanya Vio.
"Pikirkan saja semua sendiri!" Mathew membuang muka enggan menatap wajah Vio.
"Bisakah kamu antar aku menggugurkan bayi ini? Andai bayi ini tidak jadi tumbuh di rahimku, kita tetap menikah, 'kan?"
Mendengar ucapan Vio, tentu saja membuat Mathew kembali menatapnya. Lelaki itu menatap Vio penuh amarah. Rahangnya mengeras dan jemari lelaki tersebut mengepal kuat di atas meja.
"Kamu sudah gila? Bayi itu tidak salah! Perbuatanmu yang salah! Jika sudah begini, maka bertanggungjawab saja dengan hasilnya! Jangan malah melarikan diri!" seru Mathew. Dia tidak lagi memedulikan bagaimana pengunjung kafe lain menatap ke arah mereka berdua dengan tatapan aneh.
"Tahu sikapmu seperti ini, aku semakin tidak ingin menikah denganmu! Selama ini aku sudah banyak bersabar dengan sikap manja dan kekanakanmu itu! Tapi, malah berujung kecewa seperti ini!" Mathew beranjak dari kursi kemudian meninggalkan Vio yang mulai meneteskan air mata.
Violetta terus menangis sesenggukan. Air mata kini membanjiri pipi. Dadanya terasa begitu sesak melihat sikap Mathew yang sama sekali tidak percaya padanya.
Tubuh perempuan cantik itu bergetar hebat karena tangis yang pecah. Tak lama berselang, seorang laki-laki muda menghampiri Vio dan menyodorkan sapu tangan. Vio mendongak, lalu menatap lelaki yang tersenyum ramah di hadapannya itu.
"Ambil saja." Lelaki itu kembali menyodorkan sapu tangan merek mahal itu kepada Vio, dan dia pun meraihnya.
"Aku Jason, pemilik kafe ini. Maaf, tadi aku tidak sengaja mendengar percakapanmu dengan lelaki itu. Awalnya aku ingin meminta kalian pergi, karena sudah mengganggu kenyamanan pelanggan saya. Tapi, saya mengurungkan niat karena tidak tega melihat kamu yang seperti sedang menahan tangis." Jason terus mengoceh sehingga membuat Vio merasa tidak nyaman.
Violetta pun akhirnya memutuskan untuk beranjak dari kursi. Dia meninggalkan Jason yang kini sedang menatap heran ke arahnya. Vio bergegas masuk ke mobil dan mengendarainya menuju ke rumah.
...****************...
Rasa mual pagi itu, membuat Vio mendadak bangkit dari ranjang. Perempuan itu berlari secepat yang dia bisa menuju kamar mandi dan memuntahkan isi perut ke dalam kloset. Kakinya lemas tak mampu menumpu berat tubuh.
Vio kembali menangis. Dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Di tengah tangis, perempuan itu mengambil ponsel dan mencari cara untuk bisa menggugurkan kandungan. Vio pun memilih untuk pergi ke apotek dan membeli obat untuk meluruhkan janin.
"Cytotec satu strip."
Mendengar permintaan Vio, tentu saja membuat petugas apotek mengerutkan dahi. Perempuan berseragam mirip perawat itu menengadahkan jemari. Vio pun meletakkan beberapa lembar uang ke atas tangan si petugas.
"Bukan uang ini maksudku. Mana resepnya? Jika Anda ingin membeli Cytotec, harus dengan resep dokter." Perempuan itu menatap tajam ke arah Vio, lalu meletakkan kembali uang pemberian Vio ke atas meja.
"Re-resepnya ...." Vio tampak berpikir. Dia membuang pandangan sekilas, lalu kembali menatap sang petugas apotek setelah menemukan alasan yang dirasa tepat.
"Resepnya hilang ketika dalam perjalanan ke sini."
"Pulanglah! Aku sudah tahu niatmu! Jika tidak ingin hamil, maka gunakan balon pelindung ketika berhubungan badan! Apa Anda pemula?" Petugas itu tersenyum miring, kemudian meninggalkan Vio yang masih mematung di depan meja kasir.
Vio mengumpat dalam hati. Dia tidak tahu, mengapa semuanya terasa begitu sulit. Vio pun pulang dengan penuh rasa kecewa. Perempuan cantik itu pun memutuskan untuk membeli obat tersebut secara ilegal.
Dua hari kemudian, Vio sudah menerima paket berisi satu strip obat peluruh kandungan. Dia langsung mengambil satu butir obat dan menelannya. Sambil menunggu obat tersebut bekerja, Vio merebahkan tubuh ke atas ranjang.
"Empat jam lagi, kamu akan keluar dari tubuhku!" Vio mengusap perutnya yang masih datar.
Tiba-tiba kenangan indah bersama Mathew kembali terlintas di benak Vio. Air matanya kembali meleleh. Empat tahun, bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah hubungan. Terlebih bagi Vio, Mathew merupakan sosok lelaki idaman.
Mathew benar-benar sabar dalam menghadapinya. Dia seperti sedang melihat jiwa sang ayah dalam diri Mathew. Lelaki itu juga selalu menjaganya selama ini.
"Math, apa kamu tidak merasakan apa yang aku rasakan saat ini? Apa cintamu hanya sebatas itu? Harusnya kamu mendukungku! Jika memang tidak ingin aku melenyapkan bayi ini, harusnya kamu menerima keadaanku apa adanya! Kenapa kamu tidak percaya dengan ucapanku!" Vio meringkuk di atas ranjang dengan tubuh bergetar karena tangis.
Jika lelaki lain akan memaksa Vio berhubungan badan, tidak dengan Mathew. Dia menghormati keputusan Vio dan ikut berkomitmen untuk menikmati semua setelah menikah. Kehilangan Mathew adalah salah satu momen tersedih dalam hidup Vio.
Empat jam berlalu, Vio kembali terbangun setelah tertidur karena lelah menangis. Rasa mual kini semakin menyiksa. Perempuan itu berlari ke arah kamar mandi dengan setengah nyawa yang baru saja terkumpul.
Lagi-lagi Vio memuntahkan isi perutnya. Setelah kelelahan, dia menyandarkan punggung pada dinding dingin kamar mandi. Perempuan itu memejamkan mata rapat.
"Bagaimana bisa obat itu belum bekerja? Bukankah seharusnya sekarang aku mengalami kram dan pendarahan? Tapi apa ini?" Vio bermonolog dengan dirinya sendiri.
Sedetik kemudian, Vio kembali membuka matanya lebar. Dia menyadari satu hal. Tak lama kemudian perempuan itu berteriak sambil mengacak rambut frustrasi.
"Sialan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Yuniki E𝆯⃟🚀
Typo kah?
2023-09-10
2
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
Tuhan tidak mengizinkan kamu untuk melenyapkan bayi tak berdosa itu Vio...
banyakin istighfar..tidak ada manusia sempurna...
2023-02-14
2
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
Violeta bukan Hayu ya Thor mungkin gitu ..🙏
2023-02-14
1