"Obat yang aku dapatkan pasti palsu!" teriak Vio frustrasi seraya meremas rambut panjangnya.
Perempuan itu benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk bisa mengeluarkan calon anaknya tersebut. Tangisnya pecah seketika. Sampai akhirnya, Vio teringat dengan salah seorang temannya ketika duduk di bangku SMA.
Violetta melangkah gontai keluar dari kamar mandi, kemudian meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas. Dia pun menekan nomor ponsel Michelle, lalu menempelkan layar ponsel pada daun telinganya. Saat dering pertama, Michelle pun mengangkat panggilan tersebut.
Vio langsung menanyakan keberadaan praktik aborsi yang pernah didatangi oleh Michelle beberapa tahun lalu. Michelle pun menjelaskan letak klinik tersebut. Namun, akhirnya Vio meminta temannya itu untuk mengantar karena memikirkan banyak hal.
"Aku harus segera bersiap!" Vio meraih kunci mobil, kemudian bergegas menuruni anak tangga menuju garasi.
Sepanjang perjalanan menuju rumah Michelle, jantungnya berdetak begitu kencang. Dia kembali teringat bagaimana Michelle menceritakan rasa sakit yang dia alami selama masa pemulihan. Waktu itu Michelle melakukan aborsi karena janinnya mengalami gangguan, sehingga harus dikeluarkan.
Tak lama kemudian, Vio tiba di rumah Michelle. Temannya itu ternyata sudah menunggu di depan rumah dengan wajah panik. Michelle pun segera masuk ke dalam mobil.
"Vio, apa yang terjadi?" tanya Michelle dengan wajah panik.
"Aku hamil dan tidak tahu siapa ayahnya," jawab Vio.
"Hei, apa kamu gila? Bagaimana bisa kamu hamil tapi tidak tahu siapa ayah dari bayimu? Astaga!" Michelle menepuk dahi kemudian kembali menatap Vio.
"Kamu akan berurusan dengan hukum jika nekat melakukan aborsi!"
"Kamu dulu juga melakukannya, bukan? Ayolah, tolong antar aku ke sana!"
"Vio, apa kamu lupa? Sekarang di Missouri sudah tidak diperbolehkan melakukan aborsi kecuali keadaan darurat yang mengancam kelangsungan hidup ibu hamil! Dulu ketika aku melakukannya, aborsi masih dilegalkan. Terlebih lagi aku dulu menggugurkan bayiku karena jika diteruskan, tidak akan baik! Bayiku mengalami kelainan!"
"Uang bisa berbicara. Antar saja aku ke sana!" seru Vio kemudian menginjak pedal gasnya.
Michelle membuang napas kasar. Akhirnya dia setuju untuk mengantar Vio, tetapi enggan ikut masuk ke dalam klinik. Hanya membutuhkan waktu selama 20 menit untuk sampai ke klinik tersebut.
Pada papan pengumuman, sudah tertulis jelas bahwa klinik tersebut sudah tidak melayani aborsi. Akan tetapi, Vio tetap nekat masuk dan mendaftarkan dirinya. Setelah menunggu selama 15 menit untuk sesi konsultasi, akhirnya nama Vio dipanggil.
"Silakan duduk, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya dokter bernama Judith itu.
"Baik, Dok."
Dokter di hadapan Vio itu mengerutkan dahi, usai membaca data dirinya. Sebelum mengungkapkan niat datang ke klinik tersebut, Vio menarik napas panjang lalu mengembuskannya kasar. Dia menatap serius ke arah Judith.
"Bantu aku mengeluarkan bayi yang ada di dalam kandunganku, Dok."
"Praktik aborsi, sudah dilarang di Missouri. Kami sudah tidak memberikan pelayanan itu untuk pasien. Jadi, pulanglah dan rawat bayimu dengan cinta." Judith tersenyum lembut seraya menunjuk pintu keluar.
"Berapa yang kamu inginkan." Violetta menyodorkan selembar cek kosong kepada Judith.
"Tulis berapa pun angka yang Anda inginkan, Dok."
Judith melirik ke arah lembaran kertas kecil itu. Dia menatapnya selama beberapa detik kemudian tersenyum miring. Perempuan itu langsung menyandarkan punggung pada kepala kursi kemudian tertawa.
"Astaga! Baiklah, tunggu di sini sebentar."
Judith masuk ke sebuah ruangan lain di tempat itu. Lima menit kemudian, dia kembali menghampiri Vio. Perempuan itu meminta Vio berbaring di atas brankar untuk melakukan USG.
"Bayimu sangat sehat, Nona. Jika gizinya terus terpenuhi, maka dia akan lahir menjadi bayi yang lucu dan sehat. Apa niatmu sudah bulat?" tanya Judith seraya tersenyum lembut.
"Aku tidak menginginkan bayi ini. Aku tidak menyukainya! Dia membuat impianku hancur seketika!"
"Apa pacarmu tidak mau bertanggungjawab?" Judith meletakkan transdusernya lagi ke tempat semula.
Perawat mendekati Vio, kemudian membersihkan sisa gel dengan tisu. Setelah selesai, dia membantu calon ibu muda itu turun dari brankar. Setelahnya Vio kembali ke meja Judith untuk melanjutkan konsultasi.
"Aku tidak tahu kenapa bayi ini bisa tumbuh dalam tubuhku, Dok."
"Jadi, kamu berselingkuh dengan berapa pria sejak menjalin hubungan dengan kekasihmu?" Judith terkekeh.
Mendengar pertanyaan dati Judith tentu saja membuat amarah Vio bergejolak. Dia bangkit dari kursi kemudian menggebrak meja di depannya. Semua orang ternyata memiliki pemikiran yang sama mengenai dirinya. Mereka menganggap bahwa dia penganut aliran **** bebas.
"Aku bahkan tidak pernah berhubungan badan dengan siapa pun!" teriak Vio frustrasi.
Tak lama kemudian, pintu ruangan itu terbuka secara kasar. Sontak Vio balik badan. Dia terbelalak ketika mengetahui siapa yang datang.
Ibu tirinya sudah berdiri di ambang pintu. Dadanya naik turun karena menahan emosi yang meledak-ledak. Mata perempuan itu melotot dan terlihat berair. Wajahnya merah padam karena amarah yang tengah membakar hati.
"Mama!" seru Vio yang kini sudah beranjak dari kursi.
"Ba-bagaimana bisa, Mama ...." Belum sempat Vio meneruskan ucapannya, sebuah tamparan mendarat pada pipi mulus perempuan cantik itu.
"Pulanglah!" seru Judith.
Vio memutar badan, kemudian melihat Judith yang kini mengangkat layar ponsel dalam posisi sedang melakukan panggilan. Dalam layar benda pipih itu tertulis nama Anna, ibu tirinya. Vio terbelalak seketika.
"Jangan lupa bawa kertas ini. Aku tidak membutuhkannya." Judith mengetuk kertas cek yang masih tergeletak di atas meja.
"Jadi, kalian saling mengenal?" tanya Vio dengan keterkejutan yang belum usai.
"Mama butuh penjelasan darimu! Ayo kita pulang!" Anna menarik lengan sang putri.
Langkah keduanya memenuhi lorong klinik bersalin tersebut. Beberapa pasang mata menatap keduanya dengan mulut yang saling berbisik. Sesampainya di tempat parkir, Michelle sudah tertunduk lesu dengan jemari yang saling meremas.
"Bawa pulang saja mobil Vio ke rumahmu. Aku akan meminta sopir untuk mengambilnya."
"Ba-baik, Bibi." Michelle mengangguk pasrah kemudian masuk ke dalam mobil.
"Vio, cepat masuk! Mama mau bicara denganmu!"
Vio pun segera masuk ke dalam mobil. Dia terus menunduk tak mampu menatap Anna lagi. Ada rasa bersalah yang kini bergelayut di hati Vio.
Meski ibu tiri, Anna sangat menyayanginya. Dia merupakan wanita yang penyabar dan penuh cinta. Baru kali ini sepanjang hidup, Vio melihat Anna terlihat sangat marah dan kecewa.
"Sekarang katakan, siapa ayah dari bayi itu!" desak Anna dengan tatapan tajam.
"Ma, aku benar-benar tidak tahu siapa orang yang sudah menitipkan benihnya ke rahimku." Suara Vio bergetar karena menahan tangis.
"Vio, tatap Mama jika sedang berbicara!"
Perlahan Vio mengangkat wajah. Dia menatap sang ibu dengan mata yang mulai memerah. Garis kekecewaan terlihat jelas di wajah cantik Anna yang sudah menua.
"Aku benar-benar tidak tahu siapa ayahnya, Ma. Aku bingung, kalut, dan sangat frustrasi. Kenapa tiba-tiba bayi ini ada di rahimku!" Vio menangis histeris.
Perempuan itu merasakan sesak yang luar biasa pada dadanya. Tidak ada seorang pun yang mempercayai ucapannya sekarang. Justru mereka semua menuding bahwa Vio perempuan murahan.
Rasa sedih kini menjalar di hati Anna yang lembut. Dia akhirnya memberikan pelukan kepada sang putri dan menepuk punggungnya pelan. Dia membiarkan Vio menangis sepuasnya hingga berhenti.
"Ibu sudah membeli ini sebelum pergi menjemputmu." Anna menunjukkan satu strip cytotec kepada Vio.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Aidah Djafar
teka teki nih kehamilan vio 🤔
2023-12-02
0
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
Loh kok ini ibu tiri Vio bisa beli obat penggugur kandungan...?
katanya harus dengan resep dokter...
2023-02-14
1
auliasiamatir
gak yakin aku anna beneran baik
2023-02-05
1