Afifah saat ini sedang berada di makan ibunya, sudah sekitar satu Minggu ia tidak pernah mencari pemakaman sang ibu.
Afifah berhenti setelah sampai di depan makam mendiang ibunya, tak lupa dia mendoakan lalu menaburkan bunga di atas makam.
Setelah itu Afifah keluar dari area pemakaman, pak Harto Telah menunggunya di gerbang pemakaman.
" Kek kantor ayah ya pak," kata Afifah pada pak Harto.
Mobil pun melaju ke tempat yang Afifah inginkan.
----+++---
Tepat di depan kantor ayah Afifah mobil itu sudah berhenti.
" Bapak pulang saja duluan, nanti saya kabarin kalau udah mau pulang," kata Afifah.
Afifah pun melangkah masuk ke dalam gedung besar milik Aldebaran, Afifah di sambut ramah oleh resepsionis.
"Selamat pagi nona, apakah ada yang bisa saya bantu?" Tanya salah satu pegawai resepsionis pada Afifah.
Senyum Afifah terlihat jelas saat sang resepsionis menyambutnya dengan ramah.
" Terimakasih mba, saya hany ingin bertemu dengan ayah saya," kata Afifah.
"Mau saya antar nona? Ke ruangan pak Aldebaran," kata resepsionis itu sambil membungkukkan badannya mempersilahkan Afifah.
Mereka berdua menggunakan lift khusus, sehingga hanya mereka berdua lah yang berada dalam lift itu.
Lift pun berhenti pada lantai Dua puluh lima. Kakinya melangkah menuju ruangan Sang ayah.
" Afifah?" Sapa Derta selaku sekretaris Aldebaran.
"Assalamualaikum, pak." Afifah menyapa Derta dengan sopan.
"Waalaikumussalam," balas Derta.
Derta sudah seperti keluarga Aldebaran, doa masih setia bersama Aldebaran semenjak perusahaan berdiri sampai sukses.
"Ayah ada di dalan kan pak?" Tanya Afifah.
" Pak Aldebaran sedang ada rapat, kamu tunggu aja dulu di dalam," kata Derta.
Afifah membuka pintu ruangan itu, matanya melihat seluruh ruangan.
Sudah lama sekali dia tidak menginjakkan kaki di kantor sang ayah, karena sibuk kerja dan kuliah.
Untuk menghabiskan waktu menunggu kedatangan sang ayah, Afifah memilih memainkan ponselnya.
Satu jam kemudian barulah pintu ruangan itu terbuka. Afifah yakin bahwa yang membuka pintu tadi adalah ayahnya.
Afifah tersenyum menyambut kedatangan Aldebaran. Dia pun berjalan mendekat lalu menyalami tangan ayahnya.
"Sudah lama nunggu?" Tanya Aldebaran yang sudah Duduk.
"Satu jam yang lalu, yah."
""Gak kerja atau kuliah?" Tanya Aldebaran.
"Hari ini lagi libur, karena dapat tugas dinas malam, jadwal kuliah juga kosong yah, makanya fifah kesini bosan di rumah gak ada teman," jelas fifah pada ayahnya.
" Ya kalo ayah di rumah, kamu selalu sibuk, kalo ayah di rumah kamu pasti lagi kerja," balas Aldebaran.
Aldebaran duduk di samping Afifah, mengusap kepala Afifah yang tertutup hijab.
"Tadi sebelum Afifah kesini, sempat ke makam ibu dulu. Ayah pasti lama nggak kesana?"
Aldebaran mengangguk. Waktu kebersamaan dirinya dengan anak semata wayangnya itu memang renggang. Pasalnya Aldebaran disibukkan dengan pekerjaan kantor. Begitupun dengan waktu berkunjung ke makam mendiang sang istri.
"Ayah sebaiknya kesana, doakan ibu yah," kata Afifah.
"Besok ayah punya waktu. Ayah akan kesana,"kata Aldebaran yang membuat putri semata wayangnya itu tersenyum.
"Ayah, apakah Afifah boleh bertanya?" Afifah pun menatap serius sang ayah.
"Bertanya apa?" Balas Aldebaran.
"Benarkah, kalau dokter Galvyn pernah mengkhitbah Afifah yah?" Tanya Afifah.
Aldebaran sedikit kaget mendengar pertanyaan anak gadisnya.
"Jadi tujuanmu kesini, hanya menanyakan itu saja?" Tanya Aldebaran
Afifah hanya diam, ia tidak ingin menjawab pertanyaan ayahnya.
Terdengar helaan nafas panjang.
"Iya, pria itu pernah datang ke rumah mengkhitbahmu dua bulan lalu," kata Aldebaran lagi.
Afifah membulatkan matanya, kedatangannya kesini juga memastikan info yang di dengar dari sahabatnya seminggu yang lalu.
"Lalu mengap ayah menolak lamaran dokter Galvyn?" Tanya Afifah.
"Kamu tahu kan keluarga Galvyn? Ayahnya dulu yang menjatuhkan perusahaan ini, sehingga ayah harus membangunnya dari awal," jawab Aldebaran.
Kenyataan ini yang membuat hati Afifah sedikit sakit.
"Lalu, apakah ayah masih menyimpan dendam itu pada keluarganya?" Tanya Afifah.
"Ayah tidak dendam, ayah hanya tidak suka dengan cara dia terhadap perusahaan ayah," jawab Aldebaran lagi.
Kisa cinta Afifah tak berjalan mulus, padahal jika ayahnya merestuinya dengan dokter Galvyn, Afifah akan sangat bersyukur karena selangkah lagi menggapai halal-nya.
"Kamu suka dengan galvyn?" Tanya Aldebaran.
Afifah hanya terdiam tanpa satu kata pun.
"Jauhi dia, masih banyak laki-laki yang ingin menjadi suamimu,"
"Iya yah, laki-laki emang banyak, namun lelaki shaleh yang fifa cari agar dapat menuntut fifa ke arah yang benar. Fifa tidak ingin tersesat dengan dinikahi lelaki sembarangan, lelaki yang asal usulnya ga karuan," kata Afifah.
"Ayah bisa Carikan lelaki shaleh yang kamu maksud," perkataan yang di lontarkan ayahnya menyayat hati Afifah.
"Ayah tak akan pernh merestui Galvyn sebagai suamimu," kata sang ayah.
Afifah membulatkan matanya.
"Islam tidak pernh mengajarkan kita untuk dendam atau menjadi pembenci yah," jelas Afifah.
"Ayah tidak dendam ataupun benci, hanya saja ayah tidak suka dengan keluarga itu.
Aldebaran tetap pada pendiriannya.
Afifah menahan air matanya yang hampir jatuh. Ia berusaha untuk selalu tegar walaupun kenyataannya sangat menyayat hatinya.
Afifah pun mengeluarkan ponselnya, berusaha terlihat ada yang mengirimkannya pesan.
"Afifah pergi kerumah sakit dulu ya, yah. Sepertinya ada penggantian jadwal dinas Secara mendadak," kata Afifah sambil bangkit dari duduknya.
"Apakah Galvyn berkeja di rumah sakit yang sama denganmu kan?, Jauhilah dia, sebelum terlambat", kata Aldebaran mengingatkan Afifah.
Afifah pun meraih tangan ayahnya untuk di cium.
"Assalamualaikum yah," Afifah mengucapkan salam sambil beranjak keluar dari ruangan ayahnya.
"Waalaikumussalam, hati-hati di jalan," kata Aldebaran.
Bagaimana pun Aldebaran sebenarnya merasa bersalah pada anak semata wayangnya Karena telah membuat gadis itu sedih.
Sesudah keluar dari ruangan sang ayah, langkah Afifah pun seperti tergesa-gesa.
Pak Derta yang ingin menyapa putri dari atasannya itu tak jadi, karna ia memandang keadaan Afifah seperti sedang tidak baik-baik saja.
Afifah mengambil ponselnya yang berada di saku untuk menghubungi pak Harto untuk menjemputnya.
Padahal sebenarnya Afifah ingin pulang bersama sang ayah, akan tetapi keinginannya berubah setelah pembicaraan yang tadi.
Afifah melangkahkan kakinya menuju toilet terdekat dan berwudhu untuk menenangkan pikirannya.
Beberapa saat kemudian, setelah keluar dari toilet pak Harto sudah sampai di depan kantor.
"Ayo pak jalan, antarkan saya ke rumah." Perintah Afifah pada pak Harto
"Baik non" jawab pak Harto.
Sepanjang perjalanan Afifah hanya menatap kosong ke depan, pikirannya tidak baik-baik saja. Karena pembahasannya dengan sanag ayah tadii.
"Non kenapa melamun saja? Tanya pak Harto
" Tidak pak, saya nggak apa-apa" jawab Afifah
"Ya sudah sebaiknya non, tenangkan pikirkan non saja," ucapk pak Harto
" Jika ini kehendak engkau, maka kuatkanlah hamba untuk menjalani ini semua ya Rabb.
Dan jika benar engkau tak merestui niat baik itu. Maka berikan hamba seseorang yang imannya baik menurutmu.
Hamba sabar, siapapun itu hamba terima,jika ia yang terbaik di hadapanmu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Roudatul Jannah
Sedih ya jadi afifa😌
2023-03-01
0