-cinta tau pemiliknya siapa, sejauh apapun jika memang di takdirkan berjodoh maka dia akan dekat---
Afifah mengetuk pintu itu, lalu membukanya ketika telah dipersilahkan. Di sana sudah ada dokter Alfian yang menatapnya dengan tatapan tajam.
"Assalamualaikum, dok," Afifah menyapa lalu duduk di kursi depan dokter Alfian.
Dokter itu tidak menjawab salam Afifah, ia tidak peduli bahwa tidak menjawab salam adalah dosa.
"Dokter Alfian hanya menatap Afifah tajam seolah ingin membunuh dengan matanya itu.
"Ehem....ada apa ya dok?" Afifah pun memberanikan dirinya untuk bertanya.
"Kamu masih bertanya? Ada apa? Kamu enggak sadar apa kesalahanmu itu sehingga saya manggil kamu dan dengar dengan baik ya, kamu itu sudah melanggar aturan rumah sakit ini fifah," kata dokter Alfian dengan nada yang tinggi.
Afifah hanya menunduk tidak berani menatap dokter Alfian. Sudah lama dia berharap agar tidak berurusan dengan dokter Alfian sekaligus dosennya yang dia anggap killer di kampus.
Tidak mungkin menang jika telah berdebat dengan dokter Alfian.
"Saya melakukannya karena tidak punya pilihan lain dok" Afifah memberi penjelasan.
"Ha? Tidak punya pilihan katamu? Bagaimana jika pasien meninggal karena ulah kamu? Tanya dokter Alfian.
"Alhamdulillah pasien dapat di selamatkan dok," jawab Afifah.
"Memang pasien selamat, itu karena keberuntungan sedang berpihak padamu. Kamu tidak tahu kalau pasien itu dulunya pasien VIP? Kalau terjadi hal buruk pada pasien itu Karena tindakanmu, maka rumah sakit ini dapat di gugat," terang dokter Alfian sambil menatap tajam Afifah.
"Saya sedang menempuh pendidikan sebagai dokter anestesi, dok. Saya sudah belajar jika mendapatkan pasien seperti itu di kampus. Saya melakukan hal yang benar selama di ruang operasi," kata Afifah mencoba menjelaskan.
"Kamu itu masih dalam kategori mahasiswa spesialis anestesi, akan tetapi bukan dokter anestesi!" Bentak dokter Alfian.
"Dan kamu seenaknya masuk ke ruang operasi sebagai dokter anestesi?" Tanya dokter Alfian.
"Saya bisa masuk ke ruang operasi atas dasar permintaan dari dokter bedah dok, karena dokter anestesi tidak ada yang dinas siang itu," kata Afifah lagi.
"Yang namanya peraturan tetap peraturan, karena kamu telah melanggar kamu tidak diizinkan bekerja di sini selama dua Minggu, dan di hitung mulai besok dan juga hajimu akan di potong"
Entah kenapa Afifah sedikit sangat kesal dengan sikap dokter Alfian.
"Silahkan keluar!" Perintah dokter Alfian.
" Afifah menunduk bungkam. Tidak bekerja selama dua Minggu dan gajinya di potong. Afifah merasa ini sudah keterlaluan.
Lagi pula dia melakukan operasi itu untuk menyelamatkan nyawa pasien.
"Permisi," kata Afifah lalu pergi meninggalkan ruangan dokter Alfian.
Saat tiba di pintu, sesaat Afifah kaget karena yang membuka gagang pintu dari luar dokter Galvyn.
"Dokter Galvyn?" Afifah menyebut nama yang ada di depannya saat ini.
"Ayo ikut saya masuk lagi!" Perintah dokter Galvyn.
Afifah pun mundur, langkahnya kembali memasuki ruangan itu.
"Selamat malam dokter Galvyn. Ada apa gerangan kesi menemui saya?" Tanya dokter Alfian sambil menjabat tangan dokter Galvyn.
"Afifah kenapa kamu masih di sini, bukannya tadi saya suruh kamu keluar dari ruangan saya!" Tanya dokter Alfian sambil menunjuk pada Afifah.
Afifah pun kaget melihat dirinya di tunjuk begitu di depan dokter Galvyn.
"Afifah, yang membantu saya saat operasi tiga hari yang lalu dok. Disini saya akan meluruskan kesalahpahaman ini," jelas dokter Galvyn.
"Jika tujuan kamu kesini, hanya membelanya lebih baik kamu keluar saja dari ruangan saya," perintah dokter Alfian pada Galvyn.
Afifah merasa tak nyaman ketika perutnya terasa perih. Ia berusaha menahan rasa sakit dan bersikap biasa.
" Saya yang meminta dokter Afifah untuk menjadi dokter anestesi pada siang itu dok," dokter Galvyn menjelaskan.
"Kenapa harus dia, kenapa bukan dokter anestesi yang kamu minta? Kamu tahukan kalau Maslah ini tidak bisa dibawa main-main? Pasien itu adalah pasien VIP sebelumnya. Kalau hal buruk terjadi pada pasien, rumah sakit ini bisa digugat," ucap dokter Alfian.
"Pada siang itu tidak ada dokter anestesi yang dinas. Saya rasa mungkin ada yang tidak beres dengan jadwal Minggu ini," jelas dokter Galvyn.
"Tidak ada yang dinas?" Dokter Alfian pun terheran.
"Iya dok, dan siang itu juga dokter yang jaga di UGD hanya satu orang," kata dokter Galvyn yang membuat dokter Alfian mendadak bungkam.
Afifah yang berdiri di dekat pintu sudah tidak nyaman untuk berdiri, perutnya sangat sakit. Keringat dingin sudh turun dirinya menahan sakit.
"Baiklah kalau begitu, dia saya maafkan. Hukumannya saya Cabu," kata dokter Alfian sambil menatap Afifah.
"Saya harap, jadwal dinas di rombak kembali, karena nanti malam ini ada satu orang yang dinas di UGD," kata dokter Galvyn.
Afifah mendongakkan wajahnya, malam ini dia yang dinas di UGD.
Sesaat hatinya merasa nyaman dengan perhatian yang diberikan Galvyn.
"Iya, baiklah saya akan menghubungi kepala bagian agar merombak kembali jadwal Minggu ini," jelas dokter Alfian.
Galvyn tersenyum. Masalah ini akhirnya dapat terselesaikan. Betapa paniknya dia ketika mendapatkan kabar dari rekannya bahwa Afifah di panggil kepala bidang karena Masalah operasi tiga hari lalu.
Dengan tidak langsung, Afiah senang kalau hukumnya di cabut.
"Kalau begitu saya permisi dok," Galvyn lalu keluar dari ruangan dokter Alfian dan diikuti oleh Afifah dari belakang.
"Dokter makasih," Afifah mengucapkan terima kasih ketika mereka berjalan beriringan.
"Iya, maafkan saya, yang juga memaksa kamu untuk ikut dalam operasi itu," kata galvyn.
"Tidak apa dok, keselamatan pasien memang harus diutamakan," kata Afifah yang membuat Galvyn tersenyum.
Dia tidak pernah salah ketika menjatuhkan hatinya ada Afifah, Galvyn sudah lama dia menaruh hati pada gadis berhijab itu.
Langkah dokter Galvyn mendadak terhenti ketika menyadari Afifah tidak jalan di sampingnya lagi.
Dia pun menoleh ke belakang dan terkejut bahwa Afifah sudah jatuh pingsan.
Dokter Galvyn pun bergegas menghampiri gadis itu, lalu menepuk pelan pipi Afifah Agara gadis itu bangun.
"Afifah...Afifah, panggil dokter Galvyn, namun tidak ada reaksi dari Afifah.
Seketika saat itu pun, dokter Galvyn sangat panik, dilihatnya di sekeliling koridor, berharap ada perawat yang lewan. Namun nihil, koridor ini sangat sepi.
Ya Allah, hamba minta ampun padamu
Jika hamba menyentuh yang bukan mahrom bagi hamba, tolong maafkan hambamu ini ya Allah, batin Galvyn.
Lalu Galvyn menggendong Afifah ala bradelstyle, dan bergegas menuju lift dan memencet angka dua.
Walaupun sudah berada di lift, dokter Galvyn masih panik melihat Afifah yang belum sadar juga.
Tinggg
Bunyi lift terbuka, perawat yang melihat langsung menghampiri dokter Galvyn yang sedang membaringkan tubuh mungil Afifah di salah satu ranjang kosong.
Dengan segera dia mengeluarkan stetoskop dan memeriksa keadaan Afifah
Jangan Galvyn berdetak tak karuan, berharap kalau gadis yang ada di hadapannya itu baik-baik saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Roudatul Jannah
Semangat thor☺
2023-03-01
0