Kejadian dalam hidup
bukan penghalang untuk
Kita tidak bisa melangkah lagi
Afifah di pindahkan ke dalam ruangan, akan tetapi sudah sekitar tiga jam sejak ia pingsan sampai dara datang ia masih belum sadarkan diri.
Di dalam ruangan itu ada dara dan dokter Galvyn yang menunggu Afifah siuman.
Namun tiba-tiba pintu itu terbuka dan intan sahabatnya Afifah yang datang untuk melihat keadaan Afifah.
"Dok, kenapa Afifah belum siuman sampai sekarang?, Ini sudh tiga jam dok fifah pingsan.
Jelas intan.
" Tenang saja dia tidak Kenapa-napa kok" kata dokter Galvyn.
"Dok, saya pamit keluar ya," ucap dara.
Selang beberapa menit setelah dara keluar dari ruangan Afifah, intan membuka bicara.
"Dok, apa kamu masih belum menyerah?" Tanya intan ketika mereka duduk di sofa dalam ruangan itu.
Seolah faham arah pembicaraan intan, Galvyn menghela nafasnya.
"Kamu tahu bagaimana sifat saya, saya gak akan menyerah begitu saja, walaupun saya udh di tolak ayahnya," jelas Galvyn.
Intan menganggukkan kepalanya, dia paham betul perasaan dua orang yang sekarang berada dalam ruangan sama,
Mereka sama-sama saling mencintai namun tidak ada restu dari ayahnya Afifah.
"Apa Afifah tau kalau saya pernah meminta izin kepada ayahny?, Tanya galvyn.
"Aku memberitahunya, aku yakin perasaan Afifah sama denganmu dok," intan menjawab dengan yakin.
"Galvyn mendadak bungkam, 'jadi Afifah telah mengetahui bahwa aku pernah mengkhitbahny, ' batin Galvyn.
"Aku yakin kok dok, kalian akan bersatu," kata intan yang di Amini oleh Galvyn dalam hatinya.
"Yaudah dok, aku mau pulang dulu mas Rifqi menjemput saya di depan, apa dokter keberatan kalau saya meninggalkan kalian berdua di sini?" Tanya intan ragu.
Intan berkata seperti itu karena dia tahu bahwa tidak baik bagi Dua orang berlainan jenis berduaan dalam sebuah ruangan. Ia khawatir akan menimbulkan fitnah nantinya.
"Saya juga akan keluar untuk sholat, nanti mungkin saya kembali untuk memeriksa keadaannya," jelas Galvyn
Galvyn dan intan pun keluar dari ruangan Afifah.
Galvyn melangkahkan kakinya menuju masjid untuk melaksanakan sholat.
Dalam doa, dia memohon agar diberikan kemudahan untuk meluluhkan hati ayahnya Afifah. Dia berharap kalau gadis itulah yang akan menjadi makmumnya di masa depan.
Usai selesai sholat, Galvyn melangkahkan kakinya ke sebuah restauran terdekat untuk makan malam. Perutnya telah lapar sejak gadis itu pingsan.
Setelah mengisi perut, Galvyn kembali ke rumah sakit sambil menenteng sebuah makanan yang dibelinya untuk Afifah. Ia berharap sekembalinya ia ke rumah sakit Afifah sudah sadarkan diri.
Saat Galvyn sudah memegang knop pintu ruangan Afifah, ia langsung masuk karena mengira Afifah belum siuman, Afifah yang sedang bersandar pada ranjang rumah sakit seketika menoleh pada Galvyn. Dan jantungnya berdetak kencang, namun dia tetap bersikap wajar walaupun dia gugup.
Hening, posisi mereka masih saling memandang.
"Udah baikan?" Tanya dokter Galvyn sambil membuka makanan yang dia bawanya itu.
"Alhamdulillah, sudah dok," kata Afifah sambil menundukkan kepalanya.
"Makanlah dulu," kata galvyn sambil memberikan semangkuk bubur kepada Afifah.
Afifah pun menerima mangkuk yang di sodorkan Galvyn.
"Makasih, dok" ucap Afifah lalu menyuapkan bubur ke mulutnya.
"Fah, kamu pasti telat makan lagi ya kan? Padahal kamu tahu sendiri kalau setiap penyakit maag tidak boleh telat makan," ucap Galvyn.
Afifah hanya menunduk, dan mendengar ucapan Galvyn.
"Apakah tadi pagi kamu sudah sarapan?" Tanya galvyn.
Afifah hanya menggelengkan kepalanya.
Terdengar helaan nafas dari Galvyn.
"Kamu itu dokter fah, jadi harus jaga kesehatan diri sendir juga. Gimana mau ngobatin Pasien kalau dokternya aja sakit?" Tanya galvyn.
Afifah hanya diam, dia masih menyuap bubur ke mulutnya.
Tiba-tiba Afifah ingat sesuatu hal. Ia bergegas meletakkan sisa Bubur ke atas nakas, lalu mencabut jarum infus yg ada di tangannya.
"Afifah, kamu mau kemna?" Tanya galvyn heran, ketika melihat Afifah sudah berdiri.
" Saya ada dinas malam dok," Afifah menjawab seperti orang bersalah. Ia tak ingin meninggalkan kewajibannya.
Saat akan melangkah, tiba-tiba pandangan Afifah sedikit kabur. Namun dia dapat berpegangan pada sisi ranjang .
Afifah mengarahkan pandangannya pada lengan yang di pegang oleh dokter Galvyn. Kemudian menatap ke arah Galvyn yang terlihat cemas karena melihat dirinya yang sudah duduk di lantai.
"Kamu keras kepala, kamu itu lagi sakait fah!" Bentak dokter Galvyn.
Afifah hany diam tidak ingin mengeluarkan satu kata pun
Galvyn membantunya berdiri untuk kembali pada berankar yang tadi.
" Maaf," kata galvyn seakan sadar tangannya yang memegang lengan Afifah.
"Habiskan dulu buburnya," kata galvyn yang kembali menyerahkan mangkuk berisi bubur yang tinggal setengah.
" Jadwal dinas sudah diperbaiki, jadi malam ini kamu tidak sendirian", jelas dokter Galvyn.
"Makasih atas semuanya, dok." Afifah berkata tulus
Hari ini Afifah telah di bantu banyak oleh Galvyn.
"Kalau begitu saya permisi dulu. Karena malam ini saya juga mendapat tugas malam," kata galvyn dan bangkit dari duduknya.
"Sekali lagi makasih,dok"
"Sama-sama," balas Galvyn lalu keluar dari ruangan Afifah.
"Assalamualaikum," kata galvyn sambil menutup pintu.
"Waalaikumussalam," jawab Afifah.
Tidak bisa di duga kalo Afifah sudah nyaman dekat dengan galvyn.
Ya Rabb, engkau yang maha membolak-balikkan hati. Jika memang perasaan ini salah maka hapuslah dan jika dia bukan orang yang cocok di hadapanmu untukasa depanku , maka hamba ikhlas hamba tidak ingin perasaan ini menjadi dosa untuk hamba.'
Pagi itu, Afifah sudah diperbolehkan pulang. Kakinya melangkah malas masuk ke dalam rumah.
"Ayah udh pergi, Bi?" Tanya Afifah ke BI yurni.
Afifah menghembuskan nafasnya. Dia sering berharap makan bersama di meja makan dengan ayahnya.
Afifah anak tunggal. Ibunya sudah meninggal sejak ia masih berada di bangku SMA. Sampai saat ini Afifah dirawat oleh ayahnya saja yg sangat sibuk dengan kantor.
Perusahaan yang di jalani ayahnya sekarang, sudah berkembang. Jangan heran jika banyak perusahaan lain yang meminta suntikan dana dengan kantor ayah Afifah.
Setelah usai sarapan, Afifah melangkah menuju kamarnya, ia memandangi foto sang ibu.
"Bu, kenapa tidak pernah menyapa Afifah di dalam mimpi, Afifah kangen ibu," ucap Afifah lirih.
Kemudian ia membaringkan tubuhnya di atas ranjang king size miliknya.
Hari ini, Afifah libur kuliah, ia merasa bosan di rumhnya sendiri.
Merasa bosan, Afifah bergegas mandi, karena hari ini ia akan pergi ke suatu tempat. Namun saat hendak melangkah menuju kamar mandi ponselnya seketika berdering.
'dokter Galvyn' batin Afifah.
Tidak biasnya Galvyn menghubunginya melalui telpon. Namun akhirnya Afifah mengangkat panggilan itu
Dalam panggilan
" Assalamualaikum, dok ada apa ya?" Tanya Afifah.
" Waalaikumussalam fah, kamu udah pulang?" Tanya dokter Galvyn.
" Udah dok, saya udh di rumah karena gak Betah di rumah sakit," kata Afifah.
" Saya kira kamu masih disini, ya sudah kamu istirahat saja, saya tutup ya, assalamualaikum" kata galvyn dan memutuskan sambungnya.
Afifah menatap ponselnya, tak sadar senyuman itupun tampak seperti sangat bahagia, tangannya merasakan detak jantung yg kembali berdebar, walaupun ia dapat perhatian kecil seperti itu.
"Lama-lama aku bisa jantungan kalau terus
Sikap dokter Galvyn seperti ini, ya Rabb bantu hamba agar perasaan ini tidak terlalu berharap kepada ciptaanmu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Roudatul Jannah
Semangat terus thor☺
2023-03-01
0