ART baru

"Hallo, assalamulaikum, Bu!" sapa Naya lewat sambungan telepon.

Setelah bercerita pada mbak Ati tentang kejadian naas yang menimpanya. Naya pun mendapat pinjaman ponsel untuk bisa menghubungi sang ibu di desa.

"Maaf atuh, Bu! Naya gak maksud buat Ibu khawatir. Jadi, tadi teh hape Nay, ketinggalan di bus. Ini Naya pinjem hape orang, Bu." jelasnya terpaksa berbohong. Tentu, bukan tanpa alasan. Ia tidak ingin membuat sang ibu lebih khawatir.

"Ya ampun dedeuh teuing (kasihan sekali) geulisnya Ibu. Terus kumaha atuh (terus gimana)? Kamu teh sudah ketemu rumahnya bu Sena?" tanya sang ibu dari sebrang telepon.

"Hem belum, Bu. Nay tadi habis ngejar bus dulu, siapa tau ke kejar. Eh, ternyata enggak," balas Naya tersenyum kecut, merasa berdosa sudah membohong ibunya.

"Ya udah gini aja atuh. Ibu kirim nomor bu Sena, nanti kamu hubungi beliau. Kumaha (gimana)?" saran sang ibu.

"Iya atuh, gitu lebih baik, Bu." final Naya.

"Ya udah atuh Ibu tutup dulu, ya! Ibu kirim dulu nomornya. Dan inget, kamu teh harus jaga kesehatan. Kalo ada apa-apa hubungi Ibu, nya!" pamit sang ibu.

"Iya, Bu. Ibu juga atuh ya, jaga kesehatan. Terus jangan nelepon ke nomor ini lagi. Nanti, Nay aja yang telepon Ibu!"

Setelah saling berpamitan, panggilan pun berakhir. Terlihat wajah sendu dari gadis cantik itu. "Kenapa harus berbohong sih? Kasihan Ibumu," tanya mbak Ati.

"Atuh gimana, Mbak. Aku teh terpaksa. Kalo gak gitu, Ibu pasti lebih khawatir!" jelas Naya.

"Iya, juga sih!" Mbak Ati mengangguk mengerti dengan maksud Naya.

"Nay, bisa bantu, Bibi?" tanya bi Tarsih.

"Iya, Bi." balas Naya. "Mbak, aku bantu si Bibi dulu, ya. Nanti kalo Ibu kirim nomor, mbak save aja!" pamitnya pada mbak Ati.

"Sipp," Mbak Ati mengacungkan jempol yang dibalas terima kasih oleh Naya.

Gadis itu berlalu dari halaman belakang menuju dapur untuk membantu bi Tarsih. Hari semakin sore dan wanita paruh baya itu tengah kerepotan mempersiapkan makan malam untuk tuan mereka.

"Oh iya, Bi. Ibu sama bapak pemilik rumah ini teh baik tidak, ya? Aku takut mereka teh gak menerima keberadaanku," tanya Naya seraya mengupas bawang.

"Ibu baik kok, Nay. Hanya saja Bapak agak judes. Lebih tepatnya dia gak banyak ngomong. Jadi, kamu jangan heran saat melihat beliau," terang bi Tarsih dan diangguki mengerti oleh Naya.

"Bi!" Tiba-tiba saja panggilan seseorang membuat kedua wanita berbeda generasi itu terlonjak. Orang yang tengah mereka bicarakan sudah berada dihadapan mereka.

"Iya, Bu. Ibu, sudah pulang?" Segera bi Tarsih meninggalkan pekerjaannya dan menyapa nyonya rumah disana.

Naya yang bingung, hanya mengikuti bi Tarsih dan berdiri disampingnya. Sontak saja hal itu membuat sang nyonya penasaran akan gadis itu. "Eh, ini siapa ya?" tanyanya.

"Oh iya, Bu. Ini Naya, ART baru yang dibawa mas Key tadi, Bu." jelas bi Tarsih.

"ART?" tanya Sena, nyonya rumah tersebut. Naya tak menimpali, ia bingung harus menjawab apa. Ia hanya tertunduk merasa takut pada wanita berpenampilan modis tersebut.

"Mama!" panggilan Key, mengalihkan perhatian mereka. Pria tampan itu menghampiri ketiga wanita itu di dapur.

"Kamu, yang bawa dia?" tanya Sena memastikan, menunjuk Naya dengan dagunya.

"Iya, Ma!" balas Key sedikit ragu. Dapat dilihat mata sang mama tengah menyelidik. Tentu ia tau apa yang dipikirkan wanita tercintanya itu.

"Kamu jangan main-main, Key!" peringat Sena memicingkan mata.

"Apaan sih, Ma? Main-main apaan coba?" sergah Key, sebiasa mungkin.

Sena hanya berdecak mencoba mempercayai ucapan putranya itu. Hingga ia teringat sesuatu akan maksud dan tujuannya ke dapur. "Oh iya, Bi. Apa ada gadis yang mencari saya? Dia dari desa," tanyanya.

Bi Tarsih terdiam sejenak, sembari mengingat-ngingat. "Kayaknya gak ada, Bu."

"Ya ampun, kemana ya tuh anak? Jangan-jangan dia kesasar lagi! Key, kamu bantuin Mama buat nyari anak teman, Mama!" cerocos Sena khawatir.

"Aku?" tanya Key menujuk dirinya sendiri.

"Disini emang ada lagi yang namanya, Key?" sindir Sena. "Udah buruan! Mama siap-siap dulu, sebentar." ajak Sena dan berlalu meninggalkan mereka.

Akhirnya Naya pun bisa bernapas lega setelah kepergian wanita yang sangat cantik itu menurutnya. Bahkan, ia tak sadar apa yang dibahas wanita dari ibunya Key itu barusan.

"Sini, gue mau ngomong sama lu!" ajak Key menarik tangan Naya untuk menjauh dari dapur.

"Ada apa?" tanya Naya, ketika mereka sudah sampai didepan kamar gadis itu.

Key menyodorkan paper bag pada gadis itu. "Buat lu!"

Naya menatap tak percaya pada pemberian pria itu. Namun, tak ayal ia menerima dan mengintipnya. "Buat aku?" tanyanya memastikan.

"Lu pikir sendiri, disini siapa coba yang gak punya baju?" ketus Key.

"Eleh-eleh, kamu mah kalo mau ngasih teh atuh yang iklhlas!" Segera Naya memeluk paper bag tersebut seraya tersenyum manis. "Jangan sambil ngambek gitu! Teu kasep jadina (Gak ganteng jadinya)." lanjutnya.

Sontak saja kalimat terakhir Nayya tidak dimengerti pria itu. Hingga ia menautkan alisnya bingung. "Lu ngomong apa barusan, gue gak ngerti?" tanyanya.

"Ah itu ..." Naya terdiam sejenak, tidak mungkin ia berkata jujur. "Maksudnya teh, hatur nuhun terima kasih atas pemberian A boss ini," jelasnya beralibi.

"Nggak, nggak, tadi lu gak ngomong gitu? Apa tadi tuh, sep, sep apaan?" Tampak jelas Key kebingungan dengan bahasa daerah gadis itu.

Naya melipat bibirnya, berusaha tidak tertawa. "Ah bukan, itu mah bukan apa-apa," elak Naya.

Key hendak kembali berkomentar, namun suara sang mama yang melengking memanggil dirinya, membuat pria itu mengurungkan niatnya.

Key menghembuskan napas panjang, "Ya udah gue pergi dulu. Lu jangan buat masalah!" pamitnya disertai peringatan sama seperti sebelumnya. Naya hanya mengangguk dengan senyuman manisnya.

Key segera berlalu dengan sedikit perasaan aneh. 'Gue kenapa?' batinnya bertanya. Melihat senyum gadis itu entah kenapa terasa suatu getaran didadanya.

**

"Eh, ini kiriman nomornya," Mbak Ati membaca chat masuk yang ternyata dari nomor yang dihubungi Naya barusan.

Wanita itu mengerutkan dahi heran. "Lho ini 'kan boss Mama?" tanyanya kebingungan.

Segera ia berlalu menuju dapur untuk mencari gadis itu. Terlihat Naya baru kembali bergabung dengan bi Tarsih.

"Nay, Naya! coba lihat ini!" pekik mbak Ati begitu heboh menghampiri gadis itu.

"Ada apa atuh, Mbak?" tanya Naya bingung.

"Nih lihat!" Mbak Ati menunjukan nomor yang baru saja ia save.

Naya mengerutkan dahi, melihat nama yang tertera dinomor tersebut. "Boss Mama? Siapa atuh?" tanyanya.

"Ishh, kamu tuh. Ini nomor yang dikirim ibumu. Dan ternyata ini tuh sama dengan nama yang ada dikontakku. Dan ini nomornya Boss Mama, yang artinya nomor Nyonya rumah ini," jelas mbak Ati panjang kali lebar.

Prankk!!!

"A-apa? Ja-jadi, Bu-bu Sena?"

\*\*\*\*\*\*

Terpopuler

Comments

@Ani Nur Meilan

@Ani Nur Meilan

Naya..Leres pisan.. Tadi teh Ibu Sena... 🤗🤗🤗

2023-02-06

2

𝐀⃝🥀Jinda🤎Team Ganjil❀∂я🧡

𝐀⃝🥀Jinda🤎Team Ganjil❀∂я🧡

alus pisan bahasa Sunda nya author 🌹🌹 mawar untuk author 👍

2023-02-06

3

umi b4well (hiatus)

umi b4well (hiatus)

sama bg...saya juga mengerutkan dahi.untung di kasih translate ama mak othor.

2023-02-01

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!