Pagi hari, di saat seluruh keluarganya masih tertidur lelap, Airlangga sudah bangun. Dia langsung pergi ke garasi mobil untuk mencuci mobil yang dipakai oleh Cantika.
"Tuan Muda, kopinya ada dapur," bisik Bik Iyem, juru masak yang sudah puluhan tahun kerja di rumah ini. Dia tahu jika Nyonya Ira pasti akan melarangnya mengistimewakan Airlangga karena itu, dia meletakkan kopi di dapur agar Nyonya tidak tahu.
"Terimakasih, Bik," jawab Airlangga sambil tersenyum manis, lebih tepatnya cantik.
Sebenarnya jika dilihat secara seksama Tuan Mudanya ini cantik, gayanya juga lembut. Hanya saja semua tahu jika dia itu pria bukan wanita. Mereka mengira jika tingkah Airlangga seperti pria gemulai pada umumnya. Entah mengapa bisa, Tuan Fadil mempunyai anak lelaki seperti dia.
Namun, hanya Airlangga anggota keluarga ini yang paling ramah dan baik. Semua pelayan di sini menyayanginya. Hanya Nyonya Ira dan Cantika saja yang membencinya dan sering menghukumnya dengan hukuman berat.
Airlangga mencuci mobil Cantika sampai bersih. Setelahnya dia masuk untuk membersihkan bagian dalamnya. Ketika dia sedang menyedot debu di sela-sela kursi, netranya tertuju pada satu benda berwarna putih yang terselip diantara kursi penumpang belakang.
Airlangga mengambil benda berbentuk balon itu dengan jijik. Bibirnya meringis menatap ke benda aneh itu.
"Hei, kau lihat apa?"
Airlangga terhenyak mendengar suara Cantika. Wanita itu dengan kasar mendorong tubuhnya dan mengambil benda putih itu dari tangan Cantika.
"Apa lihat-lihat?" hardik Cantika tidak senang. Dia meremas benda itu dan membuang ke tempat sampah.
Airlangga menggelengkan kepalanya. Cantika maju dan tangannya menunjuk ke dada Airlangga.
"Jangan katakan ini pada siapapun jika kau masih mau melihat wanita berpenyakitan itu hidup."
"Jangan sakiti Ibu, Kak," pinta Airlangga dengan wajah cemas dan memelas.
Cantika tersenyum senang dengan tatapan mengejek. Dia menepuk tangannya seperti ingin menghilangkan debu yang menempel.
"Kau itu harus tahu diri Airlangga, kau ada di sini karena kebaikanku dan ibuku. Jika kau macam-macam aku tidak segan-segan untuk mencabut semua bantuan yang diberikan untuk pengobatan wanita itu.''
Airlangga pun sebenarnya tidak suka berada di tempat ini dan dia pun tidak senang dengan kelakuan dari semua anggota rumah ini, tidak terkecuali ayahnya sendiri.
Airlangga hanya bisa mengangguk.
Cantika merasa tenang, dia pergi dari lokasi itu, setelah mengambil tasnya yang masih tertinggal di dalam.
Tatapan Airlangga tertuju pada tempat sampah yang ada di dekat kakinya. Menghela nafas panjang.
"Apakah Cantika bersama dengan Kaisar?" Hati Airlangga tiba-tiba merasa nyeri. Pangkal pahanya masih terasa sakit, tapi pria itu sudah bersama dengan wanita lain. Sungguh menjijikkan.
***
Cantika melihat tampilan dirinya di cermin setelah selesai bersiap untuk ke sekolah. Membenarkan letak rambutnya yang pendek.
Tubuhnya kecil untuk ukuran anak lelaki. Tidak berisi dan terlalu bersih.
Setelah dirasa cukup, dia mengambil tas sekolah dan bergerak turun ke bawah. Dia harus menuruni banyak anak tangga untuk bisa sampai ke lantai bawah.
Di sana sudah nampak semua anggota keluarga kecuali dirinya.
"Selamat pagi," sapa Airlangga menarik kursi dan duduk. Tidak ada yang membalas sapaannya semua terlihat tidak acuh.
Ayahnya sibuk membaca koran dengan segelas kopi di depannya. Ibu Ira sedang mengoleskan roti untuk suaminya sedangkan Cantika sedang memakan roti sembari melihat handphonenya miliknya.
Seperti ini rutinitas paginya. Dirinya ada tapi seperti tidak dianggap oleh mereka.
Airlangga meminum susu dan mengambil sepotong roti, mengoleskan selai yang ada di dekatnya. Di sini dia tidak boleh memilih suka apa dan apa. Yang penting perut kenyang saja sudah beruntung.
"Selamat pagi semuanya," sapa seseorang dari arah pintu membuat Airlangga tersedak. Cantika langsung bangkit dan mendekati pria itu
"Eh, Nak Kaisar," sapa Ibu Ira dengan antusias. "Mari masuk, kebetulan kami sedang sarapan. "
"Cantika, ajak Nak Kaisar ikut makan bersama kita. Bik, buatkan kopi hitam untuknya," perintah Ayah Fadil.
Sepuluh menit kemudian mereka telah duduk bersama dan makan pagi. Rasa roti di tenggorokan Airlangga terasa seperti kaktus berduri tajam. Sulit untuk dia telan setelah kehadiran pria itu.
Kaisar memilih duduk di depan Airlangga. Cantika duduk di sisinya.
"Kebetulan sekali, saya belum sarapan karena tadi berada di apartemen bukan di rumah."
"Mau makan apa, Nak Kaisar, biar pelayan membuatkan," tawar Ibu Ira yang mencoba untuk berbuat ramah dan sopan pada calon menantunya ini.
"Sama seperti kalian saja."
"Sandwich ini saja, masih hangat kok," ujar Cantika. "Atau mau roti panggang?"
"Apa saja karena semua yang kau tawarkan pasti lezat," jawab Kaisar sambil melirik ke arah Airlangga yang menekuk wajahnya. Anak itu terlihat tidak nyaman melihat dia datang.
"Ayah, makan ku sudah selesai, aku mau berangkat sekolah dulu, takut terlambat," pamit Airlangga yang mengurangi interaksi dengan Kaisar.
Pria itu memang tidak mengatakan apapun, tapi kedatangannya sudah membuat Airlangga terintimidasi.
"Memang kau sekolah di mana, Dik," tanya Kaisar.
"Di SMA Negeri dekat sini," jawab Cantika. Kaisar mengangguk.
"Kalau begitu ikut kami saja. Oh, aku lupa, aku datang pagi ke rumah ini karena ingin mengajak Cantika ke rumah Ayah. Ibu ingin mengajak Cantika ke tata rias yang akan make up pernikahan kami."
"Ya, Tante Dara sudah menelfonku semalam."
Airlangga bangkit mengambil tas yang dia letakkan di kursi samping. "Aku akan pergi sendiri saja, Kak. Aku takut terlambat."
"Dia benar, Kai, dia bisa terlambat sekolah. Biarkan saja Airlangga berangkat terlebih dahulu," ujar Cantika.
"Ini baru jam enam pagi, tidak akan terlambat kalau hanya untuk menungguku menghabiskan sandwich ini," tandas Kaisar yang membuat semua terdiam.
Pria itu tersenyum misterius, sepertinya sedang merencanakan sesuatu. Hal itu membuat bulu kuduk Airlangga berdiri semuanya. Dia takut jatidirinya diketahui oleh Kaisar dan dibuka di depan keluarganya.
Ibu Ira tertawa canggung, "Nak Kaisar benar, Air, kau tunggu sebentar Nak Kaisar menghabiskan makannya. Cantika kau segera bersiap."
Kata-kata Ibu Ira terdengar lembut sekali. Seperti seorang Ibu yang perduli dengan Airlangga. Nyatanya, itu hanya akting semata.
Airlangga kembali meletakkan pantatnya diatas kursi. Kaisar terlihat santai menghabiskan makannya.
"Nak, Kaisar pesta anniversary pernikahan orang tuamu berlangsung meriah kemarin dan semuanya berjalan dengan lancar. Aku turut bangga menjadi bagian dari itu," celetuk Ibu Ira.
"Seharusnya kita buat seperti itu juga, Yah." Ayah Fadil hanya menjawab dengan deheman saja.
"Ya, pesta itu semuanya dirancang dan dikerjakan oleh Rose adikku."
"Aku bisa bayangkan pesta pernikahan kau dan Cantika pasti akan lebih meriah nantinya."
Mereka terdiam. Dahi Kaisar tiba-tiba berkerut, dia meletakkan sendok di tangannya dan menatap ke arah Airlangga lekat.
"Dik, ketika pesta berlangsung kemarin di hotel, aku tidak melihatmu di sana. Kau dimana?" tanya Kaisar mulai melemparkan umpan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Uneh Wee
kirain airlangga cwo eh cwe ....gimn klau ketauan
2023-04-27
0
fifid dwi ariani
trus bahagia
2023-03-19
1
Triiyyaazz Ajuach
wach diintrogasi kayaknya Kaisar udh curiga
2023-03-12
1