Zavir dan Pak Bagus masih bertatap, keduanya sama-sama terdiam.
"Kamu Zavir, pacarnya Gania kan?" Pak Bagus memastikan.
Dengan tubuh gemetar, Zavir menganggukkan kepalanya.
"I-iya, Om. Om, Saya minta maaf. Saya gak sengaja tadi," ucap Zavir dengan sungguh-sungguh.
Pak Bagus tak menjawab, Ia menatap tajam ke arah Zavir.
"Ternyata, belum ada alasan untuk Saya merestui Kamu sama Gania."
Zavir terdiam, lagi-lagi orang tua Gania menolak mentah-mentah hubungannya dengan Gania.
"Ta-tapi, Om..."
"Permintaan maaf Kamu akan Saya terima dengan satu syarat," tukas Pak Bagus.
Zavir menelan berat salivanya, "apa itu, Om?" Tanya Zavir.
"Jauhi anak Saya!" Seru Pak Bagus.
Zavir terhentak, Ia tak mungkin bisa menjauhi Gania.
"Om, tapi masalah ini gak ada hubungan sama Gania. Kenapa Om..."
"Ada atau tidak. Saya tetap tidak akan merestui anak Saya berhubungan sama Kamu!" Tegas Pak Bagus.
"Tapi apa alasan Om gak suka sama Saya? Apa karena Saya bukan dari keluarga kaya seperti Om, atau apa?" Tanya Zavir.
"No. Harta bukan nomor satu untuk Saya, tapi feeling seorang Ayah juga sangat kuat. Saya merasa Kamu bukan yang terbaik untuk anak Saya, Gania. Dan sepertinya Kamu cukup pintar untuk mengerti ketidaksetujuan Saya ini," jawab Pak Bagus.
"Jaya, masuk! Saya gak mau buang-buang waktu untuk hal yang tidak berguna!" Pinta Pak Bagus pada supirnya.
"Baik, Pak." Pak Jaya segera berlari dan masuk ke dalam mobil, lalu melajukan mobil itu menjauh dari Zavir.
Zavir hanya berdiri di tempatnya, Ia seakan sudah sangat lelah dengan permasalahannya.
Zavir kembali mendekati motornya, dan melanjutkan niatnya untuk pulang ke rumah.
***
Di kediaman Gania, Rania sudah sampai di rumah. Sang ibu tinggal di rumah pribadi, dan sesekali Ia bersama suaminya juga tinggal di rumah dinas yang sudah di sediakan.
Sesampainya di rumah, Rania langsung membawa sang adik ke ruang keluarga.
Saat itu kebetulan ibu Gania tengah ada di rumah, jadwalnya prakteknya di rumah sakit umum daerah Bandung hanya sampai pukul satu siang.
"Loh, Rania. Tumben Kamu ke sini, ada apa?" Tanya Susi, ibu dari Gania.
"Gania. Kok Kamu bisa dateng barengan sama Kakak Kamu?" Tanya Bu Susi lagi.
Keduanya belum menjawab, hal itu membuat sang ibu semakin penasaran.
"Ada apa ini? Kalian duduk sekarang!" Pinta sang ibu.
"Ini siapa yang mau cerita? Rania atau Kamu Gania?" Desak sang ibu.
Gania menunduk, Ia seakan tak bisa berkata apapun saat ini.
"Jadi gini, Bu. Tadi Aku mendapati Gania di giring petugas patroli ke polsek," ujar Rania.
"Apa? Kamu di bawa ke polsek karena apa?" Tanya sang ibu yang terkejut mendengar anak gadisnya di bawa ke kantor polisi.
"Gania gak ngelakuin kesalahan, Bu. Ini itu cuma salah paham," jawab Gania.
"Kasus narkoba, Bu." Rania berucap.
"Apa?" Sang Ibu kembali terkejut.
"Tapi Dia tes urine menyatakan hasil negatif untuk Rania, kalau teman-teman Dia yang lain positif pengguna narkoba." Rania kembalu menuturkan.
Sang ibu menatap dengan tajam, dan berdiri di depan kedua putrinya.
"Ini semua gara-gara pengaruh buruk pacar Kamu itu!" Seru Bu Susi.
Gania ikut berdiri, Ia menentang ucapan sang ibu.
"Nggak. Ini bukan salah Zavir, Bu. Kenapa sih Ibu selalu jelekin Zavir, Dia tuh gak ada kasih pengaruh buruk buat Niat!" Balas Gania.
"Gania. Duduk, dan pelankan suara Kamu!" Bentak Rania.
Gania menoleh, lalu Ia menjatuhkan kembali tubuhnya ke sofa.
"Ibu harus gimana lagi, sih. Biar Kamu tuh nurut sama Ibu, sama Ayah. Gak usah Kamu dekat-dekat lagi sama laki-laki itu!" Pinta sang Ibu.
"Tapi kenapa, Bu? Kasih Gania satu alasan yang masuk akal, kenapa Ibu sama Ayah gak suka sama Zavir?" Tanya Gania.
"Tidak ada alasan. Kalau orang tua sudah berkata tidak, ya tetap tidak!" Sela sang ayah yang baru saja tiba di kediaman pribadinya.
Semua menoleh ke sumber suara, Gania kembali ketakutan ketika sang ayah pulang mendadak.
"Ayah."
"Bulan depan Ayah ada tugas luar kota, Kamu ikut sama Ayah!" Seru Pak Bagus pada Gania.
Gania menggelengkan kepalanya, "nggak. Gania gak mau pergi kemana-mana!" Tolak Gania.
"Lalu mau apa Kamu di sini? Kuliah Kamu gak bener. Pergaulan juga gak bisa pilih yang baik," ujar sang Ayah.
"Lagi pula, Kamu gak ada tempat pelarian lagi di sini. Rania juga akan pindah tugas, dan Kamu akan semakin bebas berkeliaran. Ayah gak mau Kamu jadi anak berandalan!" Seru sang Ayah.
"Gania. Restu orang tua itu penting, apalagi Ibu. Ibu ingin yang terbaik untuk masa depan Kamu," tutur sang ibu yang mulai merendahkan suaranya.
"Terbaik buat Aku? Atau untuk Ibu sama Ayah?" Gania berlalu pergi menuju kamarnya.
"Gania. Ayah belum selesai bicara!" Teriak sang Ayah yang di abaikan oleh Gania.
Gania berlari menaiki anak tangga, dan segera masuk ke dalam kamarnya.
Gania mengunci pintu kamarnya, dan menjatuhkan tubuhnya ke pembaringan.
"Aarrgghh! Aku benci sama Ayah, Aku benci sama Ibu. Aku benci Kalian semua!!!" Teriak Gania sembari menenggelamkan wajahnya di bantal.
"Kenapa sih Aku gak boleh pilih laki-laki sesuai keinginanku, Zavir itu baik. Dia yang terbaik menurut Aku!" Racau Gania.
"Dengan atau tanpa restu. Aku akan tetap mempertahankan hubungan Aku sama Zavir! Selamanya!" Gania berkeyakinan kuat akan bertahan memperjuangkan cintanya itu.
Di tempat lain, Zavir baru saja tiba di rumahnya. Saat turun dari motor, Zavir melihat beberapa orang berkumpul di halaman rumahnya.
"Ada apa ini, kenapa rame-rame?" Tanya Zavir sembari berjalan mendekati kerumunan.
"Nah, ini Dia anaknya. Heh, Kamu harus tanggung jawab!" Seru salah satu warga.
Zavir mengerutkan keningnya, Ia tak paham tentang apa yang terjadi. Zavir juga melihat raut wajah para warga itu tengah menahan emosi, Zavir tak tahu apa maksud ucapan warga tadi.
"Tanggung jawab apa maksudnya?" Tanya Zavir.
"Gara-gara gaul sama Kamu. Anak Saya jadi terjerumus ke jalan yang salah, gara-gara Kamu anak Saya masuk penjara!" Seru salah satu orang tua dari teman satu club Zavir.
"Tunggu, Tante. Saya gak tahu apa-apa soal teman-teman pakai narkoba, Saya juga baru tahu tadi." Zavir menjelaskan.
"Halah. Jangan ngelak Kamu, udah jelas-jelas Kamu biang keroknya. Malu-maluin kampung, masa anak Lurah kelakuannya kayak gini. Brandalan!" Seru salah satu warga lainnya.
"Pokoknya Kamu harus tanggung jawab! Keluarin anak Saya dari penjara!" Pinta orang tua teman Zavir.
Satu warga menjadi provokator, Ia meminta warga lainnya untuk membawa Zavir ke balai desa.
"Udah geret aja ke Balai Desa. Anak berandalan gini harus di kasih pelajaran!" Serunya.
"Nggak, jangan. Saya mohon, Saya gak salah!" Zavir berlari, lalu Ia kenbali menghidupkan motornya dan melarikan diri dari kejaran warga.
"Woy. Jangan kabur Kamu!" Teriak para warga.
Dengan cepat, Zavir melajukan motornya. Ia tak mau jika harus di arak menuju Balai Desa, Ia merasa bahwa dirinya tidak bersalah dalam kasus penyalahgunaan narkoba ini.
Zavir berhenti di sebuah danau, Ia berteriak kerasnya untuk meluapkan rasa kecewanya.
"Arrrgghh. Sial, sial, sial. Kenapa soh masalahnya sampe serumit ini! Belum soal Gania, sekarang di tambah sama anak-anak club yang di penjara gara-gara narkoba! Kenapa Kalian itu gak pada dengerin ucapan Gua, sih!" Teriak Zavir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments