Malam hari, Gania tak turun untuk ikut makan malam. Ia masih merasa kesal pada kedua orang tuanya, terlebih kepada sang ayah. Ia merasa dirinya tak bebas dalam bergaul, Ia juga merasa seperti burung dalam sangkar.
Berkali-kali, asisten rumah tangga mengetuk pintu kamar Gania. Mak Liah, asisten rumah tangga yang sudah mengabdi pada keluarga Gania semenjak Gamia masih bayi. Ia sangat ramah, dan bahkan sangat akrab dengan semua anggota keluarga Gania. Ia juga orang yang sangat dekat dengan Gania, bahkan orang yang selalu Gania cari saat dirinya ingin berkeluh kesah.
"Neng, Nia. Buka pintunya, ini Mak Liah. Makan malam dulu, Neng. Dari siang Emak gak lihat Neng makan," bujuk Mak Liah.
Tak terdengar sahutan di dalam kamar, namun tak lama pintu kamar Gania terbuka.
"Masuk, Mak." Gania membuka pintu dan kembali menutupnya ketika Mak Liah sudah masuk ke dalam kamar bersamanya.
Gania berjalan menuju sofa yang ada di dalam kamarnya, Mak Liah mengikuti sembari ikut duduk di sebelah Gania.
"Makan dulu, Neng!" Pinta Mak Liah.
Gania menggelengkan kepalanya, nafsu makannya hilang karena rasa kesalnya pada kedua orang tuanya.
"Nia gak laper," sahut Gania dengan wajah cemberut.
Mak Lia menaruh nampan berisi makanan juga minuman di atas nakas sebelah sofa, Ia mencoba untuk membujuk anak majikan yang sudah Ia anggap seperti anaknya sendiri.
"Neng. Kalau gak makan, Neng Nia nanti sakit. Kalau sakit, gak bisa berangkat kuliah. Kalau gak kuliah, pastinya gak bakal bisa ketemu sama pacar Neng. Hayo gimana loh," ucap Mak Liah.
Gania terdiam, Ia tengah memikirkan ucapan asisten rumah tangganya itu.
"Tapi Nia masih kesel sama Ibu dan Ayah, Mak. Mereka kenapa sih selalu ngekang Nia, kenapa Nia gak bisa bebas kaya orang lain. Bebas mau pacaran, mau pergi kemana aja." Nia merajuk.
Mak Liah mencoba untuk tak memihak pada siapapun, Ia hanya berusaha untuk bersikap netral.
"Emak tahu, Neng pasti kesel. Tapi Neng juga harus mengerti, Ibu sama Ayah itu sayang banget sama Neng Nia. Kalau Mereka gak sayang, Mereka gak akan peduli sama masa depan Neng Nia. Mereka akan biarin Neng Nia salah pergaulan, bakal biarin Neng Nia berteman sama orang-orang gak bener. Bahkan kalau Ayah sama Ibu Neng gak sayang, mungkin Mereka juga gak akan peduli sama apapun yang Neng Nia lakuin." Mak Liah menuturkan.
"Kok Emak malah belain Ayah sama Ibu, bukannya belain Nia!" Seru Gania.
Mak Liah meraih kedua tangan Gania, dan kembali mencoba untuk memberi pengertian.
"Mak bukannya belain Ayah sama Ibu, tapi Mak juga sayang sama Neng Nia. Emak ikut ngerawat Neng Nia dari bayi, kalau Ibu lagi sibuk di rumah sakit, Emak yang jagain Neng Lia. Emak udah anggap Neng kayak anak sendiri, pastinya Emak juga gak mau kalau sampai ada apa-apa sama Neng Nia. Tuh coba Neng Nia lihat di berita-berita, banyak kasus anak perempuan yang di bunuh sama pacarnya. Banyak yang hilang gak tahu kemana setelah pergi sama pacarnya, banyak yang frustasi gara-gara pacarnya selingkuh. Emak gak mau kalau kejadian-kejadian gitu kealaman sama Neng Nia. Ih, amit-amit!" Seru Mak Liah.
"Ih Emak kok ceritanya serem-serem banget, nakutin Nia!" Seru Gania.
"Emak bukannya nakut-nakutin, tapi emang marak kasus kayak gitu sekarang. Apalagi kasus yang hamil di luar nikah, itu mah udah bukan hal yang aneh lagi. Sampai si korban itu ngambil jalan pintas, seperti aborsi misalnya. Itu kan bahaya buat nyawanya juga, kasihan juga sama janin yang gak berdosa. Jangan sampai Neng kayak gitu," ucap Mak Liah.
Nia membayangkan, bagaimana kalau cerita buruk Mak Liah salah satunya terjadi pada dirinya. Ia akan habis di siksa sama ayahnya, apalagi kalau sampai Nia hamil di luar nikah.
"Ih serem juga, Mak. Tapi Nia yakin kok Zavir itu laki-laki yang baik, Zavir gak mungkin berani ngelakuin hal gitu ke Nia. Dia juga kan takut sama Ayah," ujar Gania.
"Nah itu juga yang harus Neng Nia pikirin, soal jabatan yang di pegang sama Ayah. Jangan sampai karena ulah Neng, karena keegoisan Neng yang gak mau nurutin omongan orang tua, malah menjadi menjatuhkan martabat dan kehormatan Ayah. Ayah itu sangat di hormati, mau di tempat kerja atau di lingkungan sini. Neng Nia harus jaga kehormatan orang tua Neng," tutur Mak Liah.
"Nia ngerti, Mak. Tapi Nia juga punya hati, Nia punya perasaan yang gak mungkin Ayah sama Ibu ngerti. Nia udah besar, Nia bisa kok jaga diri Nia juga jaga nama baik keluarga. Kenapa sih Ayah sama Ibu gak kasih Nia kepercayaan," ucap Gania.
"Sekali lagi Emak tegaskan. Ayah sama Ibu itu terlalu sayang sama Neng Nia, makannya Mereka sangat memperhatikan pergaulan Neng," jawab Mak Liah.
"Tau, ah. Pokoknya sampai kapanpun, Nia mau pertahanin hubungan Nia sama Zavir!" Seru Gania.
Mak Liah tak meneruskan penjelesannya, Ia juga tak mau jika harus ikut berdebat dengan Gania seperti majikannya.
"Ya udah terserah, Neng. Emak cuma bisa titip, jaga diri baik-baik. Emak sayang sama Neng," ucap Mak Liah.
Gania merasa terharu dengan kebaikan asisten rumah tangganya itu, Ia memeluk Mak Lia dengan erat.
"Nia juga sayang banget sama Mak," ucap Nia.
"Kalau sayang, berarti harus nurut. Sekarang Neng makan dulu," bujuk Mak Liah.
Gania akhirnya luluh, dan menyantap makanan yang sudah di bawakan oleh Mak Liah.
Selesai makan,Mak Liah izin untuk kembali ke dapur.
Gania juga merasa lelah, Ia berniat untuk segera beristirahat.
Sebelum hendak tidur, Ia mendengar seseorang mengetuk pintunya.
"Siapa?" Tanya Gania, tanpa langsung membuka pintu kamarnya.
"Ini Ayah. Buka pintunya!" Pinta sang ayah dengan suara tegas.
"Nggak. Mau apa Ayah ke kamar Nia?" Tolak Gania tak kalah tegas.
"Buka dulu pintunya!" Bentak sang Ayah.
"Nggak. Apalagi Ayah marah kayak gitu, Aku gak mau ketemu dan ngobrol sama Ayah!" Seru Gania.
Sang Ayah kalah, Ia tak memaksa Putrinya untuk membuka pintu melainkan berucap di balik pintu.
"Ok kalau Kamu gak mau buka pintu. Besok Ayah mau Kamu ikut sama Ayah, Ayah mau pindahin Kamu ke luar kota. Kuliah Kamu juga pindah!" Seru sang ayah.
Gania terkejut, Ia tak mau pindah dari Bandung. Terlebih, Ia tak mau jauh dari Zavir.
"Ayah apa-apaan, sih. Nia gak mau ikut Ayah, Nia gak mau pindah!" Tolak Gania.
"Ini perintah! Ayah tidak mau ada penolakan!" Suara sang ayah terdengar begitu sangat keras.
"Pokoknya Nia gak mau! Udah Ayah pergi, Nia gak mau ngomong lagi sama Ayah. Kalau Ayah tetap berdiri di situ, Nia gak akan pernah mau keluar kamar. Nekatnya, Nia bakalan bunuh diri!" Ancam Gania.
"Nia. Jangan macam-macam, Kamu! Ok, Ayah gak akan ngomong lagi. Tapi yang pasti, sampai kapanpun Ayah gak akan merestui Kamu sama laki-laki itu." Sang Ayah mempertegas ucapannya lalu pergi berlalu meninggalkan kamar putrinya.
Gania semakin frustasi, Ia tak mau jika sampai harus ikut sang ayah ke luar kota apalagi hingga jauh dari Zavir.
"Aku harus gimana? Pokoknya Aku gau ikut Ayah! Aku harus pergi dari rumah. Ya, Aku harus pergi dari sini secepatnya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments