Sesampainya di polsek, semua yang ada di mobil tahanan di mintai untuk turun. Semuanya masuk ke dalam ruangan, dan duduk di depan penyidik.
Satu persatu di berikan pertanyaan, Mereka di minta untuk berkata jujur.
Tak ada yang mengaku, membuat penyidik melakukan tindakan selanjutnya.
"Bawa ke ruangan, Kita akan melakukan tes urine." Perintah penyidik.
Petugas lain menuruti perintah penyidik, semuanya kini berbaris untuk melakukan tes urine.
Wajah Gania tampak begitu pucat, apalagi saat sampai di ruangan hal yang Ia takuti menjadi kenyataan.
Seorang polisi wanita, membukatkan matanya menatap ke arah barisan yang kini tengah berjalan secara beruntun.
"Gania!" Teriak polisi wanita itu.
Sontak Gania menoleh, alangkah terkejutnya Ia ketika mendapati sosok yang berteriak memanggilnya.
"Kak Rania," ucap Gania dengan gemetar.
Zavir ikut menoleh, lalu kembali menundukkan wajahnya setelah melihat kakak dari Gania.
Bripda Rania Zalendra Atmaja, atau biasa di panggil Bripda Rania. Ia sangat terkejut ketika sang adik di giring sembari memakai borgol di lengannya, sekilah Ia juga menatap ke arah Zavir yang juga ada bersama sang adik.
"Maaf, Bripda Rania. Apa Anda mengenal salah satu dari Mereka?" Tanya anggota polisi yang tengah membawa Gania bersama yang lainnya untuk melakukan tes urine.
Bripda Rania mengangguk, "ya. Perempuan itu, adik Saya. Mereka terlibat kasus apa?" Tanya Bripda Rania.
"Siap. Mereka terjerat kasus penyalahgunaan narkoba," jawab petugas itu.
"Innalillahi. Gania!" Bentak Bripda Rania.
Gania memejamkan matanya, lalu Ia memberanikan diri untuk menghampiri sang Kakak dan menjelaskan semuanya.
"Kak. Percaya sama Aku, Aku gak salah. Aku gak terlibat, Aku gak make barang haram itu. Sumpah demi Allah, Kak." Gania berusaha untuk meyakinkan sang Kakak.
Bripda Rania mengabaikan penjelasan sang adik, Ia tampaknya begitu terkejut dengan apa yang di lihatnya saat itu.
"Nggak. Jelaskan semuanya ke penyidik, dan ikuti prosedurnya!" Tegas Bripda Rania.
Gania terisak, lalu Ia kembali menuju barisan dan ikut melakukan tes urine.
Satu persatu, mulai melakukan tes.
Dengan perasaan gelisah, sang Kakak menunggu hasil yang akan du dapatkannya.
"Semoga aja Gania berkata jujur, kalau Dia sampai pakai barang haram itu, bisa habis Dia di amuk sama Ayah." Bripda Rania bergumam.
Bripda Rania merogoh ponselnya, Ia bermaksud untuk memberitahu suaminya tentang hal ini.
"Duh, kok gak di angkat. Apa lagi sibuk, ya? Padahal kan ini bukan jam Dia sibuk," gerutu Bripda Rania. Ia memiliki suami yang berprofesi seorang pengusaha batu bara, keduanya tengah menjalani hubungan jarak jauh. Sang suami tengah berada di Kalimantan, dan Rania tengah bertugas di Bandung. Keduanya sangat harmonis, namun sampai saat ini keduanya belum kunjung di karuniai keturunan.
"Ya udahlah, nanti aja Aku ceritainnya. Sekarang fokus dulu sama Gania," ujar Rania.
Satu persatu selesai melakukan tes urine, dan hasilnya memang menyatakan bahwa Gania dan Zavir negatif narkoba. Gania dan Zavir sudah yakin akan hal itu, kini Mereka tengah menunggu hasil akhirnya.
Gania kembali menghampiri sang Kakak, dan meminta tolong agar di urus kepulangannya.
"Kak. Bantuin Aku, Aku mau pulang. Gak mau lama-lama di sini," bujuk Gania.
Sang Kakak tak menimpali, namun Gania yakin bahwa kakaknya itu tak akan membiarkan dirinya berada di tempat yang tak semestinya.
Benar saja, Rania membantu sang adik agar bisa di pulangkan. Gania dan Zavir kini bebas, sementara yang lain berlanjut karena memang positif sebagai pengguna narkoba.
"Kamu ikut Kakak pulang sekarang!" Suara Rania terdengar sangat keras.
Gania menolak, Ia tak ingin pulang ke rumah karena takut menghadapi kedua orang tuanya.
"Nggak. Nia takut," ucap Gania.
"Terus Kamu mau kemana lagi?" Tanya Rania sembari melirik ke arah Zavir.
"Kamu. Pulang sana!" Seru Rania pada Zavir.
Zavir tak bisa melawan, Ia hanya mengangguk lalu dengan cepat Ia pergi meninggalkan Gania bersama kakaknya.
"Zavir!" Panggila Gania.
"Nia. Kamu nurut, dong. Kalau Kamu kayak gini terus, Ayah sama Ibu bakal tambah marah sama Kamu." Rania menuturkan.
"Kak. Pulang atau pun nggak, Ibu sama Ayah bakal tetep marah sama Aku. Selama Aku sama Zavir Mereka gak akan berhenti marah sama Aku." Gania merengek.
Rania menghela nafasnya, sebenarnya Ia tak memiliki waktu banyak untuk menghadapi masalah sang adik.
"Nia. Minggu depan, Kakak bakal pindah tugas ke Surabaya. Jadi Kakak mohon, selama Kakak di sana Kamu jangan bikin masalah lagi."
Gania menatap, "Kakak pindah tugas? Terus yang belain Aku di sini siapa?" Tangis Gania tak tertahan lagi.
"Ada Kak Gio. Tapi Kamu jangan repotin Dia, Kamu harus lebih dewasa lagi Nia. Selesaikan masalah Kamu dengan bijak," ujar Rania.
Gania terdiam, Ia hanya menundukkan wajahnya sembari mengusap pipinya yang basah karena air mata.
"Sekarang Kakak antar Kamu pulang," ucap Rania.
Gania mengangguk, dan pasrah mengikuti arahan sang kakak.
Rania pun membawa Gania pulang, selama di perjalanan Gania terus merasa gelisah.
"Duh. Bakal habis di ceramahin ini mah," ucap Gania dalam hatinya.
***
Sementara itu di jalan arah pulang, Zavir membawa motornya dengan pikiran melamun.
Ia masih tak percaya bahwa teman-temannya memakai barang haram, padahal Zavir sering mewanti-wanti untuk tidak menyentuh barang haram itu.
Di karenakan Zavir yang tak konsen dalam melajukan kendaraanya, tiba-tiba saja Ia menabrak sebuah mobil yang berhenti di depannya.
Braakk!!!
"Astaga!" Teriak Zavir.
"Duh, pake nubruk segala lagi." Zavir menggerutu.
Pintu mobil terbuka, seseorang mulai keluar dari mobil untuk menemui Zavir.
"Bisa bawa motor, gak? Gak lihat di depan lampu merah?" Bentak supir mobil mewah yang tak sengaja tertabrak oleh Zavir dari arah belakang.
Zavir menyetandarkan motornya, lalu meminta maaf atas kelalaiannya.
"Ya ampun, maaf. Saya gak sengaja, Pak." Zavir menundukkan kepalanya.
"Gak sengaja. Ini gimana mobil bos Saya ketabrak, kalau lecet bisa ganti rugi besar Kamu." Supir itu berucap dengan kesal.
Zavir melirik ke arah mobil, lalu Ia berinisiatif untuk meminta maaf langsung pada pemilik mobil.
"Boleh Saya minta maaf langsung sama bosnya, Pak?" Tanya Zavir.
Supir itu sempat terdiam, lalu Ia mengizinkan Zavir untuk menemui atasannya.
Zavir berjalan cepat, dan mengetuk jendela mobil dengan hati-hati. Saat kaca mobil terbuka, alangkah terkejutnya Ia ketika mengetahui siapa pemilik mobil mewah yang tak sengaja di tabraknya.
"Om, Bagus." Zavir berucap dengan gemetar, Ia merasa terkejut ketika pemilik mobil mewah itu adalah ayah dari Gania. Ia merasa, hari ini adalah hari sialnya. Kejadian di kantor polisi tadi saja masih membuatnya lemas, di tambah sekarang Ia harus berurusan dengan Ayah Gania.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments