Rumah Sakit Magesta
Melyana dan Adiswa tiba di Rumah Sakit Magesta, ia melihat anak semata wayangnya duduk menyendiri, seperti orang yang tak bersemangat. Melyana menghampiri Erlando untuk menghiburnya. Saat Melyana menepuk bahu Erlando, Erlando tak bergeming.
"Ini semua salahku Buk. Hiks, hiks. Maafkan aku, Buk." Erlando menangis dalam pelukan Ibunya.
"Bagaimana keadaan anakku, Dok?" tanya Melyana, saat seorang Dokter keluar dari dalam ruangan.
"Anak Ibu banyak mengeluarkan darah. Dan kami tidak memiliki stok darah yang sama dengan golongan darah anak ibu" terang sang Dokter
"Apa golongan darah Nazia dok?" tanya Erlan pada dokter.
"A+,"
"Ambil darahku saja dok, darahku juga A+,"
"Maaf, Nak. Kamu belum masuk dalam kriteria pendonor, umur kamu belum cukup,"
Erlando beranjak dari duduknya, berjalan menghampiri Nazia. Ia duduk tepat di samping Nazia. Erlando meraih tangan Nazia.
"Nazia bangun Nazia, maafin aku."
Erlando tak dapat menyembunyikan kesedihannya, ia menangis sesegukan. Ini pertama kalinya ia meneteskan air mata karena Nazia.
Sudah dua bulan Nazia berada di Rumah Sakit Magesta. Namun belum juga ada kemajuan sedikit pun. Erlando mulai frustasi, ia beranjak dari tempat duduknya menuju ruangan tempat di mana Nazia di rawat. Ia melihat suster berjalan tergesa-gesa menuju ruangan Nazia. Di sana ada Ibu dan ayahnya. Pikirannya kacau ia takut Nazia kenapa-napa, saat hendak menghampiri Ibu dan ayahnya. Ia mendengar percakapan seorang Dokter dengan Melyana.
"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Melyana.
"Maaf, kami sudah berusaha. Namun anak Ibu tidak dapat kami selamatkan," ujar seorang Dokter.
Mata Erlando mulai berkaca-kaca. Ia tak kuasa menahan rasa sakit, seketika air matanya kembali membasahi pipinya. Erlando sendiri tidak tahu, kesedihan ini karena kesalahannya atau karena ia menyayangi Nazia. Erlando berjalan menghampiri Nazia yang kini pucat dan tak beryawa lagi.
Kediaman Magesta
Jenazah Nazia di bawah pulang ke rumah Magesta, kerabat maupun tetangga mereka berdatangan. Suasana di rumah Magesta sangat ramai. Banyak orang yang ikut mengantar jenazah ke tempat istrahat terakhir nya. Semua asisten rumah Magesta dan para pekerja lainnya ikut mengantar jenazah Nazia. Saat di pemakaman, Erlando mencoba kuat. Melyana belum bisa menerima kenyataan hingga membuatnya terus menangis.
Erlando dan Adiswa mencoba untuk menenangkan Melyana. Saat Melyana hendak berdiri, tiba-tiba Melyana jatuh pingsan. Erlando segera mengendong ibunya dan membawanya ke mobil, mereka pun pulang meninggalkan Nazia seorang diri di dalam sana.
Saat Melyana membuka mata. Ia melihat disekelilingnya, tak ada wajah yang ia rindukan.
"Lan, Di mana adikmu?" tanya Melyana.
Pertanyaan itu berhasil membuat seisi rumah Magesta meneteskan air mata. Melyana kembali mengingat apa yang telah terjadi, air matanya jatuh.
"Tidak mungkin, Nazia anakku tidak mungkin pergiii... Kalian pasti bohong kan! Naziaaaa jangan tinggalin ibu Naziaaa," teriak Melyana histeris. Ia menangis meraung-raung memanggil nama Nazia.
Erlando memeluk ibunya, mencoba untuk menenangkan, Melyana semakin terisak membuat Erlando kembali merasa bersalah. Ia melepaskan pelukannya, meraih tangan ibunya.
"Maafkan aku, Buk. Ini semua salahku." ucapnya. "Jika dulu aku memperlakukannya dengan baik. Mungkin Nazia takan pergi ninggalin kita." lanjutnya sambil memegang tangan ibunya.
Melyana melepaskan tangannya dari genggaman tangan Erlando.
"Keluar kamu dari sini!" seru Melyana.
Erlando yang mendapatkan perlakukan seperti itu membuat hatinya hancur berkeping-keping.
"Buk, aku mohon Buk. Jangan seperti ini, aku tahu aku salah dan aku minta maaf!" ujar Erlando meraih tangan ibunya.
Malam hari
"Ibu, ibu makan ya nanti aku suapin." Erlando membujuk ibunya.
Prang.....
Melyana membuang makanan yang Erlando bawa.
"Pergi kamu dari sini!!" pekik Melyana.
"Ibu, aku mohon Buk. Ibu jangan seperti ini lagi." Erlando menenangkan ibunya.
"Nazia... ibu kangen kamu Nazia..." tangis Melyana pecah.
"Pergi kamu!!!" Melyana semakin marah.
Erlando keluar dengan mata yang kini merah menahan tangis, ia tidak menyangka ibunya akan membencinya.
"Akulah yang bersalah, akulah penyebab Nazia meninggal. Akulah penyebab kehancuran keluarga ini." Batin Erlando saat duduk di sofa samping jendela kamarnya.
Sikap Melyana yang selalu menyalahkan Erlando membuat Erlando semakin terluka. Sikap kasar Erlando pada Nazia bukan tanpa alasan, Erlando memiliki alasan kenapa ia tidak mau menerima Nazia sebagai adiknya.
Esok hari.....
"Ayah, Ibu, aku pamit ya." Erlando pamit pada kedua orang tuanya untuk ke sekolah.
"Iya sayang. Hati-hati ya," ujar Adiswa seorang, Melyana hanya diam dan tak ingin menatap anaknya.
Erlando menatap ibunya sejenak. "Mungkin ibu masih marah padaku," batin Erlando.
Erlando keluar dari rumah menuju garasi motor miliknya, ia menaiki sepeda motornya kemudian pergi meninggalkan rumah Magesta. Dalam perjalanan ia terus memikirkan Nazia.
"Aku menolakmu untuk hadir tapi kamu bersikukuh untuk tetap tinggal. Lantas, akukah yang salah atas kepergianmu?" batin Erlando.
Sepeda motor Erlando terparkir di tempat parkir sekolah, dengan segera Erlando turun dari motor menuju kelasnya. Terdengar sorak dan canda tawa dari siswa dan siswi.
"Hai, Lan." sapa Anata
"Hai, Anata!" balas Erlando dengan senyum.
"Ada yang ingin aku katakan padamu," kata Anata.
"Aku turut berduka atas kepergian Nazia," kata Anata.
"Akhirnya Nazia pergi untuk selama-lamanya." batin Anata dengan senyum.
"Terimakasih Anata." kata Erlando.
Erlando kembali pada aktivitasnya yaitu sebagai siswa di salah satu sekolah ternama di Australia. Kepintarannya membuat banyak wanita yang dekat dengannya. Erlando yang memiliki sifat play boy membuatnya semakin mengikuti gaya tren. Ia sangat populer di sekolahnya. Selain pintar ia juga sangat tampan. Ia sangat dingin dan membenci wanita yang suka mencari perhatian. Baginya wanita yang seperti itu adalah wanita murahan.
Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa jam pertama telah usai. Erlando keluar dari kelas menuju tempat terakhir ia membentak Nazia. Matanya mulai berkaca-kaca. Bayangan tentang Nazia kembali hadir. Seketika Erlando jatuh tersungkur di tanah.
"Nazia, maafkan aku. Akulah penyebab semua ini. Akulah anak pembawa sial! Kenapa kamu tidak mendengarku! Aku memintamu pergi dari rumah dan kenapa kamu tetap tinggal. Maafkan aku, Naumi, Maafkan Aku Nazia." batin Erlando dengan bulir air mata.
Aaaaaaaaaak.. Erlando berteriak sekuat mungkin.
"Naumi, Nazia, maafkan aku hikz hikz hikz. Aku tidak pantas menjadi kakak kalian. Aku anak pembawa sial. Aku tidak pantas untuk kalian panggil kakak." tangis Erlando pecah.
"Apa yang kakak lakukan di situ? Apa kakak merindukan kami. Kami sangat menyayangi kakak. Kami titip ibu dan ayah ya kak."
"Naumi, Nazia. Apa kalian di sini?" Erlando berdiri saat mendengar kalimat yang baru saja ia dengar.
"Akhhhh... ternyata itu hanya halusinasiku saja," pekik Erlando.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung....
Jangan lupa tap jempolnya ya kak 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Sept September
semangat kakakkkk 🤗
2020-09-11
1
Erlina Khopiani
semangat up
2020-09-08
1
ᴘɪᴘɪᴡ ❶ ࿐ཽ༵ ᴮᴼˢˢ
Next up
2020-09-04
0