Keesokan harinya.
"Lo balik lagi ke US kapan?" Tanya Rama saat ia bersama Benedict selesai mengaudit keuangan usaha milik mereka bersama.
"Ngapain Lo nanya-nanya," jawab Benedict ketus.
"Kok Lo ketus? Biasa aja bro, sensi amat, gue cuman nanya doang," Rama heran dengan sahabatnya itu.
"Gue mau lama di sini,"
"Terus kemarin gue nggak sengaja ketemu Tante Anna, beliau nanyain Lo,"
Mendengar ucapan sahabatnya, raut wajah Benedict berubah, "terus Lo bilang apa?" Tanyanya.
"Ya gue bilang Lo baik-baik aja, terus beliau juga kirim salam sama Lo, terus berharap Lo bisa nemuin beliau,"
Benedict bangkit, moodnya mendadak jelek, "gue balik dulu," ucapnya berlalu meninggalkan ruangan itu.
Saat lelaki turun ke bawah, pekerja cafe sedang bersih-bersih. Setelah tadi jam sepuluh cafe ditutup, Benedict melihat gadis yang sedang mengelap meja, lelaki itu menghampirinya.
"Ay, masih lama nggak?" Tanya Benedict tiba-tiba.
Ayudia yang sedang melamun, "eh, mas Ben kaget aku, ada apa ya? Bisa ayu bantu?"
"Kamu ngelamun, ya? Saya nanya, kamu pulangnya masih lama nggak?" Tanyanya lagi,
"Oh paling nanti setengah sebelas Ayu udah selesai, emang kenapa mas?"
"Ya udah, saya tunggu di parkiran ya," ucap Benedict berlalu meninggalkan gadis itu.
Salah satu rekan Ayudia menghampirinya, "Ayu, Lo kenal sama temennya mas Rama yang ganteng itu?" Tanya gadis bernama Ica.
Ayu mengalihkan pandangannya, "iya, nggak sengaja kenal, emang kenapa? Naksir Lo ya?" Terka-nya.
"Kalau cewek sampai nggak suka sama cowok kayak gitu berarti dia matanya jereng. Kalau nggak ya penyuka sesama jenis, ganteng gitu Ayu," Ica mendramatisir.
"Ya emang ganteng sih! elo mau gue kenalin? Tapi beliin gue nasi uduk, lusa pas masuk sif pagi," kata Ayudia mulai membereskan kursi.
"Jangankan nasi uduk, nasi Padang gue beliin, asal bisa kenalan sama itu cowok, sampai gue dapat nomor handphonenya, Lo gue kasih duit lima puluh ribu," tutur Ica,
"Serius Lo? Tapi gue aja nggak punya nomor handphonenya, lagian kan gue cuman sebatas kenal aja, nggak Deket juga, gue baru dua kali ketemu," ujar Ayudia.
"Gue juga baru liat beberapa hari ini sih, gue denger dari barista, katanya, dia tinggal di Amrik, kesini cuman main doang,"
Sambil membersihkan cafe, mereka terus berbincang, "oh gitu, Tapi kok bahasa Indonesia nya fasih banget, nggak ada sama sekali logat bule,"
"Emang Lo pernah ngobrol banyak sama dia?" Tanya Ica penasaran,
"Jangankan ngobrol, tidur di kasur yang sama aja gue pernah," ucap Ayu dalam hati, namun tak mungkin ia mengungkapkan hal itu pada rekannya. "Waktu gue nganterin nasi Padang pesanannya mas Rama, kemarin gue sempet ngobrol sama dia." Dia beralasan
"Nyesel gue malah minta tolong Lo yang nganter, harusnya kan itu jatah gue, karena gue masih males ngeliat mas Rama, ingat kan pagi-pagi gue diomelin gara-gara gue telat," ungkap Ica teringat kejadian beberapa hari yang lalu,
"Salah Lo si, udah tau masuk sif pagi, Lo malah bergadang maraton Drakor,"
"Ya orang seru, udah gitu aktornya kan favorit gue," Keduanya berbincang hingga selesai membersihkan cafe.
"Jangan lupa kenalin gue sama temennya mas Rama," ucap Ica saat keduanya berjalan menuju pintu keluar cafe,
Di parkiran keduanya melihat lelaki yang mereka maksud sedang duduk di bangku yang tersedia di pinggir parkiran cafe, "ingat ya ca, nasi uduk kalo dapet nomor tambah duit lima puluh ribu, jangan lupa Lo! Apa lagi ngutang," Ayudia mengingatkan.
"Iya tenang aja,"
Keduanya menghampiri lelaki yang sedang merokok itu, "Hai mas Ben," Ayu menyapa.
Benedict bangkit sembari mematikan rokoknya, "hai !!" sapanya kembali, namun ia heran mengapa gadis itu datang bersama rekannya.
"Oh ya, mas Ben kenalin ini teman aku, namanya Ica, salah satu pekerja cafe juga,"
Ica mengulurkan tangannya, mau tidak mau, Benedict membalas uluran tangan gadis itu, keduanya menyebutkan nama masing-masing
Sempat beberapa saat tidak ada pembicaraan, sampai Ayudia angkat bicara, "em Ica, mas Ben, Ayu pulang dulu ya, udah malam," pamitnya meninggalkan kedua orang berbeda jenis kelamin itu,
Melihat gadis yang sedari tadi ditunggunya malah meninggalkannya, mendadak raut wajah Benedict berubah masam, tanpa mengatakan sepatah katapun lelaki itu berlalu meninggalkan Ica sendirian, "ya ampun dingin banget itu cowok, tapi emang rata-rata orang ganteng kan dingin, biar keliatan Cool gitu," ucap Ica berbicara sendiri, ia pulang berjalan kaki menuju tempat kosnya,
Disisi lain, Ayudia sedang menunggu angkot yang biasanya masih lewat, walau sudah jarang, hal itu ia lakukan agar bisa mengirit ongkos dibandingkan jika dia harus menaiki ojek.
Belum sampai lima menit, motor sport berhenti tepat di halte dimana Ayudia menunggu angkot,
Lelaki itu membuka helm, dan menghampiri gadis yang mengenakan cardigan cokelat, "loh mas Ben, kirain tadi mau nganterin Ica, kok malah di sini," kata Ayudia tak enak,
Benedict mengerutkan keningnya, "saya nunggu kamu, nggak nunggu teman kamu," ucapnya ketus.
"Kenapa mas Ben nunggu Ayu?" Tanyanya heran.
"Memangnya saya nggak boleh nunggu kamu atau antar kamu? Kan udah ada helm juga buat kamu, sayang kalau nggak dipakai," sahutnya beralasan.
"Ya boleh sih, tapi Ayu nggak enak kalau ngerepotin mas Ben terus," ujarnya tak enak,
"Saya seneng kok kalau kamu repotin, udah yuk balik," dia memberikan helm berwarna biru muda yang dibelinya kemarin.
Di perjalanan, saat motor berhenti di lampu merah, "Ay, kamu lapar nggak?" Tanya lelaki yang menggunakan jaket kulit berwarna hitam,
"Agak lapar sih, mas Ben mau makan?"
"Ada rekomendasi buat makan malam nggak?"
"Kalau mau, ada sate Deket gang masuk rumah Ayu,"
Lampu berubah menjadi hijau, Benedict menjalankan motornya kembali tanpa menjawab ucapan gadis dibelakangnya,
Benedict memarkirkan motornya disamping warung tenda yang menjual sate rekomendasi dari Ayudia.
Gadis itu menyebutkan pesanannya pada penjual sate, lalu ia dan Benedict duduk di bangku plastik yang disediakan untuk pengunjung.
Ayudia teringat ucapannya dengan Ica tadi saat di cafe, "Mas Ben, boleh Ayu minta nomor ponselnya nggak?" Tanyanya menyodorkan ponselnya.
Dengan senang hati Benedict mengetikan beberapa angka lalu memberikannya pada gadis di hadapannya.
"Mas Ben seumuran sama mas Rama ya?" Tanya Ayu setelah menerima ponselnya kembali.
"Iya, kami dulu teman dari SD,"jawab lelaki yang sedang mengetikan sesuatu di ponselnya,
Sedikit ragu, namun Ayudia memberanikan diri, "em... Mas Ben udah punya pacar belum?" Tanyanya malu-malu,
"Kok tiba-tiba nanya gitu? Emang kalau saya belum punya pacar, kamu mau jadi pacar saya?" Tanya laki-laki itu kembali.
"Ih... Mas Ben, kan Ayu cuman pengen tau, tinggal jawab udah atau belum apa susahnya gitu," ungkap Ayudia kesal.
"Belum Ay, saya jomblo, nah sekarang kamu mau jadi pacar saya?" Ucap laki-laki itu tersenyum dengan tatapan lembutnya.
"Apaan sih mas, Ayu tuh cuman nanya doang, lagian mas Ben itu terlalu bagus buat Ayu yang kelewat biasa aja,"
Obrolan mereka terhenti sejenak ketika sate pesanan mereka datang, "kok kamu ngomongnya gitu, saya juga cuman laki-laki biasa yang kerjaannya cuma lontang Lantung nggak jelas," dia merendah sembari memakan sate kambing yang disiram saus kacang itu.
Ayudia yang juga sedang menyantap sate Ayamnya berucap, "Lontang Lantung kok, punya motor sport semahal itu, udah gitu kosannya ada AC nya segala,"
Benedict yang melihat sudut bibir gadis dihadapannya ada saus kacang, berinisiatif mengusapnya menggunakan jari tangannya, lalu saus kacang yang menempel di jarinya ia jilat tanpa rasa jijik.
Melihat hal itu, wajah Ayu memerah malu, "ih mas Ben apaan si,"
"Udah makan dulu, lanjut nanti ngobrolnya,"
Keduanya makan dengan lahap, sepertinya mereka kelaparan.
Setelah menyelesaikan makannya Ayudia menemui penjual sate itu dan memesan lagi untuk di bungkus,
"Kenapa, kamu mau nambah?" Tanya Benedict.
"Nggak, aku pesan buat adik-adik di rumah,"
"Oh, kamu besok masuk apa?" Tanya Benedict.
"Besok Ayu Off, lusa baru masuk pagi,"
"Besok kamu ada acara nggak?"
"Paling Ayu ngerjain kerjaan rumah, nyuci sama beres-beres rumah aja,"
"Biasanya selesai jam berapa?"
Ayudia sejenak diam berpikir, "em ... Paling sekitar jam sepuluh, kenapa emang?" Tanyanya heran.
"Ikut saya yuk,"
"Kemana?"
"Jalan-jalan aja, besok saya jemput,"
"Tapi mas, aku belum gajian, nggak enak kalau jalan-jalan mas Ben yang bayarin,"
"Kan saya yang ajak, jadi saya yang bayarin,"
"Ayu kabarin besok ya?"
Keduanya bangkit setelah penjual menyodorkan sate yang sudah dibungkus, "mas biar aku bayar sendiri sate yang di bungkus,"
Namun Benedict tidak mempedulikannya, ia membayar seluruh pesanan,
Ayudia melarang Benedict mengantarkannya hingga ke rumahnya, katanya motor sport milik lelaki itu akan menarik perhatian tetangganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments