Aku sudah berada di rumah Nenek, Mereka begitu khawatir ketika mendapat kabar bahwa Aku tak masuk sekolah.
Ayah memang datang menemui Nenek, namun Ayah tak memberitahukan bahwa sudah memindahkan Aku ke sekolah lain. Saat itu Nenek bermaksud untuk menemuiku di sekolah, namun Ia terkejut ketika Aku tak ada di sekolah. Nenek langsung menanyakan pada kepala sekolah, dan Nenek kembali di buat terkejut ketika mendengar Aku telah di pindahkan oleh Ayah.
Saat tiba di rumah, Nenek mengajakku berbicara.
"Na. Sini Mamah mau kasih tahu sesuatu," ucap Nenek.
Aku mengangguk, dan duduk di sebelah Nenek.
"Na. Kalai ada yang jemput Kamu di sekolah, tanpa sepengetahuan Mamah sama Bapak, Kamu jangan mau. Siapapun, termasuk Ayah. Nana ngerti?" Tanya Nenek.
Aku tak menjawab, "kenapa Ayah gak boleh jemput?" tanyaku.
"Bukan gak boleh, tapi kalau Ayah jemputnya pas ada Mamah boleh aja. Tapi kalau jemputnya gak bilang dulu sama Mamah, Nana jangan langsung mau. Nana ngerti, kan? Mamah tadi kaget pas Nana gak ada di sekolah, ternyata Ayah pindahin Nana ke sekolah lain. Ayah gak ngasih tahu Mamah dulu," ujar Nenekku.
Aku tak menyangka, ternyata Ayah berbohong padaku. Tapi kenapa Ayah harus bohong?
Siang hari, Aku mendengar suara yang tak asing. Ku lihat lewat jendela rumah, ternyata memang benar. Uwa Popon datang menemui Nenek, Mereka tengah membicarakan sesuatu. Aku berjalan menuju pintu, dan diam di baliknya.
Aku mencoba mendengar apa yang Mereka bicarakan, terlebih Mereka berbicara di teras rumah dan dengan suara yang di pelankan.
"Kenapa Nana di jemput lagi dari sekolah?" Tanya Uwa pada Nenek.
"Emangnya kenapa? Koswara aja gak bilang dulu bawa Nana terus main pindahin ke sekolah lain," tukas Nenek.
"Ya wajar, Dia kan Ayahnya. Dia punya hak buat bawa anaknya kemanapun Dia mau," ujar Uwa.
"Tapikan pas cerai sama Andini, Nana tinggal sama Saya. Koswara baru nemuin Nana lagi kemarin, harusnya Dia bilang dulu dong. Saya juga Neneknya, ada Ibunya disini. Saya juga punya hak!" Seru Nenek.
"Ibunya mana? Dia udah gak mau ngurus anaknya sendiri, buktinya sekarang Dia gak serumah sama anaknya. Dia malah milih tinggal di rumahnya sendirian!" Wa Popon tampak tak terima dengan penuturan Nenek.
"Dari bayi emang udah sama Saya, sama aja mau sama Ibunya atau Saya juga. Saya bisa kok ngurus Nana, kalau Ayahnya nanti pulang kerja boleh kok nemuin Nana. Dengan catatan harus datang baik-baik, minta baik-baik. Bukan kayak kemarin, gak kasihan sama Nana. Dia nanti bingung kenapa di pindah-pindah terus!" Seru Nenekku yang mulai merasa kesal.
Uwa pun menyerah, Ia memutuskan untuk pulang tanpa berhasil membawaku lagi.
Semenjak itu, hampir berminggu-minggu Aku tak bertemu dengan kedua Uwaku. Bahkan sesekali Aku mendengar dari tetanggaku yang lain, bahwa Uwa pernah mengatakan Nenek membawaku ke orang pintar agar tidak mau ikut bersama Uwa ataupun keluarga Ayah yang lain.
Nenek membantah kabar tersebut, bahkan Nenek berani bersumpah untuk hal itu.
Aku juga tak tahu, kenapa tiba-tiba Aku merasa tak ingin bertemu dengan kedua Uwaku, terutama Wa Popon.
Selepas Ibu bercerai dengan Ayah, Ku lihat tak ada yang berubah dari Ibu. Ibu tampak biasa-biasa saja, seperti tak merasa kehilangan ataupun sedih karena rumah tangganya bersama Ayah berantakan.
Aku selalu mendengar Ibu yang bernyanyi-nyanyi, bahkan Ibu juga sering gonta ganti ponsel padahal Ibu tak memiliki penghasilan sendiri.
Sudah lewat beberapa bulan, Ayah mulai datang lagi menemuiku. Kali ini keadaan jauh lebih baik, Ayah tak memaksaku untuk ikut bersamanya. Kali ini, Ayah akan selalu menuruti keinginanku. Ayah selalu meminta izin pada Nenek, ketika Ia ingin mengajakku pergi.
Hari ini, Ayah kembali membawaku ke rumahnya.
Ayah tinggal bersama pamannya, dimana Ayah sudah menganggap paman seperti orang tuanya sendiri.
Sama halnya dengan rumah tangga Ayah, kedua orang tua Ayah juga bercerai.
Ayah di asuh oleh Paman Aman, Aku biasa memanggilnya Aki Aman.
Aki Aman adalah seorang pensiunan berpangkat Letnan, dimana uang pensiunan itu di percayakan Aki untuk di kelola oleh Ayah.
Hari itu, Aku tengah duduk di ruang tv. Tiba-tiba saja Ayah datang, namun Ia datang tak sendirian.
Ayah datang dengan seorang peremuan dewasa, tubuhnya tinggi, kulitnya putih, rambutnya panjang, Perempuan itu memiliki wajah yang cantik.
Ayah memintaku duduk di sebelah teman wanitanya, dan Ayah mengenalkannya padaku.
"Nana, kenalin. Ini Ibu Wiwin," ucap Ayah.
Aku tersenyum, lalu mencium tangan wanita itu. Awalnya Aku tak tahu siapa wanita itu sebenarnya, dan saat itu Aku tak banyak bertanya.
Hari itu juga Ayah membawa Aku ke sebuah pusat perbelanjaan, tentunya bersama teman wanitanya.
Aku di bawa ke sebuah toko mainan, banyak sekali mainan lucu disana.
"Nana, suka ini gak?" Tanya Bu Wiwin.
Aku menatap sebuah benda kecil, tepatnya seperti miniatur akuarium.
Di dalamnya ada benda menyerupai ikan, dan jika Aku goncangkan, akan muncul taburan yang berkilauan.
"Suka." Aku menjawab seadanya.
"Ya udah, Kita beli ini ya." Bu Wiwin memasukan benda itu ke dalam keranjang belanjaan.
Lalu Kami kembali mengelilingi toko, dan berhenti di sebuah toko baju.
"Mau apa, Ay?" Tanya Bu Wiwin pada Ayah.
Aku refleks terdiam, teman wanita Ayah memanggil Ayah dengan sebutan khusus.
Aku semakin penasaran, siapa sebenarnya wanita itu.
Aku memperhatikan bagaimana teman wanita Ayah bersikap, Ia tampak begitu perhatian pada Ayah. Ku lihat Ia juga memilihkan pakaian yang cocok untuk Ayah, bahkan untukku juga.
"Nana. Kenapa diam aja? Mau beli apa lagi?" Tanya Bu Wiwin.
Aku menggelengkan kepala, rasanya Aku masih sungkan untuk berbicara pada teman wanitanya Ayah.
Ku lihat Ayah begitu bahagia, sudah lama Aku tak melihat senyum bahagia di wajah Ayah.
Aku ikut senang, walaupun yang membuat Ayah bahagia bukanlah Ibuku.
Ada satu pertanyaan yang membuatku berpikir keras, Aku mendengar ketika Ibu menanyakan perihal acara dua hari yang akan datang.
"Acara apa, Yah?" Tanyaku dengan polos.
Ayah dan teman wanitanya hanya tersenyum menanggapi pertanyaanku, lalu Ayah membawaku untuk mencari tempat duduk.
Setelah mendapat tempat duduk, Ayah tampak ingin membicarakan suatu hal padaku.
"Na. Dengerin Ayah! Nana sayang gak sama Ayah?" Tanya Ayah.
Aku mengangguk cepat, karena nyatanya yang Ku tahu Aku memang sangat menyayangi Ayah.
"Kalau Nana sayang sama Ayah, Nana juga harus ikut bahagia apa yang membuat Ayah bahagia."
Aku terdiam, menunggu apa yang akan di bicarakan Ayah selanjutnya.
"Nana, Ayah mau ngasih tahu. Ayah akan menikah sama Ibu Wiwin," ucap Ayah.
"Nanti Ibu Wiwin akan menjadi Ibu Nana yang baru," lanjut Ayah.
Aku hanya diam, Aku tak tahu harus menanggapi perkataan Ayah dengan cara seperti apa. Aku juga tak bisa melakukan banyak hal, Aku hanya menerima apa yang sudah menjadi keputusan Ayah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments