Kedatangan Ayah Secara Tiba-tiba

Aku melihat satu persatu barang-barang di rumahku di angkut, Ku lihat Ibu hanya berdiam diri di dalam kamar. Namun yang menjadi pertanyaanku, kemana Ayah? Semenjak kejadian perginya Ibu dari rumah dan kedatangan Ayah bersama keluarga besar untuk menjatuhkan talak, Aku belum bertemu lagi dengan Ayah. Apa Ayah tidak merindukanku?

Sepanjang hari itu, Ku lihat Kakak kedua dari Ayahku tak hentinya menangis. Beberapa kali Beliau juga menghardik Ibuku, Aku biasa memanggilnya Uwa Popon.

"Keterlaluan. Bisa-bisanya nyakitin hati adik Saya!" seru Wa Popon.

Setelah semua barang selesai di angkut, Ku lihat Wa Popon berjalan menghampiriku.

"Na. Ikut sama Uwa, yuk!" ajak Wa Popon padaku.

Aku hanya diam, tak menolak ataupun mengiyakan ajakan Uwaku.

Namun saat tangannya meraihku, Aku tak berkutik sama sekali.

Ketika Uwa berniat menaikkan Aku ke dalam mobil, tiba-tiba Aku lihat Nenek berlari cepat ke arahku.

"Pon. Tunggu!" Teriak Nenekku.

Uwa tampak tak suka melihat kedatangan Nenek, Ia menutup pintu mobil dan membiarkan Aku tetap berada di dalam.

"Nana mau di bawa kemana?" Tanya Nenekku dengan nafas tersengal.

"Mau Aku ajak nginep di rumah, gak akan lama, kok. Besok juga di anterin lagi," dalih Uwaku.

Nenek menggelengkan kepalanya, Beliau membuka pintu mobil dan langsung menggendongku.

"Nggak boleh. Nanti lagi aja nginepnya," tolak Nenek dengan tegas.

"Kenapa gak boleh? Kan Aku juga bukan orang lain," ujar Uwa yang merasa tak suka dengan sikap Nenek yang tidak membolehkan Aku ikut bersamanya.

"Koswara kan belum pulang, nanti aja nginepnya kalau Koswara udah pulang dari Sukabumi!" Seru Nenekku.

Ayah bekerja di kota Sukabumi, Beliau pulang satu bulan sekali.

Melihat sikap Nenek, Aku paham dengan perasaan Nenek waktu itu.

Ibu adalah anak pertama Nenek dan Kakek, Aku adalah cucu pertama Mereka. Sikap Nenek mungkin di sebabkan karena Ia takut, takut cucu satu-satunya tak di kembalikan lagi oleh keluarga Ayahku.

Semenjak kejadian itu, Nenek yang selalu mengantar jemputku ke sekolah. Ia tak mau kejadian serupa terulang lagi, Nenek tahu bahwa kemungkinan Uwa akan mengambilku suatu waktu tanpa sepengetahuan Nenek juga Kakek.

Seperti yang pernah Aku alami, suatu hal yang membuat marah Nenek juga Kakekku.

Waktu itu Nenek tak bisa mengantarkan Aku ke sekolah, dan Aku berusaha membujuk Ibu agar mau mengantarkanku ke sekolah.

Ku coba memberanikan diri untuk menemui Ibu di dalam kamarnya, Aku sudah mengenakan pakaian seragamku pagi itu.

"Bu. Ibu lagi apa?" Tanyaku dengan hati-hati.

"Kamu gak lihat Ibu lagi apa?" Tanya balik Ibu.

Ku tatap apa yang di lakukan oleh Ibuku, Dia tengah bersolek di depan cermin sembari mendengarkan musik dangdut.

"Bu, Mamah gak bisa anter Nana ke sekolah. Ibu mau kan anterin Nana," ucapku.

"Emangnya si Mamah mau kemana?" Tanya Ibu, sembari menghentikan sejenak aktifitasnya yang tengah mengukir alis.

"Katanya mau ada urusan sama Bapak," jawabku. Hari itu Nenek ingin membawa Kakekku ke dokter, karena Kakek tengah merasa tak enak badan.

"Ish. Si Sandi mau sekolah gak?" Tanya Ibu.

Sandi adalah anak dari Bi Amel dan Paman Iyan, Ia satu kelas denganku.

"Mau," jawabku.

"Ya udah si Sandi kan sekolah, pasti di anterin Bi Amel. Kamu pergi sama Bi Amel aja, kan sama aja. Kenapa harus di tungguin sama Ibu juga," ujar Ibuku.

Aku hanya diam, rasanya hatiku sakit mendengar penolakan Ibu saat itu.

Aku mengangguk kecil, dan keluar dari kamar Ibu.

Aku melihat Bi Amel yang sudah siap untuk berangkat, dan Dia melihatku keluar dari rumah tanpa di temani Nenek ataupun Ibu.

"Na. Si Mamah gak nganterin?" Tanya Bi Amel.

"Nggak, Bi. Mamah mau nganterin Bapak ke Dokter," jawabku.

"Oh, kalau si Ibu?" Tanya Bi Amel lagi.

Aku menghela nafasku, "Ibu nyuruh Nana berangkat sama Bi Amel." Aku menjawab dengan kecewa.

"Ih si Andin keterlaluan!" Seru Bi Amel.

"Ya udah hayu sama Bi Amel aja!" Ajak Bi Amel.

Akupun mengangguk, Aku dan Bi Amel juga sandi berjalan menyusuri gang rumah. Setelah sampai di jalan besar, Kami harus menunggu dulu delman sebagai salah satu alat transportasi waktu itu.

Untuk pertama kalinya, Aku sekolah tanpa di temani oleh Ibu dan Nenek. Padahal dulu Ibu sering mengantarkanku sekolah, bahkan menunggu hingga jam pelajaran selesai.

Tapi sekarang, Aku harus mulai terbiasa dengan kehidupan baruku yang Aku sendiri belum memahami semua kejadian yang menimpa keluargaku saat itu.

Saat tiba di sekolah, Aku dan Sandi langsung masuk ke dalam kelas. Bi Amel menunggu di kantin sekolah seperti biasanya, dan akan menunggu di depan kelas ketika jam istirahat juga ketika jam pelajaran terakhir saja.

Saat itu Aku tengah duduk di bangku, melihat teman-temanku yang tengah bermain. Entah mengapa, Aku tak bergairah seperti dulu. Rasanya hidupku berubah begitu saja, tanpa Aku sadari hal itu membuatku menjadi anak yang pendiam.

Ketika Aku tengah termenung, tiba-tiba saja Aku melihat Ayah masuk ke dalam kelas.

Aku sempat tak percaya, dan menyangka bahwa Aku tengah bermimpi.

Namun, semua terasa nyata ketika Ayah berhambur memelukku.

"Nana!" Seru Ayah, sembari menggendongku dan berkali-kali mencium pipiku.

"Ayah," ucapku lirih. Air mataku jatuh begitu saja.

"Ayah kangen sama Nana," ucap Ayah sembari menangis.

Aku membalas pelukan Ayah, rasanya sesak di dadaku selama ini hilang saat itu juga.

"Ayah kemana aja? Kenapa Ayah baru nemuin Nana," ucapku.

Ayah menghapus air matanya, namun Ia tak menjelaskan apapun padaku.

"Nana ikut Ayah sekarang, yah. Mau?" Tanya Ayah.

Dengan cepat Aku menganggukkan kepalaku, dan mengiyakan ajakan Ayah. Sebelum pergi dari sekolah, Ayah membawaku ke ruang kepala sekolah terlebih dulu. Aku sedikit mendengar percakapan antara Ayah dengan Kepala sekolah, Ku dengar Ayah berniat untuk memindahkan Aku ke sekolah yang lain.

Aku sempat terkejut, rasa takut seketika menyeruak.

"Sekolah baru?" Aku terdiam, tanganku langsung berkeringat.

Selesai berbicara dengan kepala sekolah Ayah langsung membawaku pergi.

Ayah mengajakku untuk mampir ke sebuah supermarket terlebih dulu, dan Ayah memintaku untuk membeli apa saja di sana.

"Nana mau apa? Ayah lagi ada rezeki, Nana beli apa saja apa yang Nana mau!" pinta Ayah.

Saat itu Aku sangat bahagia, Aku berhambur mengambil keranjang belanjaan dan mengambil apa yang Ku mau.

Pertanyaan-pertanyaan dalam benakku seakan hilang begitu saja, Aku sangat mengharapkan kehadiran Ayah setelah kejadian beberapa hari belakangan ini.

Namun ketika Aku tengah mengambil cemilan, tiba-tiba Aku teringat pada Bi Amel.

Aku menghampiri Ayah, dan memberikan keranjang belanjaanku pada Ayah.

"Yah. Bi Amel gimana? Nanti Aku di cariin," ujarku.

Ayah berjongkok, dan memegang bahuku.

"Gak apa-apa, nanti Ayah bilang sama Nenek sama Bi Amel."

Mendengar perkataan Ayah, Aku merasa lega. Aku percaya dengan semua perkataan Ayahku, dan saat itu Aku lupa dengan Nenek dan Kakek yang mungkin menungguku di rumah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!