Acara pernikahan sang adik tinggal menunggu hari. Anggota keluarga terlihat sibuk mempersiapkan segalanya, terutama Dewi. Dia yang sebelumnya begitu menentang, kini terlihat lebih antusias dalam merancang pernikahan sekali seumur hidup untuk Rianti. Sementara Reka yang lebih nyaman di kamar, kini mau tak mau harus ikut membantu.
Dengan kecepatan di bawah rata-rata, Reka kendarai motor metiknya. Menembus jalanan pasar yang mulai dipadati oleh pedagang dan pembeli.
"Dek, bisa cari ini?" pinta Reka sambil menyerahkan selembar kertas persegi empat kepada seorang gadis muda yang berdiri di dekat pintu masuk sebuah minimarket.
Sang gadis pun mengambil catatan kecil itu sembari tersenyum ramah. "Sebentar ya, Kak." Kemudian pergi berlalu mencari semua yang diperlukan Reka.
Setelah memenuhi semua daftar barang dari sang ibu, Reka pun membayar tanpa mengeluarkan suara. Tanpa menawar apalagi protes. Dirinya hanya ingin cepat pulang agar bisa berkasih mesra dengan guling kesayangannya.
Dengan langkah yang agak sempoyongan, ia berjalan keluar dari toko. Membawa kantong kresek yang beratnya hampir mencapai tujuh kilogram. Ya Allah, berat banget. Reka membatin seraya berusaha menyeimbangkan tubuh.
Tanpa Reka sadari, seorang pria berjalan mendekati dirinya. Pria tampan barwajah oriental dan bertubuh tinggi semampai.
"Hallo, apa kabar? Sudah lama kita gak bertemu," sapanya dari arah belakang. Suara yang terdengar berat dan mampu membuat jantung Reka seakan berhenti berdetak.
Reka mematung. Kaki dan jantung seolah mogok melakukan kewajibannya. *Dia ... apa jangan jangan ....
Memberanikan dirinya, Reka membalik tubuh. Dan dor*! Serasa ditembak mati. Tubuh Reka kaku dan lidahnya pun kelu tatkala melihat siapa sosok orang yang berbicara padanya. "K-kamu ...."
"Akhirnya kita ketemu. Aku gak tau ternyata kamu tinggal di Jogja." Pria itu tersenyum. Namun, bukan senyuman ramah yang terbentuk di bibirnya, melainkan seringaian yang tampak begitu menyeramkan.
Gleg!
Menelan saliva dengan susah payah. Melihat orang yang ada di hadapannya membuat mata Reka nanap seketika itu juga. Keringat dingin langsung membasahi tubuh. Jemari tangannya yang sedang membawa beban pun ikutan mendadak mati rasa. Sungguh, kengerian menjalar di seluruh tubuh. Hingga tanpa sadar kantong yang Reka pegang terlepas.
Reka langsung berlari, terus berlari seakan ada yang mengejar dan akan menguburnya hidup-hidup. Tidak peduli dengan tatapan aneh orang lain kepada dirinya. Netranya bahkan mengeluarkan bongkahan air yang mengalir begitu deras. Berguguran tanpa sempat ia seka karena otaknya terus saja mengatakan, 'lari Reka, lari!'
Pria itu kembali tersenyum, mengangkat sebelah ujung bibirnya. Pergilah! Pergi sejauh mungkin yang kamu mampu.
"Irwan! Ngapain lo di situ?" seru seorang wanita yang langsung membuyarkan tatapan jahatnya.
Pria yang berhasil membuat Reka ketakutan adalah Irwan syahputra. Seorang dokter bedah syaraf berusia 34 tahun yang terlihat begitu kharismatik. Mempunyai rahang yang tegas, bulu mata tebal dan hidung mancung. Irwan sendiri adalah anak tunggal dari seorang pengusaha perhiasan yang omsetnya bahkan sampai triliunan rupiah. Kinara Group, produsen dan penyedia emas terintegrasi dan terbesar yang berpusat di Jakarta. Sosok pria yang begitu sempurna, hingga para hawa berlomba ingin mendapatakan perhatiannya. Akan tetapi Reka, ia berlari, menjauh sejauh mungkin dari jangkauan Irwan. Ngeri, seolah Irwan akan menelannya bulat-bulat.
"Eh elo, Mel. Ngapain ke sini?" tanyanya kepada sahabatnya itu.
"Elo tuh yang ngapain? Tadi katanya mau beli minum?" tanya Melati balik seraya menaikkan alis.
"Gak jadi," ucap Irwan singkat sambil memungut isi kantong belanjaan Reka yang berserakan di tanah.
Melati semakin bingung akan sikap Irwan. Namun memilih mengabaikannya karena ada hal yang lebih penting daripada itu. Sebab tujuan awal mereka datang ke Jogja adalah untuk menghadiri sebuah seminar di salah satu hotel yang ada di sana.
"Kalo gitu, cepetan kita berangkat. Udah telat, ni." Melati berucap setelah melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi.
"Sorry, Mel. Elo duluan aja, ya. Gue masih ada urusan," elak Irwan. Ia ingin berjalan mencari Reka namun tertahan karena Melati meraih lengan tangannya.
"Lha, gimana sih. Kita 'kan perginya barengan. Nanti gue pulangnya sama siapa?" cicit Melati sembari bergelayut di lengan Irwan.
"Ya ampun, Melati ... lo tu udah 30 taun. Masa iya masih manja, sih. Taksi ada, yang online juga banyak. Masih bingung juga mau pulang pake apa!" ujar Irwan yang langsung mendapatkan pukulan kuat di bahunya.
Irwan lepaskan tangan Melati dan berlari mencari gadis yang selama ini terus mengganggu pikirannya.
"Ck! Temen gak setia kawan," gerutu Melati.
Sementara itu, Reka bersembunyi di celah antara dua bangunan. Ia duduk seraya memeluk lutut. Tubuhnya gemetar hebat dan jantung masih bertabuh dengan cepat. Ia berkali-kali mengintip dari balik susunan keranjang bekas. Berharap tak akan ada yang menyadari keberadaanya di lorong sempit itu.
"Ibuk, Eka takut ..." lirihnya seraya menangis. Ia dekap lututnya dengan kuat dan sesekali menyeka air mata yang seperti tak ada habisnya.
Dua tahun lalu.
Reka dan temannya yang bernama Rania tengah tarik menarik di depan sebuah club ternama di Semarang.
"Ayolah, kita masuk sekarang. Udah lama kita kayak gini, Reka. Jangan bikin aku malu dong," rengek Rania, menarik lengan Reka agar mau masuk ke dalam club.
"Gak, Ra! Aku gak mau ke tempat beginian. Tadi katanya mau ngerayain kelulusan. Lalu kenapa ke sini? Aku udah bela-belain dateng dari Jogja hanya untuk ngerayain kelulusan kita. Tapi tetap aja aku gak mau ke tempat laknat ini, Rania ...." Reka tarik tangannya tapi gagal. Rania masih tak mau kalah. Membuat para pengunjung lain menatap aneh pada mereka.
"Astaga, Reka. Kita ini udah wisuda. Udah cukup umur untuk mencoba hal baru," cicit Rania lagi. Ia peluk tubuh sahabatnya itu dari belakang, berharap Reka mau mengabulkan permintaannya.
"Tapi, Ra. Ini tuh gak bener. Tempat ini banyak mudaratnya. Sekarang mending kita pulang ke rumahmu," ajak Reka, melepas tangan Rania dengan paksa.
Rania lepas paksa genggaman tangan Reka. "Gak bisa! Kesempatanku masuk ke sini cuma malam ini doang. Soalnya besok mami papi aku udah pulang dari Jakarta. Aku pasti akan disembelih kalau mereka tau aku ke sini. Mau, ya. Kita masuk, ya. Ayo dong," rengek Rania lagi dan sekarang ia malah berjongkok, memegang tangan Reka, mengiba.
"Maka dari itu, kita harus pulang Rania ... kamu enggak kedinginan apa, pakai baju kurang bahan begitu?" sindir Reka, berharap Rania mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam diskotik.
Namun mendapat penolakan dari Reka membuat Rania menjalankan aksi liciknya. Ia berdiri, memasang wajah masam. "Ya udah kalo kamu gak mau masuk. Biar aku aja yang ke sana sendirian. Kamu liat 'kan aku pake baju minim begini. Dan kalau aku sampai diperkosa, itu salah kamu!" ancam Rania, kemudian berjalan meninggalkan Reka, masuk ke diskotik seorang diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Titik Novrianti
dokter bedah saraf,,,tau² sarafnya sendiri yang rusak🙊🙈
2023-07-29
0
Nova Lasari
hmhmhm ada apa dengan reka
2022-03-15
0
Duwi Chan
Semarang nya mana nih kak. aku juga semarang😂
2022-02-25
0