Semenjak keputusannya malam itu, Reka selalu menghindar dari sang ayah. Ia yang memang pendiam, menjadi lebih menutup diri dari kedua orang tuanya.
Tok tok tok.
"Kak, boleh Ibuk masuk?"
Reka yang sedang tiduran pun beranjak dari kasur kesayangannya, berjalan membuka pintu yang selalu tertutup rapat. Mempersilakan sang ibu masuk dan duduk di tepi ranjang.
"Kak, kamu kenapa? Seharian ini kok gak keluar kamar?" tanya Dewi yang memang tak tau perihal obrolannya dengan sang ayah.
"Tidak apa-apa, Buk. Eka cuma capek aja," ucapnya singkat sambil menundukkan pandangan. Ia memang selalu begitu seolah takut memandang mata orang lain termasuk orang tuanya sendiri.
Dewi yang melihat gelagat Reka menghela napas panjang, seakan terhimpit batu besar, begitu berat dan sesak.
Semenjak dua tahun lalu, sifat Reka berubah drastis. Ia yang selalu ceria menjadi mengurung diri dan membatasi pergaulannya dengan orang lain. Terkecuali anak didiknya. Reka begitu nyaman dengan profesinya sebagai guru sehingga tak mengganggu proses mengajarnya di depan kelas. Aneh memang, ia hanya gugup bila berdekatan dengan orang dewasa.
"Kak, hari minggu besok Riri pulang. Kita akan merayakan ulang tahunnya bersama-sama. Kakak bisa ambilin pesanan kue Ibuk di rumahnya Bu Lina?" tanya Dewi yang hanya dapat menatap pucuk rambut kepala anak sulungnya itu.
Reka masih tertunduk sambil memijit-mijit jemarinya sendiri yang terasa kaku.
"Iya, Buk. Nanti Eka ke sana," jawabnya singkat. Ia sebenarnya takut sang ibu akan bertanya perihal dirinya yang memutuskan untuk melajang seumur hidup. Tapi, beruntunglah hal itu tidak terjadi.
Dewi beranjak dari kasur. Ia kembali mengembuskan napas berat, menahan perasaan sedih yang sudah dua tahun belakangan menghampiri. Berharap keceriaan kembali menghiasi wajah cantik Reka. Namun, sepertinya sia-sia saja, karena semakin hari anaknya itu semakin menutup diri.
Kamu sebenarnya kenapa, Kak? Ibuk khawatir melihatmu seperti ini terus. Dewi membatin, melangkahkan kaki dan menutup kembali pintu kamar Reka.
****
Sabtu malam.
Reka pulang sambil membawa kotak kue ulang tahun. Ia begitu heran melihat rumah yang biasa sepi, kini mendadak ramai dengan berjejer dua mobil mewah memenuhi halaman.
Dengan perasaan aneh Reka memasuki rumah. Ia tenteng brithday cake yang bergambar Hello Kitty kesukaan Rianti.
"Asaalamualaikum," ucapnya memberi salam. Semua tamu memandang Reka kemudian menjawab, "Waalaikumsalam." Beberapa wanita paruh baya bahkan melebarkan senyum padanya yang berdiri di ambang pintu.
"Kak, tolong bikinkan minum buat tamu kita," pinta Dewi. Reka hanya mengangguk pelan kemudian berjalan menuju dapur.
"Kenapa rumah kita rame banget, Dek?" tanya Reka kepada Reza yang sedang duduk di kursi dekat meja makan.
Reza menggelengkan kepala pelan seraya mengangkat kedua bahunya. Sementara mata terfokus pada ponsel pintar yang ada di tangan.
"Udah lama?" tanya Reka lagi. Ia begitu penasaran siapakah orang yang datang dengan membawa rombongan serta banyak hantaran ke rumahnya.
"Baru, Kak. Sebelum Kakak masuk."
Tiba-tiba Reka teringat dengan obrolan dengan ayahnya tentang perjodohan. Seketika itu juga ia mendadak takut, tangan dan kakinya gemetar serta keluar keringat dingin dari tubuh.
Apa ini? Semoga ini bukan lamaran untukku. Tapi bagaimana kalau iya? Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku harus menolaknya? Ya Tuhan ... apa ini? Bagaimana aku harus menghadapinya? Nanti kalau aku menolak, mareka pasti akan membenci keluargaku.
Untuk beberapa saat Reka terlihat gelisah. Ia berjalan mondar-mandir sambil menggenggam kuat tangannya sendiri.
"Kakak kenapa?" tanya Reza yang mulai keheranan.
Reka melemparkan senyum getir pada Reza yang sedari tadi memandangnya dengan tatapan aneh. Menarik napas dalam-dalam lantas mengembuskannya perlahan, Reka pun mencoba tenang dan melakukan yang diperintahkan, membuat teh hangat dan menyiapkan makanan ringan untuk para tamu yang datang.
Dengan perlahan Reka berjalan menuju ruang tamu, membawa nampan yang berisi minuman dan camilan.
Lha, itu Riri, ngapain dia duduk di situ? Apa ini lamaran untuknya? Batinnya bertanya-tanya. Akan tetapi, ada seulas senyum di bibir tipis miliknya. Mendadak ia menjadi lega. Reka suguhkan minuman dan camilan pada semua tamu dan memilih mendekati Shinta yang sedang duduk sendirian di pojokan.
"Ada apa ini, Shinta?" tanya Reka berusaha memastikan dugaan.
"Riri dilamar, Kak. Dilamar duda kaya," ucap Shinta sambil tersenyum.
"Oh," jawabnya singkat, menganggukkan kepala.
Reka akhirnya bisa tenang, karena ketakutan yang ia rasakan sebelumnya tidak akan menjadi kenyataan. Namun, ada sedikit kekhawatiran di dalam hati kecilnya kepada sang adik yang memutuskan untuk menikah muda. Apalagi melihat orang yang melamar itu bisa dikatakan cukup tua.
Tiba-tiba Dewi beranjak dari sofa dan diikuti oleh Rianti.
"Kamu ikut Ibu juga, Kak," titah Dewi.
Mereka bertiga duduk berhadapan di meja makan. Atmosfer horor mendadak menyeruak, membuat Reka sedikit mendelik takut ke arah ibunya yang terlihat melotot.
"Ri, jawab dengan jujur pertanyaan Ibuk! Apa kamu hamil?" sergah Dewi tanpa basa-basi. Terlihat jelas ada kemarahan di matanya.
Reka yang mendengar pertanyaan untuk adiknya menjadi gelisah. Ia merasa seolah sang ibu telah menuding dirinya dan bukan Rianti.
"Tidak, Bu. Riri bersumpah, Riri tidak melakukan hal yang dilarang agama," jawab Rianti yang terdengar lirih.
Reka masih terdiam, menyimak pertanyaan demi pertanyaan yang Dewi layangkan untuk Rianti.
"Apa kamu dipaksa atau kamu berhutang padanya?" cecar Dewi.
Suasana mendadak hening, hanya terdengar isakan tangis dari Rianti.
"Apa tidak bisa menunggu Reka dulu yang menikah?" tambah Dewi lagi.
Tak di pungkiri hatinya sakit mendengar anak gadisnya yang masih remaja menikah semuda itu. Delapan belas tahun bukan waktu yang tepat untuk membina rumah tangga. Dewi empaskan punggungnya di sandaran kursi. Tak tau harus bagaimana menyikapi situasi aneh ini.
Reka yang merasa ini bukanlah masalah tentu saja mulai membuka mulut. Tak tega melihat adik belianya itu tertunduk sedih. Rianti bahkan telah memutuskan sesuatu yang cukup ekstrem untuk menikah muda. Sedangkan dirinya, menghidari yang namanya pernikahan.
"Tidak apa-apa, Bu. Eka rela kok kalo Riri menikah duluan. Jodoh tidak bisa kita tunda, apalagi kita paksakan," ucapnya meyakinkan sang ibu.
Dewi menatap dalam padanya kemudian kembali menatap Rianti yang masih menunduk takut. "Ibu tanya sekali lagi, Ri. Apa kamu benar-benar mencintai dia dan ingin menikah dengannya?" tanya Dewi lagi. Kini suaranya sedikit tenang dari sebelumnya.
Rianti hanya merespon dengan anggukan pelan pertanyaan itu. Akhirnya, berakhirlah diskusi tiga wanita di keluarga Ady gustiawan. Dewi dan Rianti kembali menghampiri para tamu yang telah menunggu. Sementara Reka, kembali ke kamar untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Suminah
keluarga yg ramai
2022-01-19
0
Tina febria
aku kok mikirnya sih reka ini udah diambil kesuciannya sm seseorang makanya dia ga mau nikah"😞
2021-04-17
1
meE😊😊
hrus y baca reka dlu baru litan aku mlh kbalik..tp gpp deh... lanjutttt .. siapin tisyu yg bnyk nii
2021-03-22
1