Moiz tidak terima karena Anggun memutuskan akan mengajukan gugatan perceraian. Pernikahannya yang baru beberapa minggu terancam kandas karena kelakuannya sendiri.
Moiz sama sekali tidak memberikan nafkah lahir maupun batin kepada Anggun, tetapi malah memanfaatkan kesempatan untuk mengeruk apa yang dimiliki Anggun selama ini.
Anggun juga sudah mengembalikan mahar cincin emas seberat 5 gram yang diberikan Moiz padanya.
"Kalau Mas Moiz menginginkan pernikahan atas dasar uang, maka sebaiknya kita akhiri. Apalagi Mas Moiz sudah membuat ibu sampai masuk ke rumah sakit. Lalu, apa lagi yang harus aku pertahankan sekarang? Rasa sakit yang berkelanjutan? Tidak, Mas!" ucap Anggun sebelum meninggalkan Moiz dengan keterkejutan yang luar biasa.
Moiz berusaha mengejar untuk meminta maaf. Dia pun berusaha memperbaiki hubungan rumah tangganya agar tidak dikira sebagai pria mata duitan. Kenyataannya Moiz sendiri lupa akan posisinya.
"Anggun, aku minta maaf. Mari kita perbaiki semuanya," pinta Moiz mengiba.
Hati Anggun sudah terlanjur sakit. Tidak hanya perkara uang yang sedianya digunakan untuk hal lain ketimbang urusan rumah tangganya. Ditambah lagi kelakuan Moiz yang membuat ibunya berada di rumah sakit sehingga darah tingginya kambuh.
"Lupakan, Mas! Pengacaraku akan mengirimkan surat perceraian kita padamu!" tegas Anggun kemudian mengemudikan motor bapaknya untuk kembali ke rumah.
Sementara Maryamah harap-harap cemas menanti Anggun kembali. Seharusnya dia berisitirahat agar darah tingginya tidak kambuh lagi, terapi tetap kekeh menunggu kembalinya Anggun.
Saat mendengar bunyi motor mulai memasuki halaman, Maryamah dan Gian bergegas ke depan. Mereka menyambut kedatangan Anggun yang entah akan membawa kabar apa.
Anggun masuk ke rumah tanpa berkata sepatah kata pun. Maryamah ingin membuntutinya, tetapi Gian menahan. Jangan sampai kekesalan Anggun menambah beban pada Maryamah.
"Bu, tunggu sampai Anggun yang mengatakannya. Jangan sampai menambah beban Ibu!" ucap Gian.
Anggun ternyata masuk ke kamar untuk mengemasi barang-barang. Setelah ini dia harus kembali ke kota karena besok harus masuk. Dia tidak mau berada di sini karena perceraiannya akan diurus dengan teman pengacara yang kenal dengannya. Semuanya akan berjalan dengan mudah ketika Anggun membawa beberapa bukti yang akan ditunjukkan.
"Bu, Pak, Anggun mau kembali ke kota. Besok Anggun harus kembali bekerja," ucap Anggun dengan tenang.
"Nggun, sebelum pergi, boleh ndak ibu bertanya padamu?" Maryamah tidak mampu menahan kegelisahannya.
"Ibu tidak perlu bertanya apa pun dan jangan mengkhawatirkan apa pun. Hubungan Anggun dan Mas Moiz sudah berakhir. Jadi, Ibu tidak perlu lagi ketakutan dengan apa yang akan dilakukan pria itu pada Ibu dan Bapak. Anggun yang akan menyelesaikannya," jelas Anggun.
Maryamah menangis. Dia sungguh dilema. Rasanya kasihan sekali pada putri semata wayangnya yang harus menjanda saat pernikahannya belum lama.
"Nduk, ibu minta maaf. Gara-gara ibu, hubunganmu dengan Moiz jadi berantakan."
Sungguh, Maryamah tidak ingin semua ini terjadi. Namun, Gian mencoba memberikan pengertian kepada sang istri.
"Jangan jadikan beban, Bu. Harusnya Anggun beruntung karena Moiz sudah berulah sejak awal. Coba Ibu pikir kalau pria licik itu tetap memainkan kebusukannya, sementara kita tidak tahu sama sekali," ucap Gian.
Maryamah mengangguk pelan. Berbekal rasa sedih, mereka mengantarkan Anggun sampai ke gerbang rumahnya. Dari sana dia akan menggunakan ojek untuk sampai ke terminal. Tidak akan menjadi masalah saat Anggun bisa menyelesaikan semuanya.
Keesokan harinya, Anggun belum bertemu dengan Jihan. Pasalnya gadis itu juga mendadak pulang karena ada sesuatu hal. Anggun langsung meninggalkan kostan untuk menuju ke pabrik karena pak Firhan pasti sudah mengharapkan kehadirannya.
Benar saja, pria itu rupanya sudah berada di ruangannya. Datang lebih pagi, kemudian melihat situasi pabrik membuatnya semakin tenang. Apalagi menunggu seseorang yang selama ini selalu menjadi perhatiannya. Ya, walaupun Firhan harus menelan pil pahit karena Anggun sudah menikah.
"Selamat pagi, Pak!" sapa Anggun.
Firhan tersenyum manis lalu mempersilakan Anggun duduk dengan perintah salah satu tangannya. Dua hari tidak bertemu membuatnya sangat rindu. Ya, rindu yang seharusnya tidak boleh terjadi.
"Pagi, Nggun. Bagaimana kondisi ibumu?"
Untuk ukuran seorang atasan, Firhan memang kategori pria yang sangat perhatian. Bukan hanya kepada Anggun, tetapi kepada seluruh karyawan di pabrik.
"Alhamdulillah sudah membaik, Pak. Kemarin sudah diizinkan pulang ke rumah."
Cuma itu informasi yang bisa diberikan Anggun padanya. Tidak mungkin kan Anggun juga menceritakan betapa brengsek suaminya? Justru Pak Firhan pasti akan merasa kasihan padanya.
Bersamaan dengan itu, rupanya ponsel Anggun berdering. Ada panggilan masuk dari Jihan, teman sekamarnya.
"Pak, boleh izin angkat telepon sebentar?"
Firhan mempersilakannya. Siapa tahu itu panggilan penting. Anggun bergegas keluar dari ruangan itu lalu buru-buru menggeser tombol hijau.
"Ya, halo?" sapa Anggun.
"Nggun, akhirnya kamu angkat teleponnya juga. Oh ya, maaf aku terpaksa pulang ke rumah. Aku lupa mengabarimu karena aku dalam keadaan darurat banget. Maaf, ya! Untuk dua hari ke depan, aku rasanya belum bisa kembali. Oh ya, katamu ibu sakit? Apa kabar? Apa sudah sembuh?" cerocos Jihan tanpa jeda.
"Hemm, ibu sudah pulang ke rumah. Jangan khawatir. Semuanya akan baik-baik saja," ucap Anggun berbohong.
Kembalinya Maryamah ke rumah memang kabar bahagia, tetapi perceraiannya dengan Moiz yang siap berjalan adalah kabar buruk baginya. Namun, Jihan jangan sampai tahu masalah ini dulu sebelum mereka bertemu.
"Tidak, tidak! Tunggu, Nggun! Nada suaramu tidak mencerminkan bahwa kau baik-baik saja. Hayo, ada masalah apa yang sedang kamu sembunyikan dariku? Cerita, dong! Kamu kan Bestie aku!" Jihan terus saja memaksa hingga Anggun pun menyerah.
Sebenarnya berada di luar ruangan Firhan adalah tempat teraman untuk mengatakan bahwa sesuatu telah terjadi pada Anggun. Jadi, Anggun tanpa pikir panjang langsung mengatakan tentang retaknya rumah tangganya sendiri kepada Jihan.
"Aku dan Mas Moiz akan bercerai, Jihan." Walaupun Anggun sudah mengatur nadanya sedatar itu, tetap saja seseorang mampu mendengarnya dengan cukup baik. Apalagi Jihan yang posisinya berada di seberang sana.
"What? Coba ulangi lagi! Sepertinya telingaku salah mendengar," teriak Jihan tidak percaya.
"Jihan, aku dan Mas Moiz akan bercerai!" Nada suara Anggun meninggi sekarang.
Jelas di telinga Firhan yang kebetulan saat ini mendengarnya merasakan sensasi yang berbeda. Antara senang, sedih, dan yah, rasa bahagia menghinggapinya.
Anggun sama sekali tidak menyadari jika sedari tadi Firhan terus mengamatinya. Perhatiannya pada Anggun memang terlihat biasa, tetapi dari lubuk hatinya yang paling dalam ada perasaan lega setelah mendengar Anggun akan bercerai dari suaminya.
"Oke, oke. Aku tidak tahu apa pun alasanmu sekarang, tetapi nanti setelah kita bertemu. Kamu harus cerita padaku!"
"Pasti, Jihan. Jaga dirimu baik-baik. Sampai ketemu lagi." Anggun lekas menutup teleponnya lalu memasukkan ke dalam saku blazernya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Dewi Oktavia mupidin
itu nama y laki suka tapi gengsi untuk mengatakan
2023-02-02
0