Nuansa putih memancarkan nuansa kesucian saat Anastasia dan Paul mengikrarkan janji suci pernikahan mereka di hadapan Pastor. Kebahagiaan mereka, turut dirasakan oleh para tamu undangan. Bianca yang duduk di bangku paling depan, tersenyum haru melihat ibunya. Akhirnya ibunya memberanikan diri untuk menikah dengan seorang pria, melepaskan belenggu masa lalu yang menyakitkan. Akhirnya, wanita berumur 40 tahun itu resmi dipinang oleh Paul Taylor. Tidak hanya Bianca, Lusy yang berada di sampingnya juga ikut merasakan hal yang sama. Kehidupan yang di dalamnya ada seorang ibu, akan ia rasakan. Terkadang ia bertanya-tanya, mengapa tidak dari dulu mereka bertemu?
Perasaan haru yang dirasakan oleh Bianca, berubah menjadi sedih saat ia teringat sesuatu.
Flashback On
Brian sedang membantu Bianca yang sedang menyiapkan dekorasi untuk resepsi pernikahan sepasang turis di sebuah resort. Ia sedang melakukan tugas praktek kuliahnya.
"Apakah jika kita menikah nanti, kau mau diadakan resepsi seperti ini?" tanya Brian. Wajah Bianca langsung memerah karena mendengar pertanyaan yang terlontar dari kekasihnya itu.
"Aku ingin seperti ini, hanya saja mempelai prianya bukan kamu." Jawab Bianca. Ia tertawa karena melihat Brian yang sudah cemberut di sampingnya.
"Bisakah nanti saja pacarannya? aku merasa sebagai obat nyamuk di sini..." Ujar Clara lalu mengambil box bunga dan mulai menata bunga-bunga.
"Aku rasa kami harus mencarikan kamu seorang pria, Clara." Celetuk Bianca, membuat Brian tertawa dan Clara semakin kesal.
Flashback end
"Seharusnya aku sadar sejak dulu. Clara memang seringkali tidak terlihat senang saat aku bersama dengan Brian." Gumamnya. Clara memang memiliki kepribadian yang cepat merasa kesal, sehingga ia pikir Clara kesal karena dirinya dan Brian yang sering bucin tak tahu tempat.
"Kau terharu karena ibumu menikah atau ada sesuatu yang membuatmu galau?" tanya seorang wanita yang berada di sampingnya. Suara itu familiar bagi Bianca, ia langsung saja menghadap wanita itu dan langsung memeluknya.
"Emma!!!" pekik Bianca kesenangan. Wanita berambut dan bermata hitam itu bernama Emma Fernandez, sepupunya dari California.
"Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanyanya.
"Kau tidak lihat? Aku sedang berenang..." jawab Emma dengan menatapnya datar.
"Yang jelas sedang menghadiri pernikahan bibiku!"
"Bukan hanya itu, aku tahu kamu. Kamu tidak akan jauh-jauh dari California ke sini, hanya untuk menghadiri pernikahan bibimu. Ada sesuatu yang lain kan?"
"Tepat sekali, gadis manis. Aku kesini untuk sebuah misi rahasia." Ungkap Emma. Bianca menatapnya dengan penuh tanda tanya.
"Sayangnya aku tidak bisa memberitahumu." Lanjutnya.
"Aku mencium bau masalah." Sindir Bianca. Emma tersenyum dan Bianca tahu arti dari senyuman itu.
...----------------...
"Itu alkohol, apakah kau akan baik-baik saja meminum itu?" tanya Jonatan pada Bianca yang hampir saja meminum minuman alkohol yang disiapkan oleh para pelayan.
"Sepertinya tidak... aku memiliki pengalaman buruk dengan alkohol." Ujar Bianca, ia langsung meletakan kembali gelas minuman itu.
"Kau Bianca Fernandez kan?" tanya Jonathan.
"Iya... dan kau Jonathan Newton?" Ia mengangguk, mengiyakan pertanyaan Bianca.
"Kau pasti merasa bosan dengan acara seperti ini." Ujar Jonathan.
"Apa maksudmu?"
"Kau tahu... ini seperti pertemuan para pengusaha dari pada sebuah pernikahan."
Bianca mengangguk, ia mengerti dan sangat setuju dengan pria itu. Awalnya setahunya kalau ibunya hanya mengundang kerabat dekat mereka saja, tapi ternyata banyak kolega dari Paul yang ikut hadir dalam acara itu. Acara pernikahannya hanya sebatas ikrar janji suci pernikahan, selebihnya seperti tempat bertemunya para pengusaha untuk saling mengobrol.
"Kenapa kau tidak gabung?" tanya Bianca.
"Bergabung hanya untuk diwawancarai oleh para ibu-ibu yang memiliki anak gadis? tentu saja tidak, terasa seperti di neraka." candaan Jonathan berhasil membuat Bianca tertawa.
"Aku tidak tahu kalau pria dingin dan terlihat seperti seorang sekretaris perfeksionis, dengan kacamata yang bertengger di hidung, itu... cukup humoris juga." Ujar Bianca.
"Kau membahas soal makan siang itu? itu bukan tempat dan juga orang-orang yang cocok untuk berprilaku seperti itu."
Obrolan mereka langsung saja berakhir saat Anastasia menghampiri Bianca, Jonathan langsung saja pergi dari situ.
"Kau baik-baik saja?" tanya Anastasia.
"Tentu saja aku baik-baik saja, Bunda."
"Kita akan bahagia bersama, akhirnya kau memiliki seorang ayah." Anastasia langsung saja memeluk anaknya, namun saat ia teringat sesuatu ia langsung saja melepas pelukannya.
"Ada apa, Bun?" tanya Bianca, ia merasakan gelagat aneh dari ibunya.
"Kau jangan marah bunda ya... bunda hanya..." Anastasia ragu mengatakannya pada anaknya itu.
"Bunda kenapa? apakah ada sesuatu yang terjadi?" tanya Bianca dengan raut khawatir. Bundanya hanya menggeleng pelan.
"Bunda baik-baik saja. Hanya saja bunda minta maaf sebelumnya, ini cukup mendadak. Paul mengajak ibu pergi berlibur ke Hawai." Ujar Anastasia. Bianca langsung saja menutup mulutnya, ia cukup terkejut.
"Honeymoon?" tanya Bianca, bundanya mengangguk.
"Astaga! bukankah itu bagus? kenapa Bunda meminta maaf?"
"Hanya saja bunda tidak enak meninggalkan kamu sendirian."
"Oh ayolah, Bun.... Bianca sudah dewasa, hanya ditinggalkan Bunda pergi Honeymoon bukan masalah besar buat aku."
"Tapi kami langsung berangkat malam ini."
"Langsung malam ini? aku rasa Paul sudah sangat tidak sabar." candanya. Anastasia langsung saja mencubit anaknya itu karena menggodanya.
"Bianca! dasar anak nakal..."
Bianca sangat bahagia melihat Anastasia tertawa lepas. Ia bersyukur karena akhirnya bundanya itu mendapat seorang pria pengganti ayah kandungnya. Karena tidak memperhatikan, Bianca menabrak seseorang saat berbalik untuk mengambil minuman.
"Awww..." desis Bianca.
"Maaf aku tidak sengaja." Ujar pria itu. Bianca yang sedang memperhatikan bajunya yang basah, langsung mematung karena mendengar suara familiar itu.
"Bianca..." panggil pria itu.
"Apakah kau baik-baik saja?" ia mengulangi pertanyaannya.
Bianca langsung saja berbalik dan pergi dari hadapan pria itu, yakni Brian, mantannya.
Matanya kembali berair, ia tidak sanggup membendung tangisannya. Tidak kuat untuk terus berpura-pura mengatakan baik-baik saja, padahal yang sebenarnya ia rasakan adalah sakit yang tak berkesudahan.
Bianca tidak sadar bahwa ia memasuki kamar mandi pria. Ia memandangi make up-nya yang sudah memudar dan wajahnya yang terlihat seperti zombie.
"Hiks... sayang sekali make up berjam-jam, tapi luntur karena menangisi pria brengsek itu... hiks..." keluhnya sambil membersihkan seluruh make up-nya menggunakan pembersih wajah.
"Untuk apa kau di sini?" tanya Lucas yang baru saja masuk ke toilet itu.
"Hiks... kenapa harus lagi bertemu pria brengsek? semua pria memang brengsek." Racau Bianca.
"Dasar wanita gila!"
Lucas menggunakan wastafel di samping Bianca. Wanita itu terus meracau sambil membersihkan wajah.
"Ayah pergi... dia yang berhasil membuatku berani komitmen juga pergi... sekarang tidak akan ada pria dalam kehidupan ku." Bianca bergumam sangat kecil, namun bisa di dengar dengan jelas oleh Lucas. Awalnya pria itu tidak ingin memperdulikan Bianca, tapi ucapannya barusan itu sukses membuat ia mengalihkan pandangannya pada wanita itu. Lucas memandang wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Namun dengan cepat ia menggeleng kepala, Jangan termakan omongan para wanita, Lucas.
...----------------...
Setelah resepsi pernikahan berakhir Bianca, Lusy, dan Lucas mengantarkan ayah dan bunda mereka ke sebuah mobil yang akan membawa mereka ke bandara.
"Bianca... perhatikan dengan Lusy, jaga dia." Pesan Anastasia, anaknya mengangguk mantap.
"Semua pekerjaan Ayah percayakan ke kamu, Lucas. Tapi tetap ayah pantau dari jauh. Dan untuk Lusy... jika kamu membutuhkan sesuatu, katakan pada para bodyguard atau pelayan di rumah." Paul juga turut memberikan pesan kepada mereka. Mereka bertiga mengangguk, Anastasia dan Paul pun pergi.
"Kau pasti kelelahan, Lusy. Ayo aku antar ke kamarmu." Ajak Bianca. Dari wajah pucat Lusy, ia tahu wanita itu kelelahan. Lusy mengangguk dan membiarkan Bianca membopongnya.
"Bukankah ibumu telah mendapatkan ayah kami? untuk apa masih repot-repot seperti seorang penjilat?" celetuk Lucas yang tersenyum miring ke arah Bianca. Mendengar perkataan dari Lucas, ia hanya diam dan berusaha tenang.
"Kakak... kau berlebihan." Ucap Lusy sambil menatap tajam ke kakaknya itu.
"Waktu akan menunjukkan aslinya seperti apa, Lusy. Kita lihat saja nanti, sampai kapan ia akan bertahan." Kata Lucas lalu meninggalkan Bianca dan Lusy.
Setelah mengantarkan Lusy ke kamarnya, selanjutnya ibu hamil itu langsung diurus oleh para pelayan. Bianca kembali ke kamarnya dan mulai membersihkan dirinya. Ia merasa lapar karena tadi pikirannya cukup kacau sehingga tidak menyempatkan diri untuk makan di acara resepsi.
"Masak apa, Bi?" tanya Bianca pada seorang ART yang sedang memasak di dapur.
"Masak pasta dan daging bakar, Nona Bianca. Apakah kau membutuhkan sesuatu?" Jawab ART itu.
"Aku ingin makan, tapi jika Bibi membutuhkan bantuan, aku bisa membantu terlebih dahulu."
"Tidak usah repot-repot, Non. Ini sudah tugasnya Bibi."
"Bianca tidak terbiasa apa-apa di urusi orang, Bi. Bianca terbiasa sendiri, jadi... rasanya lain." Bibi menatapnya sambil tersenyum. Walaupun sudah dua hari ini ia telah pindah ke rumah itu, Bianca lebih sering tidur di rumah Hana. Jadi, malam ini merupakan malam pertama ia tidur di rumah ini.
"Baiklah, Non. Kamu bisa menata piring terlebih dahulu di meja." Bianca mengangguk antusias.
...
"Aku ingin kau mencari petunjuk untuk mendapatkan informasi mengenai ayah dari wanita ini." Ujar seorang wanita. Iris hitamnya menatap foto yang ia berikan kepada pria yang memakai pakaian serba hitam.
"Baik, Nona."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments