Episode 3

Lucas sedang berenang pada kolam renang di salah satu hotel milik keluarganya itu. Ia begitu serius berenang hingga tidak menyadari bahwa ada seorang wanita yang sedang memandanginya sambil menyesap tehnya.

"Apa yang menggangu pikiranmu sehingga kau berenang pada larut malam ini?" tanya wanita itu saat Lucas telah sampai tepi kolam renang. Lucas memang memiliki kebiasaan berenang jika memiliki sesuatu yang menggangu pikirannya.

Wanita itu adalah Gabby Douglas, seorang wanita model yang cukup terkenal. Ia cukup dekat dengan Lucas, mereka sering tidur bersama. Namun tidak dapat di pastikan hubungan jelasnya mereka seperti apa, karena Lucas adalah tipe pria yang tidak menyukai hubungan yang terikat. Gaby akan datang jika Lucas membutuhkannya dan ia akan menghubungi Lucas jika ia ingin membeli suatu barang mahal. Sungguh hubungan yang saling menguntungkan bukan?

"Bukan apa-apa. Aku akan pergi berpakaian dulu." Lucas pun beranjak dari dalam kolam renang ke kamarnya untuk berganti pakaian.

Ia mengecek persediaan alat pengaman, dan ia baru sadar ternyata telah habis sekitar beberapa hari yang lalu.

"SIAL!" ujarnya. Ia menggeram kesal karena ia baru sadar bahwa beberapa hari yang lalu saat tidur dengan Bianca ia tidak menggunakan pengaman. Ini kali pertamanya ia kecolongan seperti ini.

Gaby memasuki kamar Lucas dan melihat pria itu sedang frustasi. Ia mendekatinya dan memijat bahu pria itu.

"What do you mean? Ada masalah apa hm?" tanya Gaby dan mulai melancarkan aksinya. Lucas sedang berada di situasi yang membuatnya tidak bersemangat.

"Kau pulanglah, aku sedang tidak ingin." Ujar Lucas.

Gaby mengernyit bingung, ini kali pertamanya Lucas menolak dirinya.

"Ada apa Dengan pria ini?" batin Gaby.

Perkataan Lucas itu sedikit mencoreng harga dirinya.

.

.

.

Bianca bersama Hana baru saja selesai makan di kantin kampus. Karena mereka berdua sudah tidak ada kelas, jadi mereka berencana langsung pulang, namun mereka berpapasan dengan Brian dan Clara. Tawa di wajah Bianca langsung memudar begitu saja.

"Bianca..." gumam Brian.

Bianca langsung saja menarik Hana agar segera pergi dari situ. Dia belum siap untuk berbicara lagi dengan mereka berdua. Cukup mereka berdua yang menyakitinya, ia tidak ingin dirinya sakit lebih jauh lagi. Untuk saat ini menurutnya lebih baik untuk menjauh dari mereka.

Setelah sampai ke tempat parkiran Hana langsung memeluk sahabatnya itu yang sudah menangis. Tragedi yang menimpa Bianca tidak bisa dianggap sepele.

"Kau ingin aku mengantarmu?" tanya Hanna saat tangis Bianca mulai mereda. Bianca menggeleng pelan.

"Makasih, Han. Aku mau lanjut jemput Lusy, mau temenin dia check up." Jawabnya.

"Jadi fiks nih... bunda sama om Paul bakal nikah?"

"Iya begitulah, sekitar 2 mingguan lagi."

"Kamu undang aku kan? aku pengen banget cobain seluruh makanan di acara pernikahan orang kaya."

"Kau pasti di undang, lagian kau ini seperti bukan orang kaya saja."

Hana tersenyum melihat Bianca yang mulai tertawa kembali.

"Oh iya aku hampir lupa, aku harus cepat-cepat menjemput Lusy. Makasih ya Hana sudah jadi sahabat terbaikku." Hana terdiam saat Bianca memeluk dirinya.

Bianca menaiki mobilnya dan segera menjemput Lusy yang telah menunggunya. Tak berselang lama ia sampai pada kediaman keluarga Taylor itu. Lusy menyambutnya sambil mengusap perut besarnya.

"Apakah kalian berdua baik-baik saja?" tanya Bianca lalu mengusap perut buncit ibu hamil itu.

"Aku dan dia baik-baik saja, tapi aku tidak enak merepotkan kamu." Jawab Lusy. Bianca menggeleng pelan.

"Aku sama sekali tidak sibuk, aku senang jika bisa menghabiskan waktu bersama kalian berdua."

Sebuah mobil yang sangat mewah memasuki pekarangan rumah keluarga Taylor itu. Bianca dan Hanna yang sedang asik mengobrol pun menyadari kedatangan seseorang itu. Lucas keluar dari mobil itu dan berjalan mendekati mereka. Lagi-lagi Bianca menghindari kontak mata dengan calon kakak tirinya itu.

"Tumben, Abang mampir ke rumah." Ujar Hana saat kakaknya mengecup dahinya.

"Ini jadwalnya kamu check up kan? berhubung lagi sedikit kerjaan, mau Abang temenin?" tawar Lucas, sesekali ia memandang Bianca.

"Gimana yah... Lusy udah janjian sama Bianca. Dia mau nemenin Lusy check up hari ini."

"Eng... Nggak apa-apa kok, Lusy. Kamu sama Lucas aja, nanti aku bisa temenin lain waktu kok."

Bianca cukup peka menyadari Lucas yang sedari tadi menatapnya, otaknya dengan refleks memutarkan kembali kejadian beberapa hari yang lalu.

"Atau kita bertiga aja sekalian?" usul Lusy. Bianca langsung menggeleng cepat, akan makin buruk jika ia berlama-lama dekat Lucas.

"Aku tidak ingin mengganggu waktu kalian."

"Bukan ide yang buruk... bukankah kita akan menjadi keluarga? ini akan lebih mempererat hubungan kita." Ujar Lucas, Bianca terbelalak mendengar ucapan enteng dari pria itu. Sedangkan Lusy sangat senang mendengar itu.

"Ayolah Bianca..." bujuk Lusy. Ia hanya menjawab dengan anggukan lemah.

Mereka pun memasuki mobil dan pergi ke klinik yang biasa Lusy datangi. Sepanjang perjalanan Bianca menjadi pendiam dan hanya sesekali menjawab pertanyaan dari Lusy. Hingga tak sadar mereka telah sampai di tempat tujuan. Lusy dengan semangat memasuki ruangan check up. Bianca duduk di samping Lucas, wanita itu merasa nyeri di dadanya setiap kali melihat Lusy mengelus perut besarnya. Terlebih lagi disaat semua ibu hamil datang ke klinik bersama suaminya, Lusy tidak. Karena sekitar delapan bulan yang lalu, kejadian tragis menimpa gadis cantik itu. Ia diperkosa oleh pacarnya dan teman-teman, sehingga berujung hamil. Pacarnya itu hilang bagai di telan bumi, sampai sekarang tidak di ketahui keberadaannya. Tak terasa air mata Bianca turun begitu saja, sebagai perempuan ia mengerti betul apa yang di rasakan oleh Lusy. Bahkan ia tahu kalau waktu wanita itu hamil muda, beberapa kali ia ingin menggugurkan kandungannya dan bahkan ingin bunuh diri. Masih sangat jelas di ingatan Bianca bagaimana kondisi terpuruk dari wanita itu. Namun ia menemani Lusy ke salah satu psikiater, minimal ia harus membantu Lusy memperbaiki mentalnya. Untung saja itu berdampak baik bagi Lusy, mentalnya mulai membaik dan ia mulai menerima janin yang ada di dalam kandungannya.

Lucas menatap gadis di sampingnya yang sedang terisak saat melihat Lusy memasuki ruangan itu. Ia tahu gadis ini berperan besar saat adiknya terpuruk. Ia sama sekali tidak terenyuh dengan apa yang sudah dilakukan oleh Bianca. Ia selalu berpikir bahwa itu adalah salah satu akal bulus dari mereka, untuk mengambil hati ayah, Lusy, dan dirinya. Ayahnya orang terkaya di negaranya, jadi siapa yang tidak ingin menjadi istrinya?

"Kau tidak lupa kejadian beberapa hari yang lalu kan?" tanya Lucas. Bianca langsung mematung, ia segera mengusap kasar air matanya.

"Apa maksudmu?"

"Malam waktu kita bertemu di bar dan berakhir ti-"

"Tutup mulutmu, kau tidak malu apa?"

"Kau pura-pura tidak tahu, jadi aku menjelaskannya lagi. Pokoknya aku tidak akan minta maaf, kita sama-sama mabuk dan kau duluan yang menci-"

"Sudah aku katakan tutup mulutmu. Lupakan kejadian waktu itu, anggap saja tidak pernah terjadi."

"Kau yakin? kebanyakan para gadis akan susah melupakan kali pertama mereka berhu-"

"Sialan... tutup mulutmu, brengsek. Karena mabuk makanya terjadinya kecelakaan seperti ini, aku juga tidak sudi berakhir pada pria brengsek seperti mu!"

Terpopuler

Comments

Partiah Yake

Partiah Yake

authornya hebat👍👍👍👍👍

2023-02-19

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!