Bab 5 : Diantar Pulang

Perbincangan antara Raa dan Jenderal Magnum disebuah kedai antik yang cukup popular di kota ini, interaksi yang cukup serius.

Raa menceritakan awal kisah ia bisa sampai melintasi ruang dan waktu.

Mendengar semua ceritanya, membuat jenderal cukup kagum dengan kejadian yang terjadi.

Jenderal mengangkat segelas bir dingin dan meminum untuk beberapa teguk, sementara Raa menyantap makanannya dengan lahap.

“Dari apa yang aku dengar, kau mengikuti sebuah bola cahaya yang menuntunmu sampai ke sebuah air terjun dan kau tiba-tiba muncul di zaman yang berbeda,” ucap jenderal meringkas cerita Raa.

Raa mengunyah makanan yang menggumpal di mulutnya. “Iya, itu benar …” katanya, kemudian menelan makanan. “Maka dari itu aku pengen pulang, anday.” Raa kembali menunjukkan ekspresi depresi.

“Woy! Kau ini kenapa!?” Lagi-lagi membuat jenderal sebal. “Jangan depresi seperti itu, kalau begitu biar aku antar kau ke air terjun yang menjadi tempat ruang dan waktu itu,” lanjutnya.

Seketika mata Raa berbinar-binar. “Beneran, anday?”

"Anday tuh apaan, sih?" pikir jenderal bingung.

Pupil matanya yang membesar membuat Jenderal Magnum takut. “Iya, iya, aku anterin.” Tampak wajahnya seolah tak ikhlas.

“Aku tidak tahu apakah secara tidak sengaja ada sebuah distorsi ruang dan waktu yang tiba-tiba muncul bersamaan dengan kau kecemplung, tapi itu tidak mungkin sih,” ucap jenderal sembari menempelkan jarinya ke dagu. “Atau mungkin itu adalah kehendak Dewa Waktu mengirimkan bola cahaya itu untuk menuntunmu. Yah, meski gitu juga bermain dengan waktu adalah kesalahan yang besar karena bisa mengacaukan sejarah,” lanjutnya sambil menatap serius Raa.

Sedangkan Raa hanya menelan ludah setelah mendengar ucapan Jenderal Magnum.

Raa terdiam sejenak. “Ternyata zaman ini, mereka masih percaya para dewa,” gumamnya takjub.

“Ya udah, mendingan kita pergi aja besok pagi. Udah mau malem juga ini, nanti kamu nginep di penginapan kota ini aja,” ujar jenderal sambil berjalan keluar kedai.

“Kalau gitu kakek sendiri mau kemana?” Pertanyaan Raa seketika membuat muka Jenderal Magnum masam.

“Astaga! Aku gak setua itu, awas aja yah diterkam harimau, mampus!” umpatnya dalam hati.

“Aku kan Jenderal Kerajaan, jadi aku harus kembali ke kerajaan lah,” ucapnya seolah membanggakan dirinya.

Jenderal pun pergi meninggalkan Raa untuk menuju ke kerajaan.

Ogela adalah istana megah yang menjadi pusat kekuasaan Negara Yuro yang berada di kota Balbe.

Pria malang yang ditinggalkan Jenderal Magnum itu pun menyelesaikan makannya dan segera keluar dari kedai untuk mencari penginapan.

Untungnya kota ini tidak terlalu besar sehingga Raa dapat menemukan satu-satunya penginapan dengan bertanya kepada warga lokal.

Sementara itu, sang jenderal pergi menunggangi kudanya ke istana.

Ditengah-tengah perjalanan, Magnum tiba-tiba menarik tali kekang kudanya untuk menghentikan perjalanan.

Ia baru menyadari, bahwa Raa tidak akan bisa menginap karena tidak memiliki uang.

“Anak, sialan! Merepotkan!? Sudahlah, balik lagi aja,” ucapnya pasrah.

Akhirnya jenderal melakukan perjalanannya kembali ke kota Balbe untuk bertemu Raa.

Tak lama kemudian, Magnum berada di depan penginapan itu.

Memarkirkan kudanya dan masuk ke penginapan.

“Brukk!” Suara pintu yang didobrak.

Jenderal menatap tajam ke arah Raa. Sedangkan Raa, yang yakin itu adalah Magnum, berbalik ke arahnya dengan mata memelas sedih.

“Kakek …” katanya. “Gak punya uang.” Suara Raa yang diimut-imut tampak sedih karena sedari tadi ia diomeli terus oleh pemilik penginapan.

“Fiuh, dasar bocah tengil,” gumamnya sambil menghembuskan napas dengan wajah pasrah.

Dengan bantuan Jenderal Magnum yang terpaksa, Raa pun dapat menginap untuk satu hari di penginapan.

Sedangkan jenderal melanjutkan berkudanya ke istana dengan muka sebal sepanjang perjalanan.

Di kamar penginapan, Raa berbaring disebuah kain terikat pada dua tiang. Begitu senang karena besok ia akan pulang.

Namun satu sisi, Raa masih menikmati pemandangan kota ini.

Walaupun tingkat kejahatan masih tinggi di zaman ini, Raa tidak akan terlalu cemas karena ia pun bisa menjaga dirinya sendiri. Ia pun kemudian tertidur.

...***...

Malam yang singkat pun beralih menuju sang fajar, Raa terbangun di waktu yang tidak biasanya.

Pagi yang baru saja menyingsing telah membukakan matanya tanpa bantuan alat apapun. Ia berjalan terpapah-papah lemas—karena baru bangun tidur—ke tempat mencuci muka.

Raa sudah bersiap-siap untuk pulang ke rumahnya dan saat ia keluar dari penginapan itu, betapa terkejutnya Raa melihat Jenderal Magnum sudah berada di depan penginapan.

“Woy, nak!” teriak jenderal. “Lama amat, kayak kukang aja,” ejeknya.

Tampak pakaian kemeja sutra hitam dengan motif cantik, pikir Raa adalah Jenderal Magnum ini sangat cekatan dan memperhatikan penampilannya meski sudah tua.

“Idih! Orang ini masih pagi-pagi buta. Terlalu rajin kau,” ucapnya berbisik pelan.

“Cepetan, woy!” panggil jenderal yang membuat sebal Raa.

“Iya, iya …” kata Raa.”Udah tua, masih aja banyak ngedumel,” umpatnya kesal.

Baru saja bertemu kurang dari dua puluh empat jam, mereka sudah sangat dekat.

Orang-orang percaya semakin sering orang bertengkar, semakin dekat hubungan mereka.

Tampaknya Raa dan Jenderal Magnum cukup akrab satu sama lain.

“Kau tahu kan jalan menuju sungai itu?” tanya jenderal.

“Akh … anu …” Raa berpikir.

“Sudah kuduga kau tidak akan ingat,” sela jenderal karena ia tahu Raa pasti akan lupa.

Raa pun malu dan hanya tertawa kecil.

“Kalau tidak salah, ada sungai dan air terjun yang paling dekat di arah barat. Itu juga diluar kota ini,” ucap jenderal.

“Ya udah kita kesana aja.” Raa kemudian mendekati kuda jenderal, mencoba untuk menungganginya.

“Hah, kau pikir bisa naik ke atas kuda itu? Itu bukan kuda biasa, loh! Dia adalah …” Sebelum menyelesaikan kalimatnya, jenderal melihat aksi Raa menaiki kudanya dengan gaya.

“Kuda kerajaan.” Seketika Magnum terdiam.

“Bagaimana?” Raa merasa bangga pada dirinya karena bisa menaiki kuda, memang karena ia pernah mengikuti pelatihan berkuda selama tiga bulan dan cukup mahir melakukannya.

Jenderal Magnum hanya menghela napas tanpa berkata apapun langsung ikut menaiki kudanya dan melakukan perjalanan.

Tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk sampai di air terjun, mereka berdua turun dari pelana kuda.

“Ini dia! Akhirnya aku bisa pulang, yey!” ucapnya senang.

“Lalu, apa kau mau mencoba melompat ke air terjun lagi?” tanya jenderal, kemudian berjalan-jalan sekitar bibir sungai.

“Aku pikir begitu. Ya, demi aku bisa pulang ke rumah aku pikir patut dicoba,” ucapnya semakin girang.

“Ternyata emang benar, sungainya saja tidak dalam,” gumam Jenderal Magnum.

“Yosh! Saatnya pulang …” Raa bersemangat, bersiap-siap untuk melompat dengan Magnum yang menyaksikan fenomena yang terjadi. “Satu … dua … tiga.” Raa melompat ke air terjun.

“GEDEBUG!?”

Raa justru menembus air terjun dan malah terkapar di dalam gua karena kepalanya terbentur.

Jenderal Magnum yang mendengar suara tadi, bergegas ke sumber suara.

“HAHAHA!? Astaga ngakak banget, kayak macan nungging.” Jenderal Magnum tertawa puas melihat Raa yang terjatuh.

“Woy, Kakek! Bukannya nolongin malah ketawa,” ucap Raa kesal.

“Habisnya kau bikin menggelitik perut sih.” Magnum membantu Raa berdiri meskipun masih puas tertawa.

Sedangkan Raa memalingkan wajahnya karena malu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!