Bab 2 : Hutan Terlarang

Tidak terasa bibir siang hari perlahan menutup, sore pun mulai menghiasi kebosanan kelas.

Mata pelajaran matematika hanya membuat jenuh seisi kelas, tidak bagi beberapa orang yang ambis.

Raa menyadari kemampuan akademisnya yang kurang, namun tetap memaksakan belajar meski matanya mengantuk.

Ia melihat temannya Bairel hanyut dalam tidur pulasnya, untungnya pria itu tidak mengeluarkan suara mengorok.

Dentingan bel berbunyi, menandakan sekolah telah berakhir untuk hari ini.

“Baiklah semuanya, sudah waktunya untuk pulang.” Benah guru untuk pulang.

“Yes, saatnya balik!” Bairel tiba-tiba bangun penuh semangat, membuat Raa kaget menganga.

“Anday, ni orang kalau jam pulang langsung semangat aja, perasaan tadi tidur kek kebo!” Mata Raa berdenyut.

Mereka berdua membereskan meja masing-masing, bersiap untuk kembali ke rumah.

“Aku mau ke toilet sebentar, titip tas dulu yah!” pinta Raa.

“Oki doki!” Lirikan Bairel seakan mencurigakan terhadap Raa, ia merasa ada firasat aneh.

Singkat cerita, Raa berada di toilet dan selesai buang air kecil.

Ia mencuci tangannya dan tak lupa membasuh mukanya akibat rasa ngantuk yang berat.

Sehabis membasuh wajahnya itu, seketika tangannya seakan bergetar merinding.

Ia terkejut dengan kejadian yang tiba-tiba ini, bahkan kilas balik ingatannya memperlihatkan sosok wanita berpakaian hijau dengan wajah yang tidak ditampakkan. Napasnya menjadi berat.

Raa menoleh ke arah cermin, betapa terkejutnya ia melihat sosok itu menjadi nyata di dalam cermin.

Jika dilihat dari refleksi, wanita itu berada di belakangnya.

Tiba-tiba terdengar suara lantunan alat musik dengan nada-nada kuno yang menambah suasana mistis.

Raa sekelebat berbalik ke belakang, namun ia tidak melihat ada siapa-siapa disana.

Suara instrumen itu semakin jelas terdengar oleh Raa, lubuk hatinya semakin tak karuan dan bulu kuduknya berdiri.

Raa menyalakan kran air dan menggosok-gosokan tangannya.

Sampai ia mendengar suara langkah seakan menghampirinya.

Terus menggosok semakin cepat sambil menutup mata.

Terdengar suara memanggil namanya bagaikan panggilan halus dari setan, “Raa….”

Mulut Raa terus berucap-ucap. Suara itu semakin meninggi dan membuatnya ketakutan.

Jantungnya berdetak kencang dan napasnya semakin berat.

“Raa!” Seseorang menggerakkan badan Raa sehingga sejajar dengannya.

Bersamaan dengan mata Raa yang terbuka kaget, ia mengumpat, “Andaylah, Rel! Jangan bikin kagetlah, dasar kutu kasur!”

“Habisnya kau lama banget, kenapa sih? Kayak habis dibisikin setan.” Bairel menyeringai.

“Setan, setan, kau setan!” umpatnya kesal.

“Hahaha! Sudahlah, mending kita balik aja.” Rangkul Bairel sambil tertawa dan mengajak Raa pulang.

Saat mereka keluar dari toilet, tidak ada yang sadar bahwa ada sesuatu yang bercahaya biru laut keluar dari salah satu balik pintu kamar kecil. Namun sesaat saja bersinar dan cahaya itu pun menghilang.

...***...

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, sejenak Raa menikmati jalanan kota di senja hari sebelum ia pulang ke rumah menggunakan sepedanya.

Hari ini banyak sekali perkara ingatan yang semestinya tak ada terus-terusan berbisik dipikiran Raa. Isi kepalanya bertanya-tanya, apa maksud semua ini?

Pikirannya sedikit tidak fokus. Bahkan saat ia hendak keluar dari minimarket setelah membeli susu kotak dan beberapa bungkus roti, ia menarik sebuah pintu yang harusnya didorong sehingga saat dibuka pintunya agak macet.

Setelah beberapa kali ditarik-tarik, akhirnya ia baru sadar kalau ada tulisan didorong.

Perasaannya menjadi malu karena kasir dan para pembeli yang sedang mengantre menatap heran dengan muka datar.

Tidak sampai disitu, ia mengambil bungkusan roti dan kemudian membukanya.

Dan apa yang terjadi? Benar, bukan bungkusnya yang dibuang melainkan rotinya yang dilempar ke tempat sampah.

Seketika Raa terdiam saat menyadari ketika bungkus rotinya yang digigit.

Ia pun hanya menepuk jidat dan karena sudah terlanjur dibuang, Raa membuka bungkusan roti yang kedua.

Raa tidak ingin membuang-buang waktunya lagi, lantas ia bergegas mengayuh sepedanya setelah selesai memakan roti.

Sisa beberapa bungkus rotinya akan ia makan di rumah.

Benaknya mulai bertanya-tanya lagi. “Apa benar mimpi itu cuman mimpi biasa? Aku merasa kalau mimpi itu sedang memberikan pesan kepadaku,” pikirnya. “Akh … alay! Sudahlah gak usah dipikirin, ngebebanin aja.” Raa menggeleng-gelengkan kepala berharap mimpi itu tak muncul lagi dalam benaknya.

Perjalanan yang membingungkan itu telah ia tempuh dengan banyaknya pikiran, kini ia telah berada di depan rumahnya.

Ia menyimpan sepedanya berdekatan dengan pintu gudang dan langsung pergi ke dalam rumah.

“Aku pulang,” ucapnya lesu.

Ibu Raa menengok ke arahnya, “Eh sudah pulang rupanya, ayok sini makan!”

Raa langsung terduduk dengan pakaian sekolah yang belum diganti. Sebenarnya ibu sudah selesai menyantap makanannya.

Seperti biasanya mereka selalu membicarakan hal-hal yang terjadi tentang dirinya di sekolah. Raa menceritakan hari-hari yang membuatnya tercengang.

Tak terasa perbincangan itu berakhir hingga malam awal.

Raa pergi ke kamar untuk mengganti pakaiannya dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru hari ini, walaupun biasanya ia selalu menunda-nunda hingga akhir pekan.

Singkat cerita, larut malam mulai menempatkan bulan pada posisi tepat diatas kepala.

Raa sudah tersungkur diatas Kasur lembutnya sambil melihat gelapnya langit malam dibalik jendela.

Sedikit sulit untuk tidur karena ia tidak ingin mimpi-mimpi anehnya merusak ketenangan Raa.

Meski begitu, Raa harus memaksa matanya untuk menutup karena ngantuk yang tertahankan sejak mata pelajaran matematika tadi.

...***...

Pagi mulai menyingsing, mentari mulai perlahan-lahan menggantikan posisi bulan untuk berjaga.

Cahaya yang bersinar melewati jendela dan jerjaknya membelai wajah Raa.

Silaunya mendenyutkan mata pria itu dan perlahan membukakannya.

Akhir pekan membuatnya tak khawatir dengan dunia pendidikan.

Terbangun dengan suasana hati yang gembira secara tiba-tiba, mungkin karena ia tidak memimpikan hal yang serupa pada malam tadi? Atau mungkin ia hanya tidak ingat dan alam bawah sadarnya mencoba untuk tidak mengingat?

“Biasanya aku bangun dengan keadaan gelisah, tapi kok hari ini kayak semangat sih?” gumamnya dan seketika tersenyum.

Raa berlari dari kamar tidur dengan langkahnya yang menggetarkan lantai, menuruni anak tangga dan langsung menarik kursi untuk duduk menunggu santap paginya.

“Eh … tumben bangun pagi, biasanya masih tidur kek kebo,” ucap ibu menaruh dua potong roti yang sudah dibaluri selai kacang.

“Entahlah, tiba-tiba aja kek semangat gitu, inipun aku mau jalan-jalan sebentar keluar.” Raa melahap sedap santapannya.

Ibu tertawa kecil, “Kalau begitu, hati-hati aja di jalannya.”

Selesai sarapan, Raa berpamitan sementara dengan ibu untuk berjalan-jalan.

Ia pergi dengan baju kaus hitam polos dan jaket hangat berwarna abu-abu, style pakaiannya cukup modis hanya untuk sekedar jalan-jalan di kota.

Sejuknya angin pagi menembus lapisan kulit, suasananya tenang dan menggembirakan dengan hijaunya pepohonan yang tumbuh dipinggiran jalan.

Raa jarang sekali melakukan aktivitas diluar rumah.

Kehidupan yang ia jalani hanyalah tidur, makan, sekolah beserta aktivitasnya, dan mengerjakan pekerjaan rumah yang semuanya terus terulang.

Akhir pekan pun biasanya hanya ia manfaatkan waktunya untuk berdiam diri di rumah.

Raa melakukan aktivitas lari pagi menjauhi suasana perkotaan yang ramai.

Sejujurnya, Raa sangatlah bosan dengan kehidupan metropolitan yang tidak pernah tidur, terkadang malam pun dipenuhi suara hiruk-pikuk kendaraan.

Itulah sebabnya ia lebih memilih untuk menjauhi perkotaan.

Perjalanan yang cukup jauh ia lalui untuk sampai disebuah taman di pinggiran kota, tidak disangka akan banyak orang-orang yang sepemikiran dengan Raa.

Sejak dulu, taman ini memang banyak digemari orang-orang setelah selesai pembangunannya.

Terlebih karena wisata ini berdekatan dengan hutan lindung yang dijaga keindahannya oleh pemerintah.

Meski indah, hutan ini diduga-duga sebagai tempat yang paling angker di Negara Yuro, lebih tepatnya adalah kota Balbe yang merupakan wilayah ibukota.

Pasalnya, siapapun yang memasuki hutan itu tidak akan bisa kembali lagi selama-lamanya.

Sinar matahari mulai terik, Raa tengah beristirahat sambil membeli es krim corong dengan rasa vanila dengan lelehan sirup coklat yang menggoda mulutnya.

Raa duduk di kursi depan air mancur taman, dikelilingi orang-orang yang berlalu-lalang, bersenda gurau, terlihat wajah iri Raa melihat seorang anak yang bercengkrama dengan ayahnya.

Selama hidupnya, ia sama sekali tidak pernah melihat sedikitpun secara langsung paras wajah ayahnya.

Ada yang mengatakan kalau ayahnya hilang secara misterius setelah memasuki hutan itu. Tapi ia tidak ingin mendengarkan desas-desus yang buruk tentang keluarganya.

Raa tidak ingin terlarut dalam kesedihannya, lantas ia bergegas menghabiskan es krimnya dan pergi pulang.

Saat perjalanan pulang, terjadi suatu hal yang membuatnya tercengang heran. Ia melihat sesuatu di depannya.

“Eh … apaan tuh?” Raa terheran dan begitu penasaran.

Saat diperjalanan, ia melihat sebuah bola terbang yang bersinar lantas membuatnya mendekati cahaya itu. Tapi saat dihampiri, bola itu malah menjauhi Raa.

“Hih … apaan sih itu? Jangan-jangan itu hantu” Raut wajahnya menjadi ketakutan, tapi sinar biru lautnya yang cantik menggugah rasa penasaran Raa dan menariknya untuk terus mengikuti cahaya itu.

“Woy, tungguin napa anday!” Raa berteriak seolah bola cahaya itu dapat mendengarkannya.

Raa merasa heran, cahaya ini ternyata terbang menjauh dari arah jalan pulangnya. Bola cahaya ini mengirimnya pergi ke sebuah hutan yang tidak jauh dari taman itu.

Padahal sudah ada larangan untuk tidak memasuki hutan tersebut, namun Raa mengabaikannya dan terus mengejar cahaya itu.

Tak ada satupun orang yang menyadari bahwa Raa masuk ke kawasan hutan tersebut.

Suasana dalam hutan ini memang mencekam. Anehnya adalah meski ditumbuhi pepohonan yang lebat, deruan angin sama sekali tidak menciptakan suara gemerisik. Mungkinkah ini suatu keajaiban? Sungguh keanehan yang tidak bisa dijelaskan.

Tidak hanya itu, semakin dalam Raa memasuki kawasan hutan ini pandangannya menjadi kabur akibat tebalnya kabut yang mengelilingi sekitarnya.

“Jadi inilah mengapa hutan ini terlarang,” ucapnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!