BAB 2

Rianti memasukkan makanan kebox plastik, yang akan dibawa kesekolah, buah-buah segar dia masukkan juga kedalam tas.

"Tolong yang itu masukkan kedalam plastik bi, saya mau bawa!" sepiring anggur segarpun, tak luput dibawa juga.

Rianti bergegas pergi lewat pintu dapur, dia tidak mempedulikan mamanya yang berteriak memanggil.

"Bi anak itu mau pergi kemana sih, kok semua buah yang ada dimeja dia bawa semua?" Bu Joko heran, dengan apa yang dilakukan Rianti.

"Saya tidak tau bu, n-non juga bawa semua kue yang tadi ibu buat" bi Supi menunjukkan loyang kue, yang baru saja nyonyanya buat.

"Bi kamu liat ada yang aneh nggak, sama anak saya?" Bu Joko mencoba mencari tau tentang diri Rianti, yang menurutnya terlihat aneh.

"Ya bu, semenjak kecelakaan itu, non Rianti sering membawa makanan kesekolah, belum lagi kalau sudah telpon, lama banget" bi Supi juga melihat hal yang sama, Rianti yang dulu dengan sekarang sungguh sangat berbeda.

Seperti biasa, Didi menunggu Rianti ditempat parkiran motor, tampa memperdulikan teman-teman, yang dulu begitu akrab dengannya.

"Di kamu setia banget, nungguin Rianti tiap hari, gimana tuh dengan pacar kamu,Yuni, kasihan, nggak ada keputusan yang jelas" Agus memarkirkan motornya, disamping motor Didi.

"Gus, aku boleh tanya?" udah berapa lama, aku dulu pacaran sama Yuni?" Didi menghampiri Agus, yang merasa heran dengan pertanyaan Didi.

"Kamu bener nggak inget Di, wah bener, kalo gitu kamu kena

penyakit lupa ingatan, tapi kok kamu sama pelajaran nggak lupa, yang lebih aneh, sekarang kamu justru lebih deket sama Rianti" Agus mengaruk-garuk kepalanya, yang tidak gatal.                                                                                 

"Maaf gus, Rianti udah dateng" kalau tidak malu, mungkin Didi sudah mencium Rianti, ada perasaan rindu yang tak dapat dipendam oleh Didi, dia langsung meremas tangan Rianti.

"Sayang, aku nggak mau masuk sekolah hari ini, lagi pula nggak ada ulangan kok" Rianti menyisir rambutnya dengan tangan.

"Kalo nggak mau sekolah, kenapa datang, kan jadi sia-sia kamu ke sini" Didi berlalu dari hadapan Rianti.

"Sayang, tunggu, aku kangen" Rianti meremas tangan Didi, yang se olah sudah Didi mengerti, apa yang Rianti maksudkan.

"Kita mau kemana, kalau nggak sekolah?" Didi merangkul Rianti.

"Kerumah kamu, ibu-bapak kamu, nggak ada dirumahkan?" Rianti mulai manja, tampa malu, dia memeluk Didi.

Tampa bicara lagi Didi langsung menyalakan motor, dan kembali pulang kerumahnya.

"Aku kangen, kamu nggak kangen ya sama aku?" Rianti 

langsung memeluk Didi, dan keadaan rumah memang sepi, tidak ada siapapun.

Mereka langsung menuju kamar Didi, dan melakukan hubungan seperti sepasang suami istri, tapi anehnya Rianti merasakan perih di bagian sensetipnya, tidak seperti pertama kali, dia melakukan hal itu dengan Didi, Rianti tidak merasakan apa-apa.

"Aduh, sakit sayang" Didi menghentikan gerakannya, dan melihat, kalau darah membasahi tempat tidur Didi.

"Aku kenapa nih?" Rianti bingung melihat keadaan itu.

"Kamu nggak lagi datang bulankan?" Didi berusaha merapikan seprai yang terkena noda darah.

   Bu Diman terkejut melihat Rianti dan Didi sedang melakukan itu, mereka tidak tau, kalau bu Diman sudah pulang dari tempat kerjanya.

"Ya Gusti, sedang apa kalian?" Didi buru-buru bangkit dari tempat tidurnya, dan langsung menarik selimut untuk menutupi tubuh Rianti dan tubuhnya.

Sambil menangis, bu Diman menanyakan kepada Didi, mengapa sampai melakukan hal seperti itu, bagai mana kalau ayah Rianti tau, mereka pasti diusir dari kampung ini.

                                                                                                        

"Rianti mencoba menjelaskan kepada ibu Diman, karna Didi tidak bisa berkata apa-apa.

"Kami sudah menikah bu, maaf memang saat kami menikah, tidak memberi tahu ibu dan bapak, juga orang tua saya" ibu Diman sangat terkejut mendengar penjelasan Rianti.

"Ya Gusti, kapan kalian menikah, dimana, dan kenapa nggak bicara sama ibu?" Bu Diman semakin panik, dia takut mendengar kabar itu, karna ayah Rianti telah mengancam mereka, kalau mereka tidak boleh dekat-dekat lagi dengan keluarganya.

Bu Diman menyuruh Didi mengantarkan Rianti, penjelasan Rianti dan Didi tidak masuk akal, karna Didi dan Rianti baru dua bulan siuman dari koma.

Begitu juga dengan pak Diman, setelah mendengar cerita dari istrinya, dia begitu sangat kaget, sampai-sampai dia menyuruh Didi berhenti sekolah, sebelum pak Joko mengetahui semua yang telah Didi lakukan kepada Rianti.

"Kita harus pindah Di, kita nggak mungkin bisa tinggal disini lagi, kita harus sudah pergi, sebelum tuan Joko mengetahui semua" pak Diman tidak bisa membayangkan, apa yang nanti pak Joko lakukan, kepada anaknya.

Setelah menyelesaikan administrasi sekolah, Didi

berpamitan kepada Rianti, dia berjanji setelah sukses, Didi akan menemui Rianti.

"Maafkan aku, kamu tau bagai mana papa kamu, bisa-bisa aku di masukkan kepenjara, kalau dia tau apa yang telah kita lakukan, aku mohon tunggu aku, dan jangan pernah ganti no hp kamu" perpisahan itu membuat Didi dan Rianti menangis.

Pagi-pagi sekali keluarga pak Diman, pergi menuju rumah sepupunya, yang tinggal dikota besar, untuk sementara waktu menumpang di rumahnya, sampai mereka mendapatkan tempat tinggal.

"Man besok kamu bisa ikut aku, kerja dibangunan, nanti istrimu, biar istri aku yang carikan pekerjaan, dan anakmu bisa sekolah di SMA negeri" sepupu pak Diman, begitu perhatian kepada saudaranya, dia tau kesulitan yang sekarang pak Diman alami.

  Pagi-pagi sekali keluarga pak Diman sudah bangun, seperti biasa bu Diman, mempersiapkan sarapan, sebelum dia berangkat kerja sebagai pencuci pakaian.

"Bu hari ini Didi nggak bisa anter ibu, Didi ingin ujian, jadi harus sampai kesekolah pagi-pagi, sebelum ujian, Didi bisa belajar dulu"

cepat-cepat Didi menyelesaikan sarapan, Didi begitu bersemangat, dia ingin secepatnya lulus dari sekolah, dan bekerja.

"Nak kamu kalau lulus, memang tidak mau lanjutkan kuliah?" Pak Diman tau kalau Didi sangat pintar, bahkan ia selalu mendapatkan beasiswa dari sekolahnya.

"Mau pak, ini Didi lagi berusaha supaya bisa masuk universitas negeri" Didi sangat tau, apa yang harus dia lakukan sekarang, satu persatu Didi merancangkan jalan hidupnya, supaya dia cepat dapat berjumpa lagi dengan Rianti.

Didi pamit, dia memohon doa dari mereka, agar dirinya bisa lulus, baik ujian kelulusan sekolah, maupun ujian untuk masuk keuniversitas negeri yang dituju.

"Hai..kamu baru sampe juga?" Lisa membuka helmnya, semerbak harum rambut Lisa, yang di kibaskan, mengenai wajah Didi.

"He iya, Lis kamu bawa pensil dua nggak, pensilku ketinggalan" Pensil B2 yang seharusnya Didi bawa, ternyata tertinggal dimeja makan.

"Nih pake aja, aku bawa tiga kok!" Dengan senang hati, Lisa memberi kan pensilnya kepada Didi.

Lisa bangga bisa dekat dengan Didi, sebab Didi seorang murid yang cerdas dan pintar juga sangat col.

"Terima kasih" Didi berjalan disamping Lisa, itu tidak pernah Didi laku kan, kepada perempuan, selain Rianti, yang membuat sebagian mata teman-teman perempuannya memperhatikan mereka.

"Liat deh Lisa, keren banget dia bisa dapetin Didi, sipintar yang col, oh seandainya aku" tampa sadar Neni menghayal, meliyukan badan, kedua tangannya mengelus pipi sampai kedada, itu membuat teman disekitarnya tertawa, melihat apa yang dia lakukan..

"Ha..ha, menghayal kamu, ngaca kali, mana mau Didi sama kamu!" Neni pun cepat sadar diri, buru-buru memperbaiki sikap, yang tampa dia sadari.

Terpopuler

Comments

[AIANA]

[AIANA]

tapi aku bingung loh.

mampir kak ke lapakku juga

2023-02-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!