"Assalamualaikum!" Seru Alya, sengaja langsung memutar gagang pintu tanpa menunggu di bukakan dari dalam, dia ingin tahu reaksi Suaminya yang dia yakini sedang berkumpul di ruang tamu dengan ibunya itu seperti apa.
"Hai s----" Posisi Ivan yang duduk membelakangi pintu sontak membalikkan tubuhnya dan tersenyum sambil menyapanya, namun ada yang aneh, saat melihat ternyata Alya yang muncul dari balik pintu, wajah Ivan tiba-tiba pucat dan sapaan yang kalimatnya menggantung begitu saja, entah siapa nama yang sebelumnya ingin Ivan sebut, saat sebelum menyadari kalau ternyata istrinya lah yang datang saat itu.
Siapa sebenarnya yang sedang dia tunggu dan dia harapkan untuk datang saat ini? Yang jelas, melihat dari gelagat wajah kaku dan canggungnya, pasti itu bukan Alya orangnya.
"Hai Van, sedang menunggu seseorang?" Tanya Alya datar seolah tak terganggu dengan sapaan menggantung dan wajah canggung Ivan saat ini.
Sikap Alya di buat se-normal mungkin, dia melangkah menuju dimana suaminya duduk dan menyalami punggung tangannya, kemudian beralih menyalami ibu mertuanya.
"Kok kita bisa sehati gini ya Van, kompakan datang ke rumah ibu padahal gak janjian, tau gitu sih, tadi kita berangkat bareng, tapi tadi katanya kamu masih di proyek, jadi aku gak mau ganggu kerjaan kamu." Oceh Alya, tak sedikitpun menunjukkan kalau dirinya menutupi kekesalan dan kemarahan pada suaminya itu.
"Ah, tidak. Aku pikir tadi Hendri yang datang. Jadi kamu telpon aku tadi mau ngajakin ke rumah ibu?" Ivan terlihat sudah bisa menguasai rasa kagetnya, Alya baru menyadari kalau suaminya itu ternyata pintar bermain peran, mimik wajahnya bisa berubah dengan sangat cepatnya bak bunglon yang bisa berubah warna tubuhnya dengan cepat dan mudah tergantung lingkungan dan tempatnya berada.
"Hemhh,,, aku kangen Ibu," Angguk Alya sambil menggelendot manja di bahu ibu mertuanya.
"Tadi ibu pusing, sepertinya kolesterol ibu naik lagi, jadi ibu telpon Ivan, untuk minta antar ke dokter," Ujar Yuni, ibu dari Ivan menjelaskan.
"Memangnya Hendri kemana, bu?" tanya Alya mempertanyakan adik iparnya yang biasanya sehari-hari berada di rumah karena tidak bekerja itu.
Hendri adalah adik Ivan yang masih tinggal bersama ibunya, selain Hendri, sebenarnya ada Wina juga, istrinya Hendri yang tinggal di sana, namun hari itu adik ipar dan istrinya itu tak terlihat di sana.
"Hendri tadi ibu suruh mengantar Wina ke pasar, beli sayuran." terang Yuni lagi.
"Ooh, ayo Van kita antar ibu ke periksa, pantas saja Alya inget ibu terus, rupanya ibu sedang sakit." Ajak Alya.
"Eh itu, tadi aku sudah minta Hendri untuk membeli obat yang biasa ibu minum, aku juga harus buru-biru balik ke proyek, karena akan ada barang datang."
Mata Ivan berulang kali terlihat mencuri pandang ke arah halaman rumah lewat pintu yang terbuka lebar bekas Alya masuk dan dia biarkan terbuka lebar begitu saja, seolah ketakutan ada seseorang datang, lantas Ivan menjadi terburu-buru untuk pergi saat ponselnya berbunyi menandakan sebuah pesan masuk untuk dirinya, entah siapa yang mengirimkan pesan yang hanya di baca sekilas oleh Ivan tanpa membuka kunci layar ponselnya itu, yang Jelas setelahnya Ivan terburu-buru pamit pergi.
"Bareng Van, aku juga mau kembali ke kantor!" Ujar Alya.
"Eh, kamu kan baru saja datang, lagian ibu gak ada temannya di rumah, tubghu sampai Hendri dan Wina pulang, baru kamu balik kantor, kasian ibu." Cegah Ivan.
"Iya Alya, temani ibu dulu, lagian udah dua minggu ini kamu tak pernah nengokin ibu, apa tidak kangen?"
Mendengar permintaan Yuni, membuat Alya tak bisa menolak keinginan wanita tua yang sudah dia anggap seperti ibunya sendiri itu.
"Baiklah, tapi Alya juga tidak bisa lama-lama, karena hanya dapat izin sampai sore saja." Alya mengalah.
"Aku pergi sayang," Ivan mencium pucuk kepala Alya dan Mencium punggung tangan ibunya dengan terburu seolah ada sesuatu yang urgent sedang terjadi.
"Buru-buru amat sih, Van." cicit Alya, andai saja ibu mertunya itu tak memintanya untuk di temani, Alya pasti akan memaksa pada Ivan untuk ikut, atau paling tidak jika Ivan menolak, dia bisa mengikuti Ivan secara diam-diam.
"Titip Alya ya, bu!" teriak Ivan saat dia hendak masuk ke dalam mobilnya dan dengan cepatnya berlalu meninggalkan halaman rumah dengan alasan hendak ke proyek karena akan ada material datang.
Cih, proyek yang mana? Proyek selingkuh? Decih Alya dalam batinnya, dia harus rela bersabar dan tidak terlalu ngoyo dalam berusaha membongkar tabir kebohongan suaminya, mungkin Tuhan memintanya untuk sedikit bersabar dan memikirkan strategi untuk menghadapi kelicikan Ivan, jangan sampai dirinya bertindak gegabah, bukankah tanpa harus ngotot mati-matian membuka kebohongan itu pun sedikit demi sedikit semuanya terbuka dengan sendirinya, bahkan itu dia dapatkan dari orang yang tidak dia kenal sekalipun, intinya saat ini dia harus bisa lebih bersabar, selain harus menghadapi kecurangan suaminya dia juga harus menghadapi emosi dirinya sendiri.
"apa kalian bertengkar?" Tanya Yuni.
Namun Alya menggelengkan kepalanya, "Tidak, kami baik-baik saja."
"Ivan bilang, katanya kamu bersikap aneh sejak semalam, dan kamu juga mengabaikannya." Sambung ibu mertuanya itu.
Bukan hal yang aneh jika ibu mertuanya itu selalu tau masalah kehidupan rumah tangganya, ivan sangat dekat dan manja dengan ibunya, bahkan nyaris tak ada rahasia di antara ibu dan anak itu dia selalu menceritakan semua tektek bengek masalah hidupnya pada ibunya tanpa ada sedikitpun yang di tutup-tutupinya, resiko menikah dengan anak mami, keluh Alya dalam batinnya, yang lebih terdengar seperti bentuk sikap pasrahnya.
"Alya hanya sedang banyak masalah di kantor, Bu. Tidak ada masalah apa pun dengan Ivan." Kilah Alya yang sebenarnya sangat ingin menceritakan semua kegelisahan yang di rasakannya kini, dan mengadukan perbuatan putra kesayangan mertuanya itu yang dia curigai bermain serong di belakang dirinya, namun jika di pikir ulang lagi, apa ibu mertuanya itu akan percaya dengan keluh kesah dan aduannya itu, secara dia tidak punya bukti yang lebih bisa mennguatkan tuduan dan kecurigannya pada Ivan, salah-salah ibu mertuanya malah bisa berbalik marah dan membencinya karena Alya di anggap sudah memfitnah anak kesayangannya itu.
Sehingga untuk sementara waktu pilihan Alya untuk tetap diam dan menyimpan semua yang terjadi untuk dirinya sendiri sampai semuanya terang benderang dan benar-benar terbukti apa yang menjadi kecurigaannya, baru dia akan menceritakan semuanya pada ibu mertua kesayangannya itu.
"Nah, itu Hendri sama Wina pulang, Alya pamit kembali ke kantor ya bu, semoga ibu cepat sembuh, jangan lupa obatnya di minum, Win, obat ibu sudah kamu beli, kan?" Tanya Alya pada Wina yang kini terlihat seperti kebingungan.
"Obat?" Beo Wina malah mengulang pertanyaan yang Alya ajukan pada dirinya.
"Ah, Obat kolesterol ibu, itu ada di motor, tadi Hendri sudah membelikannya mba," Hendri menyela obrolan istrinya dengan Alya.
"Tapi, bukannya obat kolesterol Ibu masih banyak, Mas?" Cetus Wina polos.
"itu hanya botolnya saja, isinya sudah habis, ya kan bu?" Hendri meminta dukungan demi membenarkan pernyataannya itu pada ibunya.
"Iya, itu botol kosong, makanya apa-apa itu jangan sok tau, orang gak sekolah kaya kamu tuh selalu keminter, sana masuk, setrikaan masih banyak di belakang!" Usir Yuni pada Wina, yang selalu di perlakukan bagai bumi dan langit di bandingkan Alya yang selalu dia bangga-banggakan di depan semua orang dan selalu di manja.
Sebenarnya Alya sering merasa tidak enak hati dengan perlakuan mertuanya yang pilih kasih pada Wina, yang di nilai Yuni hanya gadis kampung yang bodoh itu, namun Alya selalu bersikap baik pada Wina dan tidak pernah memperlakukan Wina seperti yang mertuanya lakukan meski Yuni mering mempropokasinya untuk memojokan Wina jika adik ipatnya itu sedikit saja melakukan kesalahan.
"Ya sudah lah bu, mungkin Wina tidak tahu kalau Hendri yang membeli obat ibu tadi, jangan marah-marah gitu, nantikolesterolnya tambah naik, lo!" Goda Alya berusaha menengahi dan meredakan marah Yuni pada menatu satunya itu.
"Alya pergi bu!" Pamit Alya, sudah saatnya dia kembali ke kantor untuk lembur.
"Mba!" Panggil Hendri saat Alya baru saja sampai di ambang pintu, membuat Alya menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Ada apa Hen?"
"Emh,,anu,,, obatnya ibu tadi aku yang beliin, harganya tiga ratus ribu, tapi mas Ivan belum ngasih uangnya sudah pergi," Ujarnya.
Alya mengangkat sudut bibirnya, adik iparnya yang satu ini memang keterlaluan, tiga ratus ribu untuk beli obat ibunya saja minta ganti, iya sih, dia pengangguran, tapi bukankah tiap bulan dia dapat jatah dari Ivan sebagai biaya merawat ibunya, bayangkan saja, merawat ibu kandungnya sendiri saja dia minta bayaran, padahal yang mengurus ibunya dan semua kebutuhannya Wina, Hendri hanya menerima uangnya tanpa melakukan apapun, dan anehnya Yuni tak pernah menegur kelakuan anak bungsunya itu, dia juga tak pernah menyuruh Hendri untuk bekerja meski kini anak bungsunya itu sudah menikah dan punya tanggungan istri yang harus di nafkahinya.
Namun untuk urusan itu Alya memang tak ingin terlalu ikut campur, baginya selama Hendri tidak terlalu menyusahkannya dia tak akan mengusik adik iparnya itu.
"Ambilah!" Alya mengeluarkan tiga lembar uang pecahan seratus ribuan dari dompetnya dan menyerahkannya pada Hendri.
"Harga obatnya tiga ratus dua puluh lima ribu lho mba, jadi aku masih nombok dua puluh lima ribu," Ucapnya tanpa tau malu.
"Uang yang di berikan Ivan dan aku buat mu tiap bulannya ratusan kali lipat lebih banyak dibanding uang yang kamu pakai buat nombok beli obat ibu mu!" Sembur Alya akhirnya kesal juga, karena merasa Hendri sudah keterlaluan, bagai mana bisa perkara uang dua puluh lima ribu jadi omongan, padahal uang itu di pakai untuk kebutuhan ibunya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Widhi Labonee
wah kong kalikong nih keluarga gk.bner deh kayaknya
2023-06-11
1
Azizah az
kok kyk saling menutupi keluarga ini, mencurigakan syekali
2023-02-02
3