Bab 4. Mahar 500 juta

Bab 4

Malaika mencoba fokus pada pekerjaannya. Dia bicara dengan pihak klien dengan sangat pelan. Dia membawa pekerjaannya itu ke rumah sakit setelah mendapat ancaman dari sang atasan.

"Malaika, aku lapar! Ingin makan rendang dan sate lilit," seru Naresh mencoba mencari perhatian dari sang sekretaris.

"Baik, Pak. Akan aku pesankan dulu," balas Malaika, lalu dengan cepat memesan semua makanan tadi lewat online. 

Perempuan berjilbab itu kembali melanjutkan lagi pekerjaannya. Dia tahu saat makan siang nanti pasti Naresh akan meminta ini itu kepadanya.

Sesuai yang dia duga, saat makan siang Naresh menyuruh Malaika menyuapi dengan alasan tangan kanan masih sakit. Meski sambil menggerutu Malaika menyuapi sang Presdir. Mau ngomong apa pun atasannya itu tidak akan mendengar.

"Dasar laki-laki manja! Makanya tidak laku-laku sampai sekarang. Wanita mana yang mau kepada pria lemah begini," gumam Malaika sambil mengaduk makanan.

"Kalau begitu kamu saja yang menjadi kekasih aku. Biar aku tidak capek-capek mencari diluaran sana. Kamu tahu sendiri kalau aku ini sangat sibuk memajukan perusahaan kakek. Mana ada waktu untuk mencari perempuan," ucap Naresh diikuti seringai jahilnya.

Malaika sangat terkejut karena Naresh bisa mendengar gerutuannya. Padahal dia bicara dengan sangat pelan, meski masih bisa di dengar oleh pendengaran normal.

Ketika dia melihat ke arah Presdir muda itu terlihat ada sesuatu di telinganya. Ya, Naresh kini menggunakan alat bantu pendengaran.

"Pak Presdir, itu—" Malaika menunjuk ke arah telinga Naresh.

"Iya, aku menggunakan alat bantu untuk sementara waktu. Aku tidak mau lagi mendengar gerutuan atau umpatan yang keluar dari mulut kamu. Jika sampai itu terjadi …," ucap Naresh sambil mendekat ke arah Malaika.

"Jika sampai itu terjadi, Pak Presdir mau apa?" tanya Malaika mebalas dengan tatapan menantang.

"Akan aku ***** habis mulut kamu," jawab Naresh dengan seringai lebarnya.

"Dasar Presdir mesuuuum!" pekik Malaika sambil memasukan kerupuk ke mulut Naresh. Tentu saja laki-laki terkejut dengan mata melotot, kemudian memakan kerupuk itu, bahkan minta tambah.

***

Malaika bimbang antara ingin meminjam uang lagi kepada Naresh. Hutang dia untuk mengganti mobil Naresh dan orang lain yang dia tabrak tahun lalu saja belum lunas. Akan tetapi, sekarang dia perlu uang dalam jumlah yang banyak. Selain itu perkiraan waktu tinggal 1 jam lagi sampai matahari terbenam.

"Ada apa? Katakan saja jangan dipendam sendirian," tanya laki-laki yang kini sedang duduk di atas ranjang pasien sambil memangku laptop.

"Sebenarnya saat ini aku perlu uang yang sangat banyak. Aku tahu hutang aku kepadamu belum lunas aku cicil. Tapi, saat ini aku benar-benar sangat perlu sekali uang itu," aku Malaika jujur dengan wajah memelas dan tatapan sendu agar bosnya ini mau membantu dia kembali.

"Berapa?" tanya Naresh dengan tatapan iba.

Hati Malaika langsung girang saat ada angin segar berupa bantuan dari atasannya. Dia sangat berharap kalau laki-laki itu memberinya uang. Meski nanti akan ada timbal balik kepadanya.

"250 juta. Ini untuk menebus rumah nenek dan waktu yang diberikan sampai sore ini," jawab sang sekretaris masih dengan ekspresi wajah sendu. Dia memasang raut muka sesedih mungkin agar hati atasannya itu tergerak.

"Baiklah aku akan memberi kamu uang 500 juta untuk mahar pernikahan. Bagaimana?" tawar Naresh dengan alis terangkat dan senyum lebar terukir.

"Tidak. Terima kasih," balas Malaika tanpa berpikir panjang.

Terdengar decakan dari mulut Naresh. Dia sudah disuruh segera menikah oleh kakeknya. Jika usia dia sudah lewat dari 25 tahun dan belum menikah maka 50% harta miliknya akan disita dan dibagikan ke saudara yang lain.

"Cintaku untuk Rahandika masih besar," lanjut Malaika.

"Dia sudah punya calon istri," balas Naresh dengan tawa mengejek.

"Selama janur kuning belum melengkung dan ijab qobul diucapkan. Aku masih punya kesempatan," tutur gadis yang cintanya terhalang status.

"Kamu jangan jadi pelakor. Lebih baik menikah saja dengan aku. Kita bisa belajar saling mencintai," tukas laki-laki beralis tebal itu dengan tatapan tajam.

"Sama saja. Menikah sama kamu juga akan membuat aku banyak makan ati, sama keluarga kamu," balas Malaika.

"Hei, mana—" Naresh sudah akan memarahi Maliaka karena tidak menggunakan bahasa yang formal selagi jam kerja. Jika bukan jam kerja mereka akan bertindak layaknya seorang teman, sebaliknya jika masih jam kerja mereka adalah atasan dan bawahan.

"Aku mau pulang," ucap Malaika sambil melampirkan tas miliknya.

"Mau kasih aku uang atau enggak? Kalau enggak ya sudah aku tidak akan meminta lagi sama kamu." Malaika mencoba bernegosiasi kembali dengan Naresh.

"Aku tetap pada pendirian tadi. 500 juta untuk mahar. Tuh, sisanya masih banyak bisa kamu gunakan," balas Naresh.

Malaika membalikan badannya dan langsung pergi dari ruangan itu.

"Hei, Malaika! Kenapa kamu pergi begitu saja!" teriak Naresh yang tidak akan didengarkan oleh perempuan itu.

"Satu miliar! Satu miliar mau nggak?" 

Naresh semakin mengencangkan suaranya dan berharap Malaika kembali masuk lagi. Namun, sudah 1 menit berlalu tidak ada tanda-tanda pintu akan di buka dari luar.

"Aku harus cari calon istri ke mana?" Naresh merebahkan tubuhnya setelah menyimpan laptop di meja samping.

***

Dalam perjalanan pulang Malaika berpikir bagaimana cara agar dia mendapat uang 250 juta. Kepala hampir pecah karena terus memikirkan untuk mendapatkan uang.

"Aaaa, ini semua gara-gara kakek peot Juwanto! Orang jahat seperti dia seharusnya cepat mati saja, biar tidak meresahkan masyarakat!" teriak Malaika sambil mengendarai motor, dia sangat frustrasi.

Hati gadis itu sakit saat melihat neneknya ikut menggotong barang-barang yang masih bisa digunakan dan meletakan di halaman rumah Dewi. Dia gagal mendapatkan uang untuk tebusan rumah.

"Assalamualaikum, Nek." Malaika berlari ke arah wanita tua yang kini tersenyum ke arahnya.

"Wa'alaikumsalam. Tumben pulangnya sore sekali?" tanya Nenek Romlah sambil dituntun berjalan ke teras.

Malaika mengusap keringat yang ada di dahi keriput milik sang nenek. Dia bisa membayangkan kalau wanita tua ini sudah melakukan kegiatan beres-beres dalam waktu yang lama.

"Nek, jika aku tidak bisa menebus rumah itu, bagaimana?" tanya Malaika nanar. 

Nenek Romlah tersenyum tipis tapi matanya memancarkan kesedihan. Tangan dia mengelus punggung sang cucu.

"Tidak apa-apa, Mala. Nenek sudah ikhlas dan semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik lagi," jawab Nenek Romlah.

Ketika dua perempuan beda generasi itu sedang berbincang-bincang, datang sebuah mobil mewah. Lalu, turun laki-laki tua yang berjalan dengan sombong ke arah mereka.

"Mau apa lagi laki-laki peot itu datang ke sini?" gumam Malaika dan mendapat cubitan dari sang nenek.

"Bagaimana Malaika? Apa uangnya sudah ada? Tuan Raja akan datang ke sini untuk lihat-lihat dulu lokasi, sebelum dia membangun bangunan baru di sini nanti," tanya Tuan Juwanto dengan senyum yang menampilkan gigi emas miliknya yang berkilauan.

"Aku tidak ada uang. Mujur sekali nasib kamu bisa mendapatkan tanah dan rumah beserta isi hanya dengan modal 1 juta. Suatu hari kehancuran akan mendatangi dirimu, kakek tua!" balas Malaika.

"Kamu bisa memiliki rumah kembali, tapi dengan syarat," kata Tuan Juwanto.

***

Syarat apa yang akan diajukan oleh Tuan Juwanto? Apakah Malaika akan menerimanya? Tunggu kelanjutannya, ya!

Terpopuler

Comments

Ummi Alfa

Ummi Alfa

Yah....paling ujung2nya tuh bandot tua ngajuin syarat utang lunas asal mau nikah sama.dia.
Entah jadi bini yang keberapa.

2023-03-15

1

😘Mrs. Hen😘

😘Mrs. Hen😘

mungkin syaratnya dijadikan istri kakek ju...gak mau lah mending pilih si naresh aja...maharnya nambah jadi 1 M..😁✌

2023-02-01

15

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!