Presdir Budeg Vs Sekretaris Matre

Presdir Budeg Vs Sekretaris Matre

Bab 1. Hutang dan Ledakan

Bab 1

"Bang Cokro, tolong jangan rusak barang-barang di rumah ini! Akan aku bayar hutang itu jika Malaika sudah mendapat gaji," kata seorang wanita tua sambil menahan tangan laki-laki berwajah garang yang sejak tadi melemparkan barang dari dalam rumah ke halaman depan.

Rumah berukuran sedang itu kini dalam keadaan kacau balau. Hampir semua perabot berserakan di tanah berumput hijau.

"Nek Romlah harus meninggalkan rumah ini sekarang! Rumah ini kami sita untuk membayar hutang Bang Ramzi kepada Tuan Juwanto!" Bang Cokro yang bekerja untuk seorang juragan kambing sekaligus seorang rentenir, membentak Nenek Romlah dengan menunjuk ke arah bangunan tua peninggalan zaman Belanda, tetapi masih berdiri kokoh.

Wanita tua itu menangis meminta kebaikan orang-orang yang sedang mengeluarkan barang dari dalam rumah. Dia tidak punya harta apa-apa lagi selain rumah peninggalan suaminya ini. Nenek Romlah sudah tinggal di sana selama 50 tahun.

"Salah kamu sendiri, kenapa tidak membayar hutang milik anak kamu itu!" bentak Bang Cokro sambil mendorong tubuh wanita renta itu sampai tersungkur dan kepalanya terluka, karena membentur batu berukuran sedang.

"Mana aku tahu kalau Ramzi pernah meminjam uang kepada tuan Juwanto, dahulu," ucap Nenek Romlah masih duduk di tanah sambil menangis tergugu.

"Salah Nek Romlah sendiri tidak menanyakan masalah hutang piutang setelah Bang Ramzi mati dulu," ujar laki-laki berbadan besar dengan banyak tato.

Nenek Romlah tidak tahu kalau putra satu-satunya pernah meminjam uang kepada rentenir nomor satu di kampung itu. Katanya jumlah uang yang dipinjam dulu sebesar 1 juta rupiah, dengan bunga 20% per bulan. Sementara itu, Ramzi sudah meninggal 13 tahun yang lalu.

"Kenapa, tuan Juwanto tidak menagih kepada kami dahulu?" tanya Nenek Romlah yang merasa tidak adil. 

Sang anak meminjam uang sebesar 1 juta dan kini dia harus mengembalikan uang hampir sebesar 35 juta rupiah. Wanita tua itu tidak tahu uang pinjaman digunakan untuk apa. Sebab, dia dan suaminya dahulu merasa hidup sangat berkecukupan.

"Sebagai keluarga seharusnya Nenek Romlah bertanya kepada orang-orang apa Bang Ramzi punya hutang atau enggak!" pekik Bang Cokro dengan wajahnya yang gahar dan suara yang keras.

"Ada apa ini?" Seorang gadis berjilbab berlari ke arah Nenek Romlah. 

"Malaika," panggil Nenek Romlah kepada cucu semata wayangnya.

"Bangun, Nek!" Malaika mencoba membangunkan tubuh wanita tua itu dengan hati-hati.

"Astaghfirullahal'adzim, Nenek. Kepala Nenek berdarah!" pekik Malaika karena terkejut saat melihat kepala orang yang paling disayangi olehnya kini dalam keadaan terluka.

Malaika menatap nyalang ke arah Bang Cokro. Tanpa berpikir panjang wanita itu pun melayangkan tendangan ke arah bagian perut bawah laki-laki itu.

"Aaaa, dasar bocah kurang ajar! Berani-beraninya kamu menendang senjata kebanggan aku," teriak Bang Cokro sambil memegang alat vital dengan menggunakan kedua tangannya.

Anak buah Bang Cokro yang berjumlah tiga orang itu meringis sambil melindungi alat tempur mereka masing-masing saat melihat sang bos yang masih mengerang kesakitan. Mereka tahu tidak berani macam-macam kepada Malika, karena 3 bulan yang lalu sudah merasakan kekuatan pukulan dan tendangan dari wanita pemegang sabuk hitam di taekwondo.

"Kenapa kalian diam saja? Urus gadis itu, cepat!" perintah Bang Cokro sambil berjalan menjauhi gadis berparas cantik, tetapi berbahaya.

Ketiga orang itu pun maju mendekat ke arah Malika. Masing-masing orang membawa senjata. Diantaranya, tali seperti **** milik seorang koboy, pemukul baseball, dan pisau lipat.

"Hey, yang benar saja! Kalian mau menyerang aku sambil membawa senjata?" Malika merasa tidak akan bisa melawan musuh yang banyak dengan senjata ditangannya, sedangkan dia bertangan kosong.

Ketiga laki-laki yang merupakan anak buah Bang Cokro langsung menyerang secara bersamaan. Malaika terlebih dahulu menahan serangan orang yang membawa tali. Dia berharap bisa merebut senjata milik lawannya. Namun, gagal. Ternyata salah seorang lawannya itu melemparkan pemukul baseball ke kaki Malaika.

"Aaaa. Kamu curang!" teriak gadis itu sambil menunjuk ke arah laki-laki yang melemparkan tongkat yang lumayan berat.

"Ayo, kita sedang!" ajak laki-laki yang tadi melemparkan senjatanya.

Melihat ada pemukul baseball di dekat kakinya. Malaika pun mengambil dan menggunakan benda itu sebagai senjata miliknya.

Meski dia diserang secara bersamaan, sebisa mungkin gadis itu menahan serangan mereka. Gerakan tubuh Malaika yang luwes berhasil menghindari yang terarah kepadanya dan di waktu yang bersamaan berhasil mengayunkan pemukul itu ke tubuh lawan.

Ketiga laki-laki bertubuh kurus dan kering itu tersungkur di tanah sambil meringis kesakitan. Kini tinggal Bang Cokro yang masih berdiri.

"Ayo, Bang Cokro! Mau lanjut atau menyerah?" Malika menantang laki-laki bertubuh kekar dan berkulit sawo matang.

Merasa kondisi tubuhnya sedang tidak baik-baik saja karena tadi titik pusat dia kena tendangan kaki kanan Malaika. Dia pun memutuskan pergi dari rumah milik Nenek Romlah.

"Nek, kita masuk ke rumah." Malaika menuntun sang nenek masuk ke rumah dan mengobati lukanya. Setelah itu dia membereskan barang-barang yang dibuang ke luar oleh anak buah Bang Cokro.

***

Sementara itu di waktu yang bersamaan, tetapi berbeda tempat, terlihat seorang laki-laki baru saja memarkirkan mobilnya di basement sebuah apartemen. Dia melihat handphone miliknya yang sejak tadi berbunyi.

"Halo, Malaika. Ada apa?" 

^^^"Assalamualaikum, Presdir. Sepertinya malam ini saya tidak bisa pergi. Nenek sedang sakit."^^^

"Sakit apa? Bawa ke dokter agar cepat sembuh."

^^^"Tetap saja saya tidak bisa pergi. Mana mungkin saya tega meninggalkan nenek yang sedang tidak baik-baik saja."^^^

"Lalu, aku harus bagaimana nanti?"

^^^"Itukan urusan keluarga Presdir. Kenapa aku harus ikut pusing memikirkannya?^^^

"Hei, Malaika. Kamu itu sekretaris aku!

^^^"Iya, itu untuk urusan kantor. Bukan urusan pribadi."^^^

Panggilan telepon itu pun berakhir dengan dimatikan oleh orang di seberang sana. Tentu saja hal ini membuat laki-laki berparas tampan rupawan bak pangeran dalam dongeng merasa tidak dihargai. Lalu, dia balik menelepon sekretaris tadi.

^^^"Assalamualaikum, ada apa lagi, Presdir?"^^^

"Malaika, berani-beraninya kamu menutup terlebih dahulu panggilan tadi. Seharusnya aku yang menutup terlebih dahulu.

^^^"Astaghfirullahal'adzim. Ya, kalau begitu sekarang Pak Presdir Naresh silakan tutup teleponnya. Aku saat ini sedang sibuk merawat nenek."^^^

"Besok kamu harus masuk kerja!"

Laki-laki bernama Naresh itu pun langsung menutup panggilan itu tanpa mengucapkan salam seperti orang pada umumnya. Dia pun turun dari mobilnya.

'Hah, rasanya malas untuk pulang ke rumah kakek. Padahal menemui keluarga sendiri, tapi—'

Bunyi ledakan keras yang berasal dari mobil milik Naresh yang baru saja dia kunci pakai kunci otomatis. Tubuh laki-laki itu terlempar dan membentur dinding saking kuatnya daya ledak tadi.

***

Assalamualaikum, teman-teman. Ketemu dengan karya baru aku bergenre komedi romantis sedikit action, semoga suka. Ikuti terus sampai tamat, ya.

Terpopuler

Comments

Mas Bos

Mas Bos

kayaknya seru lagi ceeitanya

2024-04-14

1

Rahma Inayah

Rahma Inayah

mampir thor

2023-07-31

1

Nursugi Imawan

Nursugi Imawan

wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, iya semoga menghibur novelnya ya..

2023-02-27

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!