Bab 5
"Apa syarat yang kamu ingin ajukan?" tanya Malaika dengan lantang.
"Jadi istri mudaku," jawab Tuan Juwanto dengan mantap.
Angin sore hari itu terasa sangat dingin dan kencang. Namun, tidak bisa mendinginkan rasa amarah yang kini sedang dirasakan oleh Malaika. Gadis itu menatap sinis ke arah laki-laki tua yang baru saja mengatakan ingin menjadikannya istri keempat.
"Nggak sudi aku menjadi istri kamu! Masih banyak perjaka yang bisa aku nikahi," balas Malaika dengan jengah. Mending dia terima tawaran dari Naresh dari pada menikah dengan lintah darat.
Tuan Juwanto tertawa ngakak dan semakin merasa tertarik kepada gadis yang kini sedang berdiri dengan menatap tajam ke arah dirinya. Selama ini kebanyakan orang sering ketakutan kepadanya, tetapi Malaika sangat berbeda.
"Aku berjanji akan membahagiakan dirimu dan menuruti semua apa pun yang kamu mau," ujar Tuan Juwanto dengan senyum terbaiknya dan membuat Malaika dan Dewi merasa ingin muntah saat melihat gigi emasnya.
"Dengan uang dari hasil riba? Jangan harap!"
Nenek Romlah pun maju ke depan sang cucu. Wanita tua itu tidak terima kalau Malaika dipaksa menjadi istri muda dari laki-laki bau tanah yang sebentar lagi menunggu malaikat maut menjemputnya.
"Hei, Juwanto! Ingat dengan umurmu yang sudah tua itu! Cucu aku itu lebih pantas untuk menjadi cucu menantu kamu. Bukan istrimu!" bentak Nenek Romlah sambil menunjuk muka laki-laki tua di depannya.
"Aku hanya memberikan tawaran yang akan menguntungkan buat Malaika. Itu juga bisa menguntungkan bagi dirimu juga, Romlah. Tidak ada ruginya sama sekali," balas Tuan Juwanto dengan tawa terkekeh.
Kumandang adzan magrib membubarkan semua orang. Untuk malam itu Malaika dan neneknya menginap di rumah Dewi. Rencananya besok baru akan mencari kontrakan.
***
Hari ini Malaika kerja di rumah sakit kembali. Naresh menyuruhnya langsung datang ke sana dan tidak perlu pergi ke kantor. Meski begitu, pekerjaan gadis itu sangat banyak. Beberapa orang manajer datang untuk memberikan laporan mereka dan diterima langsung oleh sang sekretaris.
"Malaika, aku bosan di sini. Minta sama dokter untuk melakukan rawat jalan atau rawat di rumah saja," ucap Naresh sambil melihat ke arah perempuan yang sedang fokus pada laptopnya.
"Pak Presdir, sebaiknya Anda jangan mengeluh. Tubuh Anda masih sakit dan masih butuh pengawasan dari dokter dan perawat. Bersabarlah!" bujuk Malaika dengan penuh kesabaran. Jika sudah jam pulang mungkin saja dia akan memarahi laki-laki itu karena meminta sesuatu yang menurutnya bodoh.
Kedua orang itu pun kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Naresh yang masih merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya memutuskan untuk tidur saja. Dia tidak mau bilang hal itu kepada Malaika, karena bisa saja sekretaris itu menghubungi dokter dan menyuruhnya memberikan obat lain.
Malaika meregangkan tubuhnya setelah selesai memeriksa laporan. Saat netranya melihat ke arah Presdir PT. Wijaya, pemuda itu terlihat tidur dengan sangat pulas. Lalu, dia pun membetulkan letak selimut. Tanpa sengaja dia melihat luka di pelipis yang mengeluarkan sedikit darah, karena luka itu belum mengering. Tangan gadis itu pun terulur dan tanpa sengaja Naresh membalikan kepalanya. Kuku dia menggores luka itu dan semakin membuat bertambah parah.
"Aaaaaa. Sakit!" Naresh mengaduh dan langsung bangun.
"Maaf, Pak! Tidak sengaja. Aku mau menyeka darah di pelipis, tapi—"
"Malaika! Kalau kamu mau berbuat mesuuuum sama aku, jangan secara diam-diam," potong Naresh.
Si sekretaris yang tadinya merasa bersalah, kini tengah terperangah. Dirinya tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar dari mulut atasannya ini.
"Si–apa yang mau mesuuuum sama Bapak?" teriak Malaika dengan mukanya yang merah antara marah, kesal, dan malu.
"Barusan katanya kamu mau nyium pipi aku?" Naresh menatap heran ke arah sang sekretaris. Terselip ada rasa bangga, karena merasa Malaika sudah terpesona kepada dirinya saat sedang tidur.
"Astaghfirullahal'adzim. Pak Presdir, dengar, ya! A-ku ta-di ma-u me-nye-ka da-rah di pe-li-pis Ba-pak," ucap Malaika mengheja persuku kata agar bisa didengar jelas oleh Naresh. Tangannya juga menunjuk di pelipisnya agar laki-laki itu tahu ada sesuatu di sana. Sang sekretaris lupa kalau atasannya saat ini tidak bisa mendengar dengan jelas.
Naresh pun menyentuh pelipisnya lagi dan ada darah yang menempel pada jari. Lalu, dia mengambil tisu yang ada di meja kemudian diusap kening yang terluka dengan hati-hati, berharap darah segera hilang.
"Padahal kamu mau cium pipi aku juga tidak apa-apa, kok," ujar Naresh sambil tersenyum jahil.
"Dosa, Pak! Dosa!" pekik Malaika kesal.
"Biasa, dong! Tidak perlu berteriak begitu, aku tidak tuli," balas Naresh bersungut-sungut.
"Haaah, dia nggak merasa budeg," gumam sang sekretaris jengkel.
"Aku tahu kamu sedang mengumpat padaku. Iya, 'kan?" Naresh hanya menebak.
"Tidak mengumpat, Pak. Tapi, bicara kenyataan dan kebenaran," balas Malaika dengan senyum dibuat lebar.
Hari sudah sore dan waktunya jam pulang. Malaika berniat melihat rumah kontrakan yang tadi dia lihat di sosial media. Kebetulan tempat itu tidak jauh dari kantor tempat dia kerja.
Terlihat sebuah rumah kecil tanpa halaman. Hanya ada teras langsung terhubung dengan pagar. Posisi tempat itu berada di dalam gang, tetapi motor bisa masuk. Terasnya juga tidak terlalu sempit bisa untuk menyimpan motor miliknya nanti.
Ibu pemilik kontrakan itu juga ramah dan bisa membayar uang sewa perbulan. Jika, tidak merasa betah bisa memutus kontrakan itu.
"Hanya ada ruang depan, satu kamar tidur, dapur, dan kamar mandi. Uang sewa 500 ribu perbulan," kata Bu Ika dengan ramah.
"Baiklah, Bu. Saya akan cuma kontrak selama 6 bulan dahulu. Jika, nenek saya suka tinggal di sini, ke depan akan diperpanjang lagi," ucap Malaika.
Ketik selesai transaksi dengan pemilik kontrakan, ada pesan masuk ke handphone milik Malika. Pesan itu dari Naresh dan menyuruhnya kembali ke rumah sakit saat itu juga. Belum juga dia membalas pesan itu, panggilan masuk dari Pak Presdir kesayangannya.
"Assalamualaikum, Pak."
"Malika … gawat! Pokoknya cepat datang ke sini sekarang juga," balas Naresh di seberang sana memberi perintah.
"Ada apa, sih? Aku mau istirahat, capek!" Malaika tahu pasti atasan ini akan melibatkan dirinya pada sesuatu yang tidak menyenangkan baginya.
"Aku bayar uang lembur hari ini sebesar 5 juta. Kamu cepat datang ke sini. Kakek tahu aku masuk rumah sakit!"
"Apa?" Malaika berteriak saking terkejut.
Malaika pun kembali ke rumah sakit sesuai keinginan sang atasan. Dia yakin posisi Naresh sebagai Presdir PT. Wijaya sedang terancam saat ini jika keluarga tahu kondisinya saat ini.
'Semoga Pak Kamandaka belum sampai ke rumah sakit.' (Malaika)
***
Bagaimana reaksi Kakek Kamandaka saat melihat Naresh berbaring di rumah sakit? Kenapa Naresh dan Malaika merasa takut dengan kedatangan Kakek Kamandaka? Tunggu kelanjutannya, ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Ummi Alfa
Mungkin kakek Kamandaka kalau liat Naresh terbaring di rumah sakit dia akan ambil alih perusahaan.
2023-03-15
1
Gitaemutz
lanjut thor
2023-02-02
13
😘Mrs. Hen😘
penasaran kakek kamandaka itu orangnya gimana....lanjut kak
2023-02-02
16