Malam disambut pagi dengan cahaya indanya. Terlihat seorang wanita parubaya masuk ke dalam kamar menggeser gorden tebal menyisakkan gorden putih yang agak tipis. Membiarkan cahaya pagi masuk ke dalam kamar.
"Bangun sayang. Ini nih yang Mama tidak suka! Bangun pagi saja sulit dibangunin" kata Liana mengomeli putranya yang sulit bangun pagi.
"Kenapa sih, Mah. Masih pagi juga! Mama tuh marah-marah terus" balas Rian kembali kesal dengan Mamanya. Tiap pagi, mamanya akan terus mengomelinya.
"Masih pagi apaan, Rian. Ini sudah jam 8" kata Liana berkata sambil berkacak pinggang.
"Baru jam 7 Ma bukan jam 8" balas Rian.
"Terserah kamu saja. Pokoknya Mama tidak mau tahu. Besok kamu harus membawa calon menantu Mama ke rumah. Kalau kamu tidak membawanya datang, maka Mama akan menjodohkan kamu dengan anak teman Mama!" kata Liana mengancam putranya lalu keluar dari kamar.
"Ya ampun... dosa apa yang aku perbuat dimasa lalu sampai dapat orang tua yang bawelnya kebangatan" gerutu Rian terlihat frustasi
"Mama dengar loh, Rian!" teriak Liana dari balik pintu kamar.
Rian bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi, tak lupa ia mengambil handuk. Dua puluh menit kemudian ia keluar dengan rambut basa yang acak-acakan.
Tok... Tok... Tok... (Seseorang mengetuk pintu)
"Ada apa, Bik?" tanya Rian.
"Dipanggil Nyonya untuk sarapan, Tuan"
"Baiklah, aku akan segera turun,"
Rian mengenakan baju kemeja putih dilapisi dengan jas warna abu-abu dan celana senada, tak lupa pula dengan parfum mahal yang baunya tidak bisa hilang seminggu. Usai bersiap-siap Rian bergegas turun menghampiri ayah, ibu dan adiknya di meja makan.
"Jangan lupa Rian. Besok bawa calon menantu Mama ke rumah" kata Liana mengingatkan putranya.
"Kalau dia punya waktu" balas Rian santai.
"Mama tidak mau tahu, ada dengan tidaknya besok dia harus datang!" kata Liana tegas.
"Astaga Mah. Yang mau nikah sebenarnya siapa sih... ku atau siapa" ujar Rian frustasi.
"Ya kamulah, masa Mama!" ketus Liana.
"Nah, itu Mama tahu. Harusnya Mama sabar menunggu" ujar Rian.
"Jangan coba-coba kamu membohongi Mama, Rian!" ancam Liana.
Rian malas berdebat dengan mamanya. Ia pun berpamitan untuk ke Perusahaan. Dalam perjalanan, bayangan Nadira kembali hadir. Rian tersenyum sendiri mengingat gadis kecil yang melampiaskan emosinya dengan cara gila.
"Apa yang dia lakukan di rumah? Apa aku telepon saja? Kalau aku telepon nanti dia kegeeran lagi" gumam Rian.
Rian memilh untuk tidak menghubungi Nadira Ia meletakan ponselnya di dalam saku baju jasnya. Setelah dua puluh menit perjalanan Rian pun sampai di Perusahaan. Semua pegawai berdiri menyambut CEO mereka. Kegantengan Rian mampu menghipnotis para pegawai wanita namun tak seorang pun berhasil. Rian memiliki kriteria wanita yang unik, tentu baik dan pandai.
"Tumben kamu datang sepagi ini" kata Naix.
"Kamu tahu sendiri lah bagaimana mamaku. Semakin hari semakin menjadi-jadi. Masa aku disuruh bawa calon menantunya ke rumah" jelas Rian dengan kesal.
"Ya tinggal kamu bawa" balas Naix dengan santai.
"Ngomong mah gampang. Tapi kamu kan tahu sendiri aku masih menunggu Kaira kembali dari Luan Negri" ungkap Rian.
"Terserah kamu deh" kata Naix. Ia malas meladenin Rian.
Rian duduk di kursi kebesarannya sambil memegang ponsel genggamnya. Ia kembali membayangkan Nadira, hanya Nadira seorang yang hadir dalam bayangannya setelah pertemuan yang tidak disengaja. Beberapa jam berkelut dengan komputer dan keyboard, Rian memberanikan diri untuk menghubungi Nadira.
"Halo, dengan siapa ini?" tanya Nadira disebarang telepon.
"Ini aku, Rian" balas Rian.
"Ada perlu apa, Kak?" tanya Nadira lagi.
"Aku malas membahasnya lewat telepon. Kamu di mana sekarang?" tanya Rian balik.
"Aku masih di sekolah, Kak. Nanti Kakak kirim alamatnya saja, kalau aku sudah pulang aku temui Kakak" balas Nadira.
"Kirim alamat sekolahmu. Nanti aku yang jemput kamu" kata Rian.
Nadira mengirimkan alamat sekolahnya setelah panggilan telepon pun terputus. "Apa yang Kak Rian ingin katakan? Sepertinya penting" batin Nadira.
-------
Rian berdiri sambil memandangi sekolah yang ada di depan matanya. Sekolah yang tak asing baginya. Bahkan ia malas untuk masuk ke dalam gedung Sekolah tersebut. Selain takut dilihat adiknya, ia juga malas bertemu dengan gurunya yang bawel seperti mamanya. Rian menatap seorang gadis dengan tubuh mungil berjalan menghampirinya, seulas senyum tersungging di bibir manis gadis itu. Tanpa sadar, Rian menatapnya tanpa berkedip.
"Halo, Kak," sapa Nadira.
"A-ah iya," jawab Rian gelagapan.
"Ayo masuk" kata Rian kemudian membukakan pintu mobil untuk Nadira. Lalu ia pun masuk dan duduk di kursi kemudi.
Dalam perjalanan, Nadira kembali diam sama halnya dengan pertemuan pertama mereka. Tak sengaja, Rian melihat ada memar dilengan serta dibetis Nadira membuat pria itu memberanikan diri untuk bertanya.
"Kenapa betismu memar?" tanya Rian.
"Ah ini. Aku jatuh saat pulang semalam" jawab Nadira berbohong.
"Semalam aku mengantarmu pulang dan kembali setelah kamu masuk ke dalam rumah," jelas Rian.
Nadira baru ingat kalau semalam Rian yang mengantarnya pulang. "Maaf, tapi aku tidak bisa menceritakannya" kata Nadira menunduk.
"Jika itu maumu maka aku tidak akan memaksa," ujar Rian.
Lima belas menit perjalanan, mereka pun sampai disalah satu Restaurants termahal di kotanya. Restaurants milik Rian, hasil dari uang tabungannya selama 3 tahun.
"Ayo turun Nadira" kata Rian membukakan pintu mobil untuk Nadira.
"Kenapa kita ke Restarants ini Kak? Uangku tidak cukup untuk mentraktir Kakak" ungkap Nadira dengan polosnya. Namun kepolosannya itu mampu membuat Rian tertawa lepas.
"Hahahaha. Apa-apan sih kamu. Masa aku di traktir oleh gadis kecil seperti kamu" kata Rian tersenyum.
"Terus siapa yang bayar, Kak? Aku tidak punya uang banyak" tanya Nadira.
"Masuk saja, biar aku yang membayarnya," kata Rian menarik tangan Nadira kemudian membawanya masuk ke dalam ruangan pribadinya.
"Lepas kaus kakimu!" perintah Rian saat mereka sudah berada dalam ruangan pribadinya
"Untuk apa, Kak?" tanya Nadira.
"Buka saja," kata Rian lagi.
"Aku tidak mau" tolak Nadira.
"Nadira, kita diruangan yang orang lain tidak bisa melihat kita. Jangan buat aku marah. Buka dan kamu akan baik-baik saja!" ujar Rian dengan geram.
Nadira merasa takut, dengan tangan gemetar ia membuka kaus kakinya. Rian menarik kaki Nadira kemudian mengobati lukanya. "Siapa yang melakukan ini padamu?" tanya Rian namun Nadira diam tak bergeming.
"Siapa yang melakukan ini padamu?" tanya Rian lagi.
Nadira masih tetap diam dengan tubuh yang mulai gemetar, ia takut suara kasar. Bayang-bayang ayahnya akan terlintas saat suara kasar itu ia dengar.
"Maafkan aku, tapi siapa yang melukaimu?" tanya Rian lagi.
Untuk yang ke tiga kalinya. Nadira menjawabnya. "Ayahku"
Rian geram mendengar jawaban dari mulut gadis kecil yang kini ketakutan. Rian mengepal tangannya sejenak kemudian kembali santai seperti biasa. "Karena kamu sudah disini. Maka mari kita buat perjanjian" kata Rian.
Nadira mengeryitkan dahinya. Ia tidak paham dengan apa yang dikatakan Rian barusan. "Maksud Kakak apa?" tanya Nadira tak mengerti.
"Menikahlah denganku. Aku akan membiayai sekolahmu dan kuliahmu setelah itu kita pisah" jelas Rian.
.
.
.
.
.
.
Bersambung....
Mohon kritik dan sarannya 😊
Halo reader yang terbaik. Terimakasih sudah mampir di karya aku. Jangan lupa like, rate 5nya, komen, bagikan serta Lovenya ya 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Cornelia Pujiastuti
iihh kaget aja ,,ngajak nikah tp jg ngajak pisah ,,pie to ,,
2021-08-05
0
Elma Theana
bikin Rian Bucin sebelum pisah sama nadirah ya thor
2021-06-05
0
♈⛎♎ chann💫💫
lah.. .lah koq ujung-ujungnya gitu ka
2021-04-22
1