Liodra sedang merapikan beberapa gaun yang baru dikeluarkan dari ruang produksi. Gaun rancangan Sashi Andhara termasuk dalam jajaran top lima belas desainer terbaik di Indonesia. Beruntunglah Liodra mempunyai teman satu profesi yang mau bergabung di butik Liodra Moda.
Brand Liodra Moda sebenarnya belum cukup dikenal, tetapi atas saran Devano, Liodra terus melakukan promosi, menjadi sponsor acara pagelaran busana, dan merangkul Sashi untuk turut bergabung bersamanya. Sashi dan Marcela yang biasa ia panggil Ela adalah dua sahabat terbaik yang dia miliki saat ini.
Liodra terus memandangi gaun cocktail mini dengan nuansa cokelat keemasan yang sangat kaya detail. Model vape dan aksen bordir cloisonne di bagian atas, menambah kesan mewah. Di bagian bawah dan lengan lebarnya diberi tambahan bulu-bulu cukup tebal namun ringan untuk menciptakan kesan seksi. Gaun ini sudah dipesan penyanyi ternama. Perlahan, butik Liodra mulai dikenal di kalangan artis.
"Kenapa kamu lihatin terus gaun itu? Ada yang kurang?" Sashi keheranan melihat Liodra yang terus memandangi gaun mahal itu.
"Sashi, kalau gaun ini dibikin versi gaun pengantin, menurut kamu bagus enggak?" Liodra bertanya sambil terus mengamati detil gaun yang terlihat sangat indah di matanya.
"Boleh juga, sih, cuma kudu nambahin banyak aksen dan pernik. Kenapa emang? Bentar, jangan bilang kamu mau bikin gaun begini buat nikahan." Mata Sashi membulat sempurna, mencoba menebak sesuatu.
Liodra hanya mengangkat bahunya melihat sahabatnya menatapnya seolah tidak percaya.
"Oh my God! Liodra, kamu serius? Emangnya mama kamu udah kasih izin? Kenapa kamu enggak kasih tahu kita? Bentar gue panggil Ela dulu. Sashi terlihat sangat senang dan antusias. Wajahnya cerah dihiasi senyuman indah.
"Ela! Ela ... kesini bentar, biar aku ada temannya pingsan!"
Sashi memanggil Ela yang segera berlari dari ruang manager begitu mendengar namanya dipanggil.
"Apaan, sih, teriak-teriak, Sashi? Gue baru mau bikin laporan bulanan. Kenapa lu mau pingsan?" Ela datang dengan wajah ditekuk karena konsentrasinya buyar akibat teriakan Sashi.
"Liodra mau married!" Kali ini sudah bukan teriakan lagi, tetapi menyerupai jeritan dengan kekuatan penuh. Sebegitu senangnya dia mendengar sahabatnya hendak menikah.
"Iya, emang dia mau married, gue udah tahu! Cuma belum kesampaian, nyokapnya rese! Ops!" Ela masih menjawab dengan wajah kesal karena merasa terganggu.
"Oke, lu diam dulu, biarkan Liodra yang cerita. Riva, ayo ceritakan apa yang terjadi? Biar Umbrella percaya lu mau kawin."
Umbrella adalah panggilan Sashi kepada Marcela jika sedang kesal.
"Liodra, lu serius mau kawin lari?" Suara Ela meninggi. Dia menatap Liodra dengan pandangan menyelidik.
"Oke, oke ... biar aku jelaskan!" Liodra mengangkat kedua tangannya ke samping telinga.
"Iya, benar gue mau nikah sama Devano, dan iya benar juga nyokap gue udah kasih izin, kita tinggal menunggu kedatangan keluarga Devano. Jadi rencana kawin lari itu cuma gertakan doang. See? It works!" imbuhnya bersemangat.
"Oh Princess, congrats, akhirnya kamu menang. Gitu, dong, itu baru sahabat gue. Gue suka gaya lu yang tidak pernah menyerah memperjuangkan sesuatu." Ela bertepuk tangan perlahan sambil berjalan mendekati Liodra.
"Selamat Liodra, kamu pantas ngedapetin ini." Sashi menghambur ke arah Liodra.
Ketiganya berpelukan menumpahkan kebahagiaan. Sashi memeluk Liodra yang sibuk mengusap bulir bening di pipinya. Ela memeluk Liodra sembari tersenyum tipis. Akhirnya hari penting yang dinantikan akan segera tiba.
"Kamu pakai pelet apa sampai mamamu merestui kalian? Ayo dong, cerita." Sashi melepaskan pelukannya.
"Aku pakai akal sehat dengan sedikit gertakan aja. Aku bilang sama Mama kalau aku hanya mau menghabiskan umur bersama Devano. Mungkin mama udah bosan dengar aku nangis, kali. Makanya diizinkan. Masalahnya sekarang adalah secepatnya Devano dan keluarganya harus datang ke rumah. Aku bingung ngomongin ini ke Devano. Kamu tahu sendiri dia lagi sibuk banget sama kerjaan, keluarganya juga ada di Bandung. Jadi persiapannya kudu matang ini, enggak boleh sembarangan. Mama harus terkesan dengan pertemuan penting ini, betul?" Liodra menatap mata sahabatnya bergantian.
Ela bisa melihat kegundahan di dua telaga bening Liodra. Bagi gadis mana pun, fase ini adalah fase terberat. Memperkenalkan keluarga calon suami ke orang tua selalu membuat degub jantung para gadis sedunia hampir melompat saking tegangnya.
"Oke tenang, kita lakukan ini satu persatu. Jangan lupa, kamu punya kami, Dear. Kita bakal bantuin kamu sampai wedding tiba. Kamu akan lihat nanti, cling ... tiba-tiba kamu sudah duduk di pelaminan!" Ela meyakinkan sahabatnya yang masih terlihat resah. Sashi mengangguk meyakinkan.
"Thanks, Ela, Sashi. Aku tahu bisa ngandelin kalian. Kalian berdua emang yang terbaik. Apakah kalian tahu saat seseorang mencintaimu, dia tak harus mengatakannya. Kamu akan tahu dari cara mereka memperlakukanmu. Itu yang membuatku makin yakin, Devano layak diperjuangkan," bisik Liodra sambil mengusap air matanya.
Berbagi rasa, kesedihan, ataupun kebahagiaan seperti sekarang dengan sahabatnya selalu membuat dadanya lega. Dia merasa beruntung memiliki sahabat yang menaruh kasih di setiap waktu, selalu ada dalam setiap kesukaran.
"Aku pikir air matamu sudah kering untuk memenangkan hati mamamu. Stop drama, let's do this!" Sashi menggenggam tangan sahabatnya, mengalirinya dengan kekuatan yang memang sedang dibutuhkan Liodra.
Ketiga sahabat itu mengakhiri perbincangan dengan satu pelukan hangat. Mereka mulai mengerjakan yang harus dikerjakan. Sashi kembali ke ruang produksi, Ela kembali ke ruang manager. Terlihat segurat senyum tipis tersungging dari bibirnya.
*
Jika Liodra sedang berbagi kabar bahagia dengan sahabatnya, Devano juga tengah mengalirkan kebahagiaan untuk ibunya. Dalam perjalanan menuju kantor, Devano menelepon ibunya.
Satu tombol dengan simbol ponsel di atas dashboard mobil dipencet, speaker mobil diaktifkan, lalu terdengar panggilan telepon terhubung.
"Ibu, terima kasih untuk semua do'anya. Sepertinya sebentar lagi keinginan Ibu untuk mempunyai menantu, akan segera terkabul."
Devano mengabarkan berita gembira dengan suara riang.
Mata sayu perempuan paruh baya di ujung ponsel terlihat seperti sungai kering bertahun-tahun yang dialiri air jatuh dari langit. Matanya mengerjap tak percaya, tetapi segera berubah menjadi tatapan bahagia saat mendengar suara hangat putera satu-satunya. Eva Purwandari menahan isak yang nyaris pecah.
"Liodra?" tanyanya lirih sembari tangan kanannya memegang dada. Entah apa ini namanya. Kebahagiaan dan kekhawatiran yang datang bersamaan. Ada haru yang tak bisa ingin ditahan, juga kesenangan yang minta diluapkan.
Eva sangat tahu betapa Devano mencintai Liodra. Gadis itu telah mencuri hati putra kesayangannya. Jika boleh, dirinya rela mengemis agar Liodra mau menjadi istri Devano.
Eva rela bersimpuh di kaki Dewanti supaya memberikan restunya. Berpuluh malam do'a-do'a dia terbangkan ke langit, berharap salah satunya didengar Tuhan. Akhirnya hari ini kabar bahagia datang. Putera satu-satunya akan segera menikah dengan wanita yang dicintainya. Apalagi yang paling membahagiakan hati seorang ibu?
Sedikit gemetar Eva duduk di kursi ruang tengah. Perih mulai menjalari dadanya. Devano adalah orang terpenting yang harus diperjuangkan kebahagiaannya. Satu-satunya alasan supaya hidupnya kembali berharga, setelah kejadian dua puluh enam tahun silam, di mana dia melakukan kesalahan terbesar, menyerahkan diri kepada pria yang salah.
Berawal dari pertemanan sejak kecil hingga sama-sama di bangku SMA, benih cinta mulai tumbuh di hatinya untuk pemuda yang rumahnya berada di seberang jembatan. Pemuda itu masih tetangga satu kampung dengannya, pemuda yang memiliki wajah rupawan.
Eva dan pemuda itu akhirnya menjalin hubungan diam-diam. Setelah lulus SMA mereka hanya punya sedikit waktu untuk bertemu. Pemuda itu harus kuliah ke Jakarta, sementara dirinya cukup lulus SMA.
Saat perpisahan itulah, Eva mempersembahkan lambang cinta, mahkotanya yang paling berharga. Harapannya kepada pria tetangga perlahan menyisakan kecewa. Kekasihnya tidak pernah pulang lagi.
Bahkan ketika Eva dinikahkan oleh ayahnya dengan laki-laki lain, dia tidak bisa menolak. Usia kandungannya tak mungkin menunggu seorang mahasiswa yang sedang menuntut ilmu, pulang kampung untuk menjadi ayah.
Eva terpaksa menerima menjadi istri Dedi, pria yang dikenal Devano sebagai ayah kandungnya. Pria penyelamat nama baik keluarganya yang mau menikahi perempuan hamil karena iming-iming sawah dari bapaknya.
Perlahan satu persatu air mata membasahi pipi Eva yang mulai disinggahi kerutan. Tangisnya jatuh berkecai-kecai ketika menutup telepon dari putra kesayangan. Saatnya kebenaran harus dikatakan sepahit apa pun. Devano harus tahu bahwa Dedi bukan ayah kandungnya. Cukup tahu saja, supaya beban di dada Eva sedikit terangkat.
Hujan turun membasahi Kota Kembang. Isakan perempuan yang sedang mengadukan nasib kepada langit berbalas dengan bunyi kilat yang menyambar-nyambar. Sekeping hati kosong tetap berada di tempatnya, seperti puluhan purnama sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments