"Iya Bibi, ada apa ya Bibi?" tanya Mayu pelan.
"Begini Mayu, tadi kami mendapati nenek Iroh jatuh di depan pintu rumah kontrakan kalian, tubuhnya susah digerakkan dan dia juga jadi sulit bicara, nafasnya juga lambat." jelas bibi Asih.
Tes
Air mata Mayu langsung jatuh tanpa bisa dia cegah.
"Nenek!" seru Mayu lirih dan langsung berlari masuk ke dalam rumahnya.
Mayu sangat takut kehilangan neneknya. Mayu belum siap. Mayu hanya punya neneknya. Jika neneknya pergi, Mayu sama siapa.
"Nenek hikss ...."
Tangis Mayu langsung pecah begitu melihat nenek Iroh, berbaring tidak berdaya di atas kasur lantainya.
Tatapan mata wanita 70 tahun itu terlihat kosong dan menatap ke atas, mulutnya terbuka dan sesekali menutup pelan. Dia juga sama sekali tidak ada respon saat Mayu memeluknya erat.
"Nenek, jangan tinggalkan Mayu Nenek, Mayu belum siap hikss ...."
Tangis Mayu semakin keras, rasa takutnya sudah sampai pada puncaknya. Pelukan Mayu juga semakin mengerat.
Para tetangga Mayu tidak tega melihatnya. Mereka sangat tahu bagaimana kehidupan Mayu dengan neneknya, dan bagaimana sayangnya Mayu pada neneknya, begitu juga sebaliknya.
"Mayu yang sabar ya Mayu, nenek Iroh tidak akan pergi meninggalkan kamu Mayu. Nenek Iroh kuat, dia pasti bisa melawan sakitnya." ujar budhe Sumi tetangga Mayu yang lain sambil mengusap lengan Mayu.
Mayu hanya terus menangis dan memeluk erat neneknya.
Budhe Sumi beralih pada tetangganya yang lain.
"Pakde Karman, apa Irpan sudah berhasil meminjam mobilnya?"
"Iya sudah Mbak, Irpan sedang dalam perjalanan menuju ke sini. Sebaiknya nenek Iroh juga kita bawa keluar saja, supaya begitu mobilnya sampai, kita bisa langsung berangkat ke rumah sakit!" ujarnya.
"Iya Pakde." uharnya dan kembali mengusap lengan Mayu.
"Mayu udah ya Mayu. Sebaiknya kamu ambil tas juga kartu BPJS nenek Iroh dulu. Budhe juga sudah menghubungi Siti, supaya begitu kita sampai rumah sakit, nenek Iroh bisa langsung ditangani." ujar Sumi pelan.
"Iya Budhe, terima kasih Budhe hikss,"
Mayu langsung mengambil tas dan kartu BPJS neneknya. Beberapa tetangga Mayu yang lain juga membantu Mayu mengambilkan selimut juga tikar.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. Mayu hanya menangis sambil menggenggam erat tangan neneknya.
Kabar bahagia yang tadinya ingin Mayu sampaikan malah berakhir dengan kabar yang sangat menyedihkan.
'Ya Allah, jangan dulu ambil nenek Iroh ya Allah. Mayu hanya punya nenek Iroh. Kemana lagi Mayu akan pulang kalau tidak ada nenek Iroh? Mayu rela tidak jadi masuk kuliah, asal nenek Iroh tetap bersama Mayu, ya Allah.' batin Mayu menangis.
Usapan di pungggungnya tidak lagi dirasakannya, Mayu terlalu sedih juga takut.
***
Mayu duduk di depan ruang UGD sambil menundukkan dalam kepalanya, air matanya juga masih terus menetes membasahi wajah cantiknya.
Mayu juga tidak perduli sama sekali dengan penampilannya yang sangat berantakan, yang Mayu perdulikan hanya nasib neneknya.
Budhe Sumi yang masih setia menemani Mayu, mengusap pelan punggung Mayu. Dia benar-benar tidak tega pada Mayu, dan dia bisa meresakan kesedihan Mayu.
"Sabar ya Mayu ya, Mayu sebaiknya berdoa saja supaya merasa lebih tenang. Budhe juga ikut berdoa demi kesembuhan nenek Iroh." ujar Sumi pelan.
"Iya Budhe, terima kasih Budhe hikss ...." lirih Mayu.
Mayu kemudian bangun perlahan dari duduknya. Dia ingin pergi sholat untuk mendoakan neneknya.
Di mushala, Mayu masih terus menangis. Mayu menyatukan kedua tangannya dan berdoa pada sang penciptanya.
"Ya Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Hanya padamu hamba meminta ya Allah, tolonglah beri kesembuhan pada nenek Iroh ya Allah. Angkat sakit penyakitnya ya Allah. Hamba belum siap kalau harus kehilangan nenek Iroh. Hamba masih ingin membahagian nenek Iroh. Berikanlah hamba kesempatan ya Allah hikss ...." Mayu menangis sambil berlutut di mushala rumah sakit.
"Hikss ... hikss,"
Mayu masih terus menangis. Tidak ada tempat Mayu bersandar dan menceritakan betapa sedih dan takutnya dia kecuali pada sang penciptanya.
"Mayu! Mayu!" panggil Irpan salah satu tetangga Mayu juga teman Mayu, dan dia juga seumuran dengan Mayu.
Mayu bangun dari berlututnya dan menghapus cepat air matanya.
"Ada apa Irpan hik hik?" tanya Mayu tersendu-sendu.
"Nenek Iroh sudah selesai diperiksa dan sudah mendapat perawatan Mayu. Sebaiknya kamu temui dokternya, biar dia sendiri yang akan menjelaskan bagaimana kondisi nenek Iroh." ujar Irpan menatap tidak tega pada temannya. Mata Mayu sampai bengkak karena kelamaan menangis.
"Iya Irpan, terima kasih Irpan." ujar Mayu sambil membuka mukenanya kemudian melipatnya.
"Sama-sama Mayu. Harus tetap kuat ya Mayu, dan harus tetap semangat juga. Nenek Iroh sangat butuh semangat kamu Mayu."
"Iya Irpan, sekali lagi terima kasih Irpan untuk semua bantuannya."
"Iya Mayu, santai saja dan enggak perlu berterima kasih terus."
Mayu mengaangguk. Dia kembali menyimpan mukena yang tadi dipakainya.
"Mayu tunggu!" ujar Irpan menahan Mayu.
Mayu menoleh.
"Ada apa Irpan?"
Irpan tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya.
"Aku tahu ini bukan saat yang tepat Mayu, tapi aku tidak ingin menundanya. Selamat ya Mayu sudah diterima di Universitas Indonesia. Kamu memang hebat Mayu dan kamu sangat layak kuliah di universitas ternama itu. Jangan lupa beritahukan ini pada nenek Iroh. Nenek Iroh pasti sangat bangga pada kamu Mayu." ujar Irpan tulus dan terselip rasa perhatian di dalamnya.
Mayu menjabat tangan Irpan dan menganggukkan kepalanya. Irpan selalu saja tahu semua tentang dia.
"Iya Irpan, aku pasti akan segera memberitahukannya pada nenek." ujar Mayu tidak yakin.
Mayu yakin neneknya pasti akan senang begitu tahu kabar baik itu, tapi Mayu jadi ragu mengatakannya, karena di sisi lain mereka pasti butuh uang lebih untuk biaya mereka di rumah sakit. Ditambah lagi Mayu juga tidak mungkin jualan lagi salama neneknya dirawat. Dan mau tidak mau uang untuk Mayu kuliah harus mereka gunakan. Mayu tidak mau neneknya jadi merasa bersalah karena uang itu.
Saat ini yang paling penting bagi Mayu adalah kesehatan neneknya. Kalau pun dia tidak jadi kuliah, tidak apa-apa, asalkan neneknya bisa sehat kembali. Mayu masih 19 tahun, dia masih punya banyak waktu untuk bisa kuliah lagi. Jika tidak bisa tahun ini, masih ada tahun depan. Jika tidak bisa tahun depan masih ada tahun depannya lagi. Mayu yakin selama kita masih tetap berusaha, Tuhan juga pasti akan menunjukkan jalan.
***
"Permisi Dokter," ujar Mayu begitu dia masuk ruangan dokter yang memeriksa neneknya.
"Iya, silahkan duduk." ujar dokter Dodi mempersilahkan Mayu.
"Iya Dokter, terima kasih Dokter." ujar Mayu menatap dokter di depannya.
Dokter itu menganggukkan kepalanya.
"Saya adalah cucu dari nenek Iroh, Dokter. Bagaimana kondisi kesehatan nenek saya Dokter?" tanya Mayu sambil menggenggam kuat tangannya sendiri. Rahel takut mendengar diagnosis dokter tapi dia juga hurus tahu.
Dokter itu menatap Mayu dan menarik nafas pelan.
"Nenek kamu menderita stroke ringan. Sebagian dari tubuhnya mengalami kelumpuhan."
Tes air mata Mayu kembali jatuh mendengarnya, Mayu buru-buru mengusap air matanya. Perasaan Mayu benar-benar campur aduk mendengarnya. Dia merasa lega karena neneknya masih diberi umur, tapi dia benar-benar kasihan pada neneknya. Neneknya pasti akan kesulitan melakukan aktivitas.
"Apa nenek saya masih bisa sembuh Dokter?" tanya Rahel pelan.
"Jika pasien memiliki semangat sembuh yang tinggi, dia pasti bisa sembuh kembali. Hanya saja kamu juga jangan berharap terlalu banyak, mengingat pasien yang usianya sudah tidak muda lagi. Hal itu tentu sangat berpengaruh pada tenaga dan pikirannya." jelas dokternya.
"Iya Dokter, saya mengerti. Lalu apa yang bisa saya lakukan untuk membantu kesembuhan nenek saya Dokter?"
"Tentu saja dukungan serta semangat dari kamu sangat dibutuhkan oleh pasien. Selain itu yang jadi kunci utamanya baik kamu atau pasien, harus mau menerima dan beradaptasi dengan keadaan pasien, karena tidak jarang pasien yang mengalami stroke tidak bisa menerima keadaannya. Satu lagi pasien juga tidak boleh cengeng dan keluarga juga tidak boleh mengasihaninya. Bantu dia agar tetap bisa mandiri."
"Iya Dokter akan saya ingat selalu apa yang dikatakan Dokter. Terima kasih Banyak dokter."
"Sama-sama. Semoga nenek kamu bisa secepetanya sembuh."
"Iya Dokter."
***
Rahel masuk ruang perawatan pasien kelas 3, tempat dimana neneknya dirawat.
Mayu sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak terjatuh. Dia ingat pesan dokter, dihadapan pasien dia tidak boleh menunjukkan kesedihannya. Dia harus tetap semangat walau rasanya sangat sulit.
"Nenek," panggil Mayu pelan begitu melihat neneknya menatap padanya. Tatapan neneknya sudah mulai berisi dan tidak sekosong sebelumnya.
"Ma-Mayu!" panggil nenek Iroh terbata.
"Iya Nenek, ini Mayu Nenek." ujar Mayu mendekati neneknya dan berusaha tersenyum pada neneknya.
"Ma-Mayu, a-ada se-suatu yang i-ngin Ne-nek sa-sam-paikan!" ujarnya terbata dan susah payah. Nenek Iroh takut umurnya tidak akan lama lagi. Olah karena itu dia memutuskan menyampaikan rahasia besar yang selama ini dia simpan rapat, pada Mayu. Mayu harus tahu rahasia besar itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 265 Episodes
Comments
Fenti
penasaran aku🤔
2023-02-17
1
Rishty Khoirunnisa
apa yang di sampaikan nek Iroh ya?
2023-02-12
1