Usai menanyakan ruangan yang ditempati ibunya pada resepsionis, Lyora segera bergegas ke ruangan VVIP tempat ibunya berada.
Sedari tadi jantungnya terus berdetak kencang, ia sangat mengkhawatirkan ibunya. Namun kekhawatirannya perlahan memudar tatkala dirinya mendengar suara dentuman musik senam di ruangan ibunya.
"Mamaaaa." teriak Lyora memelototkan matanya, menatap ibunya yang tengah melakukan senam pagi. Ah yang benar saja.
"Kau sudah sampai sayang? Ayo duduklah." Tak terlihat seperti orang sakit, Marella menyambut anaknya dengan senyum lebar.
"Lagi?" gerutu Lyora memutar kedua bola matanya jengah. Bukan kali pertama ia dibohongi seperti ini oleh ibunya, dan Bian...
"Kak yang benar saja! Kau bersekutu dengan mama untuk membohongiku?!" Kini tatapan tajam Lyora mengarah ke arah kakak laki-lakinya.
Sedangkan pria itu hanya mengangkat kedua bahunya.
"Aku hanya melakukan apa yang mama perintahkan." ucapnya.
"Dengan begitu bodohnya aku mempercayai kalian. Ma, aku hampir mati di jalan karena mengkhawatirkan mama." rasanya, Lyora ingin berteriak sekencang-kencangnya akibat kekesalannya.
"Sayang tenanglah, jika bukan dengan cara ini. Kau pasti tak mau menemui mama." Marella menunjukan raut wajah sedihnya, berusaha menarik simpati anaknya tersebut.
"Katakan, apa yang mama inginkan? Tiket liburan ke luar negri? Tas mahal, pakaian?"
"Duduklah dulu." Marella menuntun Lyora untuk duduk di sofa.
"Mama tak menginginkan hal itu lagi." sambungnya meraih tangan Lyora seraya mengusapnya lembut.
"Lalu?"
"Ehm, mama ingin segera memiliki cucu darimu."
"What?" Kedua bola mata Lyora langsung membulat lebar. "Apa mama tak salah?"
Marella menggeleng kepalanya, "Tidak sayang. Sudah cukup mama menghabiskan waktu mama di luar negri selama ini, sekarang mama ingin menetap di Las Vegas, duduk diam di rumah dan menjaga cucu-cucu mama. Apa kau bisa memberikannya untuk mama, Ly?"
"Maa. Bagaimana aku bisa memberikan mama cucu sedangkan suami saja aku tak punya."
"Justru itu, kau harus memiliki suami dulu sebelum memiliki anak." ucap Marella tersenyum.
Lyora mengerutkan keningnya, mulai paham kemana arah pembicaraan ibunya.
"Mama ingin menjodohkanku lagi dengan anak kerabat mama?"
"Tepat sekali. Sayang, mama yakin kali ini kau akan cocok dengannya."
"Astaga Ma." Lyora mendengus kecil seraya memegangi kepalanya.
Terhitung sudah dua puluh sembilan pria yang dikenalkan padanya, namun tak ada satupun yang cocok. Pria-pria itu selalu saja hilang bak ditelan bumi usai melakukan first date dengannya.
"Kau mau mencobanya sayang?"
"Tidak." jawab Lyora. "Kenapa mama tak menyuruh kak Bian saja? Mungkin dia bisa memberikan cucu dari salah satu wanitanya."
"Aku tak ikut campur dengan urusan kalian. seloroh Bian. "Ah, aku rasa pekerjaanku sudah selesai. Aku harus pergi sekarang." sambungnya berlalu pergi.
"Kau dengar sendirikan apa yang dikatakan kakakmu. Dia masih menyukai kebebasannya."
"Akupun begitu Ma. Please, don't force me. Aku akan menikah jika aku sudah menemukan pria yang aku cintai. Sekalipun aku sudah menemukannya, aku tak akan menikah dalam waktu dekat. Vexia Grup masih sangat membutuhkanku Ma."
Marella terdiam dengan wajah yang begitu masam, "Kau tak menyayangi mama?"
"I love you so much mom, tapi aku tak bisa mewujudkan keinginan mama kali ini."
Drrttt..Drttt...
Suara dering telpon yang berasal dari saku jas Lyora, menghentikan ucapan wanita itu.
"Kak, Mr. Leon membatalkan meeting siang ini."
"What?"
"Baru saja sekertarisnya menghubungiku jika Mr. Leon melakukan penerbangan ke Irlandia."
"Kapan dia kembali? Dan meetingnya?"
"Sekertaris Mr. Leon tak memberitahu apapun lagi selain pembatalan meeting hari ini."
"Shittt. Bagaimana bisa dia memutuskan secara sepihak? Baiklah, kakak akan kembali ke kantor."
"Kak, bagaimana kondisi mama? Apa mama baik-baik saja?"
"Sangat baik." jawab Lyora seraya memandangi wajah ibunya.
"Ah, baiklah. Kembalilah ke kantor kak." ucapnya mengakhiri sambungan telponnya.
"Ma, aku harus segera kembali ke kantor. Apa mama masih ingin berada di sini?"
"Mama akan pulang."
"Aku akan mengantar mama."
"Tidak perlu." gerutu Marella, meraih tasnya dan bergerak meninggalkan ruang rawatnya.
Lyora menghela napas singkat, menatap nanar bayangan ibunya yang baru saja hilang dibalik pintu.
*
Satu bulan berlalu, surat kontrak kerja sama antara Wendsor group dan Vexia group telah menjadi abu. Bagaimana tidak, Lyora benar-benar dibuat kesal akan sikap Mr. Leon yang sangat tidak profesional.
Kepergian pria itu ke Irlandia benar-benar merubah semuanya, dia telah berhasil membuat perusahaan milik Lyora mengalami penurunan saham yang begitu besar dan kehilangan beberapa investor karena gagal memenangkan tender besar yang diadakan dua minggu lalu.
"Nona Lyora, teruslah bermimpi untuk mengembangkan perusahanmu. Kau tak pantas bersaing dengan perusahanku ataupun perusahaan tinggi lainnya. Kutu tetaplah kutu dan tak akan pernah berubah menjadi macan."
Kata-kata yang keluar dari mulut Rhea tempo hari benar-benar membuat Lyora merasa sangat kesal hingga saat ini.
"Aaghhht bodoh. Tak seharusnya aku mempercayai kemampuan pria brengsek itu!!"
Ruangan kerja Lyora kini terlihat sangat berantak, berkas-berkas yang ada di meja kerjanya berhamburan di atas lantai. Ia tak tahu, harus mulai dari mana lagi untuk membangun perusahaannya kembali.
Mencari investor ditengah gempurnya persaingan antar perusahaan bukanlah sesuatu yang mudah.
Lima tahun ia bekerja keras untuk membangun cintra perusahannya, namun apa ini? Hanya dengan satu kelalaian semuanya menjadi hancur. Secepat ini?
"Shitt. Sialan kau." umpatnya mencabik-cabik selembar foto milik Mr. Leon dengan pisau kecil ditangannya.
"Kak, sudah hampir petang. Apa kakak tak ingin pulang?"
Suara Dillara yang dibarengi dengan ketukan pintu, menyadarkan wanita itu dari amarahnya.
"Pulanglah lebih dulu." jawab Lyora setengah berteriak.
Tanpa merespon lagi Dillara langsung meninggalkan ruangan kakaknya tersebut.
Cukup lama, Lyora berada di ruang kerjanya, menyandarkan kepala di atas meja.
"Bian benar, seharusnya aku tak menjalin kerja sama dengan pria brengsek itu. Aaghhhht shitt." segala jenis umpatan keluar dari mulut Lyora, ia menangkup wajahnya, lalu mengusapnya dengan kasar.
Ia benar-benar tak tahu harus mulai dari mana untuk memulihkan perusahannya kembali, pikirannya sangat kacau, ia tak dapat berpikir dengan benar.
"Ma, aku menerima tawaran mama. Aku akan berkencan malam ini dengan pria pilihan mama."
"Sayang, kau bersungguh-sungguh?" dari seberang telepon Marella menyahut dengan penuh kebahagiaan.
"Hm, katakan pada pria itu untuk menemuiku di Xs cassino."
"Baiklah, sayang. Mama akan segera memberitahunya."
Lyora memutuskan sambungan teleponnya, ia merasa sangat lelah. Mungkin bersenang-senang dengan pria akan menghilangkan sedikit kekesalannya terhadap Mr. Leon.
Ingatlah jika ia berada di Las Vegas, kota yang dijuluki sebagai Sin city karena kebebasannya juga pusat industri perjudian. Bersenang-senang dengan pria adalah hal yang lumrah.
"Mr. Leon Wendsor, aku sangat membencimu!!" teriak Lyora dengan kedua tangan yang tergepal kuat hingga menampakan buku-buku jarinya.
.
.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments