Pagi itu, Eliane tampak merasa gugup. Sesekali ia melihat keluar kaca mobil, dan semakin banyak orang yang datang memasuki sebuah tempat. Keringatnya bercucuran di dahinya, dan hal itu membuat orang yang berada di sisinya tersenyum.
"Tenang saja! Semua pasti akan berjalan lancar. Bukankah saat itu kau bisa menjawab semua pertanyaan yang ku berikan?" Erian tersenyum hangat.
"Tetapi bukan berarti soal yang di berikan nanti akan sesuai dengan yang kau berikan, kak. Bagaimana jika jauh berbeda dari yang sudah ku pelajari?"
"Kau terlalu banyak berpikir. Sudah cepat pergi sana! Jika tidak kau akan terlambat! Aku akan menunggumu disini, dan akan mengajakmu untuk pergi menemui seseorang."
"Seseorang? Siapa?" Eliane menatap lekat ke arah saudaranya, bukan menjawabnya, pria itu justru menyentil pelan dahi adiknya.
"Jika aku memberitahumu, maka bukan kejutan. Sudah cepat keluar!"
Kesal dengan Erian, Eliane keluar seraya mempoutkan bibirnya. Setelah keluar dari mobil, gadis itu menghela napasnya lebih dulu sebelum melangkah masuk ke dalam kampus tersebut. Memperhatikan saudarinya dari dalam mobil, Erian sedikit tersenyum lega karena pada akhirnya Eliane kembali untuk sekolah.
Belum sampai di lobby kampus tersebut. Tanpa sengaja Eliane melihat 2 orang yang di kenalnya, yah mereka adalah Eldrich, dan juga Zoya. Sebelumnya Eldrich sudah mengenalkan diri bahwa dia merupakan anak tunggal dari Charlie, sedangkan Zoya adalah putri dari Nick Sworth.
"Kalian juga mendaftar disini?" Eliane menyapa keduanya dengan senyuman hangatnya.
"Tidak ku sangka akan bertemu denganmu kak Elia." Zoya membalas senyuman itu.
"Baiklah ayo kita masuk." Timpal Eldrich, kemudian mereka pun berjalan bersama.
Waktu tes pun di mulai. Pembimbing disana mulai memberikan selembaran kertas pada setiap peserta. Masih dalam posisi terbalik, Eliane menautkan kedua tangannya seraya memejamkan matanya, bahkan kedua tangannya pun sedikit berkeringat. Namun dia tetap berharap jika dirinya bisa menyelesaikannya dengan mudah, karena dia tidak ingin mengecewakan Erian yang sudah meluangkan banyak waktu demi mengajarinya.
Ketika ia membalikkan lembaran tersebut, Eliane membelalakkan kedua matanya, dan senyuman terukir di bibirnya. Lalu, ia mulai mengerjakan soal tersebut mulai dari yang termudah, dengan begitu ia tidak akan kehabisan waktunya.
1 jam berlalu, waktupun berakhir, dengan percaya diri Eliane menyerahkan lembaran tersebut pada pembimbingnya. Di saat yang lain merasa sedikit gelisah dengan hasilnya, berbeda dengan Eliane yang merasa yakin bahwa dia akan lolos ke tahap berikutnya, yaitu wawancara.
"Bagaimana tesnya? Bukankah itu sangat sulit?" Eldrich tampak mendengus kesal.
"Benar yang di katakan kak EL. Aku jadi merasa tak yakin bisa lolos. Benar-benar tidak sembarang orang yang bisa masuk di University Zurich." Zoya mempoutkan bibirnya setelah mengutarakan hal tersebut.
"Kalian tenang saja! Apapun keputusan akhirnya, itu pasti yang terbaik untuk kita semua." Sahut Eliane seraya tersenyum pada kedua sepupunya itu. "Lalu, apa kalian akan pulang bersamaku?" Tambahnya.
"Tidak bisa. Aku harus pergi ke perpustakaan kota. Aku akan pergi sekarang, sampai jumpa kak Elia, kak EL." Zoya melambaikan tangannya, lalu segera pergi meninggalkan mereka.
"Aku pun tidak bisa. Ayah sudah meminta supir untuk menjemputku. Sampaikan salamku pada paman Charles, dan juga bibi Sharon. Sampai jumpa." Kini, Eldrich pun pergi.
Melihat keduanya pergi hanya membuat Eliane menghela napas panjangnya. Setidaknya mereka bisa jalan bersama sampai di luar gedung bukan? Begitulah pikirnya saat ini. Tidak ingin berlama-lama lagi, ia sendiri lekas berjalan untuk meninggalkan gedung.
Menyadari bahwa tes selesai, Erian memutuskan untuk keluar dari dalam mobil, dan menyandar pada bagian depan mobilnya. Namun, siapa sangka jika hal seperti itu justru mengundang para gadis disana untuk menghampirinya, hingga membuat Erian sendiri merasa terkejut.
Ketika sudah berada diluar, Eliane hanya bisa menepuk dahinya sendiri saat melihat saudaranya di kerumuni oleh gadis-gadis yang berada di kampusnya, namun hal tersebut bukanlah hal yang aneh untuknya. Pemandangan tersebut sudah sering di lihatnya sejak mereka masih kecil.
Meski begitu, Eliane sangat tidak menyukainya, karena dia tidak akan membiarkan gadis manapun untuk mendekati Erian jika mereka hanya melihat dari fisik serta latar belakang keluarganya saja.
"Astaga, apa kau akan kuliah disini? Fakultas apa yang akan kau ambil?" Salah seorang gadis menyambar seraya memegang tangan Erian.
"Tidak. Aku disini karena sedang menunggu seseorang." Erian tersenyum kepada mereka.
"Benarkah? Siapa yang kau tunggu itu?" Sambar yang lainnya, dan Erian benar-benar sudah kewalahan menanggapi mereka semua.
Melihat saudaranya kerepotan justru membuat Eliane sedikit menyimpulkan senyumannya. Hingga dia segera berlari seraya menerobos di antara kerumunan untuk memeluk saudaranya, dan hal tersebut semakin membuat Erian merasa sangat terkejut.
Menyadari sikap Eliane yang tiba-tiba datang membuat beberapa gadis disana melangkah mundur, dan Erian sedikit tertawa mendapati hal tersebut. Setidaknya ia merasa sedikit tertolong meski sikap adiknya yang datang secara tiba-tiba.
"Ternyata kau benar-benar menungguku." Sahut Eliane dengan memeluk manja saudaranya, dan matanya sedikit melirik ke arah gadis yang berada di sekelilingnya. "Kita pergi sekarang!" Tambahnya yang langsung masuk ke dalam mobil.
"Orang yang ku tunggu sudah datang, aku pergi sekarang. Sampai jumpa." Lagi-lagi Erian melemparkan senyumannya seraya menyusul saudarinya, dan senyumannya itu sungguh membuat mereka merasa sangat bahagia.
"Apa kau dengar tadi? Dia mengucapkan sampai jumpa." Seorang gadis masih menatapi mobil Erian yang melaju meninggalkan kampus.
"Kau benar. Apa itu artinya dia akan kembali lagi?" Sambar yang lainnya.
"Tetapi aku tidak menyukai gadis yang bersama dengan pria itu. Apa dia kekasihnya? Kenapa berlaku seenaknya seperti itu?" Umpatnya kesal.
Dalam perjalanan, Eliane tampak membungkam bibirnya, dan ia hanya memandang ke arah luar kaca mobil. Kali ini, dia benar-benar mengabaikan Erian, dan membiarkannya untuk fokus pada setirannya.
Bukan Erian namanya jika ia tidak mengenal gerak-gerik saudarinya. Pria itu sangat mengerti bahwa Eliane tengah marah dengannya, sikapnya itu sungguh jelas, namun marah karena hal apa, dia sendiri pun tidak mengetahuinya.
"Apa yang terjadi? Jika kau seperti ini, maka aku tidak akan membawamu menemui orang itu." Celetuk Erian yang masih tetap memandang ke depan.
"Kenapa kau bersikap ramah pada mereka? Bukankah biasanya kau berlaku dingin pada gadis-gadis seperti mereka?" Eliane menyahut seraya mempoutkan bibirnya.
"Ha Ha Ha. Jadi, kau marah karena hal itu?" Sahut Erian yang masih fokus pada pandangannya. "Apa aku salah bersikap ramah? Bukankah kelak mereka akan menjadi temanmu? Aku melakukan semua itu untukmu, aku berharap kau bisa memiliki banyak teman disana. Apa kau mengerti?" Sambungnya seraya mengusap puncak kepala Eliane.
"Berhenti melakukan semua itu, kak. Hal yang kau anggap melindungiku justru akan menjadi boomerang untukku." Eliane menundukkan pandangannya, dan seketika Erian meminggirkan lajuan mobilnya.
"Apa maksudmu, Elia?"
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Nur Aini Tarigan
lanjut
2020-08-05
1
ᴿᶠ Anya Tika Putri
Sukaaa
2020-06-09
4
mar14mut
Eliane wktu mngrjkn tes ujian ky q nih merem dlu deg2an grogi brkringat hhhhh drama skli mmng ksel sndri kdg2
from me "Tentara yang Aku Benci"
baca juga yah Thor mkch
2020-06-02
2