3.

"Hampir tiga tahun sudah menjalani pernikahan, meski aku sampai sekarang tak kekurangan apapun, namun sikap ibu mertua padaku sungguh semakin keterlaluan jika aku terus bertahan apalagi dengan kondisi seperti ini, ibu akan terus menindas ku, belum lagi jika mas Bagas mengetahui penyakit ku ini, pasti bebannya akan bertambah.

"Apa aku kuat menjalani hidup tanpa Siera dan Mas Bagas?."

Memikirkannya saja sudah sangat berat bagi Anjeli, apalagi harus menjalaninya, tetes air mata mulai membasahi pipi Anjeli, pedihnya hinaan yang ia terima tak sebanding dengan apa yang terlintas dibenaknya sekarang.

"Ah...sebaiknya aku minta maaf dulu pada mas Bagas dan menemani Siera tidur."

Anjeli bangkit dari sofa yang terletak disamping jendela kamar mereka, dan berjalan kearah pintu kamar, lalu keluar menemui sang suami yang masih sibuk diruang perpustakaan.

Dari depan pintu terdengar pembicaraan serius antara ibu mertua dan mas Bagas.

"Apa sih yang kamu tunggu nak, sebaiknya segera ceraikan Anjeli dan nikahi Mira secepatnya, agar Mira dan ayahnya bisa membantu perusahaan kamu sekarang, kamu butuh dana secepatnya jika tidak kamu akan berakhir di penjara, ibu gak Sudi nak melihatmu di penjara."

Bagas terdiam sejenak mendengar ucapannya ibunya yang bukan lagi sebuah permintaan segera menikahi Mira, melainkan terdengar seperti perintah yang harus segera ia lakukan.

"Masih banyak jalan yang bisa Bagas tempuh Bu, menikahi Mira bukan satu-satunya jalan keluar untuk ku."

Bantah Bagas dengan tegas, karena permintaan ibunya kali ini sudah melampaui batas kewajaran.

"Jangan bodoh nak, kamu masih bisa menikahi Anjeli secara sirih dan belikan mereka rumah yang terpisah dengan kalian, jadi kamu gak perlu tinggal serumah dengannya,"

ucap ibunya yang semakin menyulutkan Bagas, dan semakin tak menganggap kehadiran Anjeli di dalam rumah mereka.

Krekk....

Anjeli membuka pintu dengan perlahan, rasa sesak di dadanya tak ia pedulikan lagi, sakit pada kepala karena beban pikiran tak ia rasakan lagi, pedihnya perkataan yang terdengar ditelinga dengan jelas membuat hatinya semakin yakin untuk meninggalkan rumah tangganya yang tak pernah direstui oleh ibu dari suaminya.

"Tak perlu repot menceraikan aku mas, malam ini, detik ini pun, aku putuskan untuk meninggalkan rumah ini, jika keberadaan ku adalah beban dan penyebab kesialan untuk mu, maka aku dengan senang hati akan pergi, dan untuk ibu aku titip Siera untuk sementara, namun jika mas dan ibu tak sanggup merawatnya aku bisa membawa dia pergi bersama ku malam ini."

Dengan suara lantang dan penuh penekanan Anjeli mengutarakan semua isi hatinya, ia merasa memang sudah saatnya harus mengambil keputusan.

Anjeli yang sudah mantap dengan keputusannya, meninggalkan ruangan tersebut, sakit yang ia rasakan beribu kali lebih terasa dibanding ketika ia merasakan sakit pada bagian kepala karena penyakit tumor otak yang ia derita.

Tiga tahun lamanya Anjeli sanggup menahan semua hinaan, tapi untuk kalimat yang terakhir yang terucap dari mulut pedas mertuanya tak sanggup lagi ia terima, semakin hari semakin menghasut putranya, pasti suatu saat lambat laun suaminya akan termakan juga dengannya, walau bagaimanapun Mas Bagas adalah anak yang dilahirkan olehnya, menentang ibunya adalah hal yang tak dibenarkan.

Anjeli berjalan menuju kamar dan langsung masuk ke dalam kamar, mengambil koper miliknya dan mengisi koper itu dengan pakaiannya.

Ketika Anjeli akan mengambil dompet miliknya ia teringat dengan kartu yang pernah mas Bagas berikan, sebuah kartu ATM yang tak terbatas limitnya dan sering ia gunakan untuk berbelanja semua keperluan di rumah.

Tanpa keraguan kartu itu ia keluarkan dari dompet miliknya, karena mulai sekarang barang tersebut bukan lagi miliknya dan ia tak punya hak lagi untuk menggunakannya.

Setelah berkemas barang miliknya, Anjeli berjalan ke luar kamar hendak masuk melihat Siera, namun langkahnya tertahan oleh ibu mertua yang tak punya hati.

"Mau apa kamu ke kamar Siera, jika kamu memutuskan keluar dari rumah ini sebaiknya kamu keluar seorang diri, toh kamu juga masuk ke rumah ini hanya membawa sebuah koper berisi pakaian kamu, yang artinya Siera bukan milik kamu, apa yang kamu bawa masuk pertama kali ke dalam rumah ini, maka hanya itulah yang pantas kamu bawa pergi malam ini."

Bagas yang menyaksikan kekejaman ibunya semakin murka.

"Apa yang ibu lakukan?, apa tak cukup membuat kacau rumah tanggaku, Anjeli tak akan pernah tergantikan di rumah ini, sebaiknya ibu ingat baik-baik perkataan aku ini"

"Terserah kamu, bukan aku yang mengusirnya tapi ini keputusannya dari dirinya sendiri."

Ibunya langsung masuk kedalam kamar Siera yang sudah tertidur pulas, bersama sang pengasuh, dan mengunci kamar tersebut. Anjeli yang hendak ingin menemui anaknya sebelum kepergiannya tak mampu berbuat apapun, ia hanya menangis dibalik pintu kamar Siera, dan memanggil nama anaknya.

"Siera maafin ibu nak, ibu harus meninggalkan mu, tapi kita pasti akan bertemu kembali ibu janji padamu nak," ucap Anjeli dibalik pintu kamar anaknya.

Tanpa memperdulikan Bagas yang terus berusaha membujuknya Anjeli berjalan kembali ke kamar dan Bagas masih mengekor dibelakang Anjeli meski tak di pedulikan oleh istrinya.

Melihat istrinya mengambil koper tersebut, Bagas langsung merebut dan membanting koper milik Anjeli, hingga koper tersebut rusak dan pakaian Anjeli berhamburan keseluruhan ruang kamar mereka.

"Lihat perbuatan kamu, koper itu menggambarkan kondisi rumah tangga kita mas, sebaiknya kamu sadar."

"Kamu yang harus sadar, ibu macam apa yang tega meninggalkan buah hatinya, jika kamu benci dengan aku dan ibu itu tak masalah bagi ku, aku mampu menahan semua kebencian mu itu, tapi tolong tetaplah di rumah ini bersama Siera."

"Mas jika aku tetap di sini, justru anak ku akan belajar hal bodoh dengan menyaksikan ibunya yang setiap hari ditindas oleh Omah nya sendiri, dan aku bukan wanita selemah itu, tiga tahun aku bertahan jika bukan karena dia adalah orang yang melahirkan mu sudah lama aku melawannya, dari pada aku menanggung dosa durhaka padanya lebih baik aku pergi."

"Aku mohon, pikirkan ini baik-baik, aku sangat mencintai mu"

"Sudahlah mas, bukan kah aku sudah memperingatkan kamu sebelum ijab Kabul, bukan kah kamu yang memaksaku, jika tak menikah maka kamu akan menodai ku sehingga tak akan ada laki-laki yang mau pada ku, bukan kah juga kita sudah menyetujui syaratnya kamu akan meyakinkan ibumu merestui kita, tapi kamu malah mengelabui ku dengan menipunya jika wanita yang kamu nikahi adalah Mira."

"Kenapa masih mengungkitnya lagi, itu tak ada hubungannya dengan keadaan kita sekarang."

"Kamu salah mas, ketika Aku hamil ibu datang ke rumah karena kabar kehamilan ku, ia menyumpahi ku, jika aku terus bertahan, rumah tangga aku dengan mu tak akan pernah bahagia, ia sanggup menerima cucunya namun tidak dengan ibunya"

"Tidak Anjeli kamu jangan pergi, aku akan hancur tanpamu"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!