Sepersekian detik kemudian, Mayang terhenyak, beringsut mundur sembari bersiap untuk berlari.
"Mayang..." panggil sosok yang terlihat persis dengan Eyang Ratmi.
Mayang seketika membulat, membalik badan lalu berlari. Di saat yang bersamaan, sepasang tangan menahan langkahnya yang tak ayal membuat Mayang berteriak.
"Non Mayang! non! ada apa non?"
...Dem.....
Mayang menoleh, membeku untuk sesaat lalu mulai mengamati seseorang yang memegang lengannya lekat-lekat.
"Mak Rum?"
"Iya non, ini mak Rum. Non Mayang kenapa teriak? ke dapur mau nyuruh mak Rum apa?"
"Emm.. mak Rum ini.. ibuk minta dibuatin mie instan cabe tiga."
"Iya non, non Mayang juga?"
"Saya..iya deh boleh, sama kayak ibuk ya."
"Iya non."
"Makasih mak!"
"Iya non, kalau sudah jadi, saya antar ke ruang tengah!"
Mayang menganggukkan kepala kemudian berbalik arah, berjalan kembali ke ruang tengah.
"Lah, mana mienya May?" tanya ibunya.
"Itu, masih dimasakin mak Rum buk."
Ibu Mayang manyun seraya meledek putrinya.
"Gitu bilangnya mau masak sendiri."
Mayang hanya bisa nyengir sembari berusaha menenangkan batinnya yang yang masih terguncang akibat penampakan beberapa saat yang lalu.
...🌟🌟🌟...
Waktu berlalu hingga jam menunjukkan pukul sebelas malam. Selama itu juga, Mayang masih memendam pengalaman mistisnya tentang sosok yang menyerupai eyangnya. Mayang berencana menceritakannya besok, ketika malam telah lewat.
"Jangan lupa dimatiin TV nya ya! ibuk mau tidur dulu!"
"Iya buk," jawab Mayang.
Mayang sendiri bimbang, acara favoritnya masih belum buyar tapi menonton televisi sendiri, cukup menyeramkan. Alhasil, ia memilih untuk mematikan televisi lalu beranjak masuk ke dalam kamar. Pintu kamar baru ia buka ketika terdengar suara seseorang mengetuk pintu sembari mengucapkan salam.
..."Tookk.. Tok.. Tok..."...
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam!" jawab Mayang.
Mendengar ada tamu, ayahnya turut keluar seraya mengikuti langkah putrinya ke ruang tamu.
"Tunggu May! jangan dibuka dulu!" cegah ayahnya.
"Kenapa yah?"
"Siapa ya?" tanya ayahnya sebelum membukakan pintu.
"Saya suruhan pak Ageng mau mengantar undangan," jawab tamu dari balik pintu.
Anehnya ayah Mayang tetap tidak membukakan pintu.
"Kapan acaranya?"
"Yah?"
"Hsssttt!" jawab ayahnya sembari memberikan isyarat agar Mayang diam.
"Besok malam jam tujuh."
"Oh baik, undangannya sudah saya terima. Bilang ke pak Ageng, saya akan datang!"
"Baiklah, saya pamit dulu!"
"Iya, terima kasih."
Mayang masih berdiri dalam bingung. Merasa heran atas apa yang ayahnya lakukan.
"Yah, ada tamu kok gak disuruh masuk? gak sopan loh ngobrol tanpa dibukain pintu."
"Tidak apa-apa, sudah mengerti mereka."
"Memangnya pak Ageng itu siapa?"
"Salah satu teman ayah, ibumu juga kenal."
"Besok malam rumah sepi nih."
"Hemm.. coba nanti ayah tanya ibumu dulu. Sudah waktunya kamu ikut atau belum?"
"Hah? ada batas minimum umur ya buat ikut ke acara nikahan?"
Ayah Mayang terkekeh tanpa memberikan jawaban.
"Sudah-sudah, tidur sana! sudah malam."
Mayang memanyunkan bibir seraya berjalan masuk ke dalam kamar. Memang sedikit aneh tapi Mayang mengabaikannya. Baginya, bukan masalah kalau tidak diajak ke kondangan. Hanya saja, ia malas kalau di rumah sendirian. Tidak sepenuhnya sendiri sih, masih ada mbak Yanti, mak Rum dan juga mas Galang (kakak sepupu Mayang) yang telah dua tahun ini tinggal di rumahnya karena jarak rumah Mayang dekat dengan kampus tempat mas Galang menuntut ilmu.
...🌟🌟🌟...
Keesokan harinya, Mayang kembali teringat pada undangan pernikahan semalam. Undangan yang menurutnya terkesan aneh karena diantarkan, nyaris tengah malam. Ditambah sikap ayahnya yang enggan membukakan pintu. Membuat semuanya terasa ganjil dalam benak Mayang.
"Non Mayang tumben di rumah saja? gak kuliah mbak?" tanya mbak Yanti.
"Enggak mbak lagi malas."
"Hem... sayang loh non kalau gak sungguh-sungguh kuliahnya."
"Besok saya kuliah, hari ini mau jalan sama Nita sebentar!"
"Ke mall ya non? saya diajak dong non!"
"Ke salon, rambut saya sudah lepek, waktunya creambath sekalian massage."
"Nanti deh setelah gajian, saya mau creambath!" jawab mbak Yanti disusul tawa cekikikan.
"Eh mbak, semalam dengar ada tamu gak? jam sebelas malam lebih lah."
"Tamu? enggak non, saya sudah tidur."
"Aneh deh mbak, itu tamu nganterin undangan nikahan tapi kok malam banget ya datangnya?"
"Dari luar kota kali non?"
"Ah masak sih? kalau memang orang jauh, kok ayah gak mau ngebukain pintu?"
"Gimana non? bapak gak mau bukain pintu? tamunya dibiarin di luar gitu?"
"Iya, malah terus ngobrol tapi tetap gak dibukain pintu."
"Lah, kok aneh ya? mungkin bapak khawatir kalau itu maling atau orang yang berniat jahat makanya gak dibukain pintu non."
"Enggak ah, ayah bilang kalau yang ngundang itu, teman lama ayah, ibuk juga kenal."
"Kalau saling kenal, kenapa gak disuruh masuk ya?"
"Nah, itu dia anehnya mbak."
"Kapan memangnya non acaranya?"
"Nanti malam."
"Oh, biarin aja lah non. Urusan bapak sama ibuk."
Mayang menghela napas, masih merasa tidak puas dan janggal sebab, keanehan ini belum terjawab.
...🌟🌟🌟...
Sekitar pukul tiga sore, ibu Mayang meminta Mayang untuk bersiap karena Mayang akan ikut menghadiri acara pernikahan anak dari teman lama orang tuanya.
"Mayang sudah besar buk, malu lah ikut orang tua ke kondangan."
"Tidak apa-apa memang harus menunggu kamu besar baru boleh ngajak kamu."
"Hah? kok kebalik sih buk? biasanya kan bayi sama anak kecil yang diajak."
Ibunya hanya tersenyum sembari kembali meminta putrinya untuk bersiap.
...🌟🌟🌟...
Sekitar pukul empat sore, semua telah siap dan perjalanan pun dimulai. Mayang beserta kedua orang tuanya mengendarai mobil menuju lokasi hajatan. Satu lagi keganjilan yang Mayang rasakan. Biasanya, untuk perjalanan seperti ini, orang tuanya akan menyewa jasa sopir lepas untuk mengantarkan. Pak Hasan, tetangga dekat rumah yang biasa orang tua Mayang minta untuk mengantarkan. Namun, kali ini ayah Mayang sendiri yang menyetir. Meski janggal tapi, nalar Mayang masih mencoba untuk melogikakannya. Ia menganggap kalau malam itu, pak Hasan sedang berhalangan.
Satu jam, dua jam, tiga jam telah berlalu hingga kemudian, mereka memasuki area persawahan. Tak lama setelahnya, hutan belantara. Beberapa kali Mayang bertanya perihal lokasi hajatan yang akan mereka datangi. Namun, kedua orang tuanya hanya meminta Mayang untuk menunggu.
"Sebentar lagi akan sampai, sabarlah dulu!".
Perjalanan itu membuat Mayang lelah. Nyaris terlelap ketika mobil melewati kabut tipis yang biasanya muncul di area pegunungan. Mayang menoleh ke kanan dan ke kiri, kabut menutupi.
"Ayah bisa melihat dengan jelas?"
"Bisa May."
"Hati-hati yah! semua kabut."
"Iya, jangan khawatir! kabut ini cuma sebentar munculnya."
Benar saja, sepersekian detik kemudian, kabut hilang dan kami sudah sampai ke halaman rumah si empunya hajat.
"Hah? kok bisa sih? bukannya tadi masih..."
"Kita sudah sampai May, ayo turun!"
"Kok bisa sih yah?"
...🌟 BERSAMBUNG🌟...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒃𝒊𝒌𝒊𝒏 𝒑𝒆𝒏𝒂𝒔𝒂𝒓𝒂𝒏 𝒏𝒊𝒉 🤔🤔🤔
2024-04-07
1
Putrii Marfuah
hhmmmm...makin penasaran..
2023-02-20
1
Lina Zascia Amandia
Masih misteri dgn sikap Bapaknya Mayang, kemudian tamu dtg nganter undangan tengah malam. Mak Rum yg berubah menjadi Eyang Ratmi. Kemudian, Mayang yg sudah boleh ke hajatan Pak Ageng. Ada apakah sbnrnya? Masih misteri....
2023-02-13
2