Lastri terus naik ke tangga, masih diikuti Alena dibelakangnya.
Alena memandang takjub lukisan lukisan yang tertempel di setiap dinding ruangan.
Pasti karya seniman kelas wahid. Lihat setiap detail ukirannya sungguh memanjakan mata, padahal Alena bukan penikmat lukisan. Tapi matanya seakan tidak mau berkedip setiap berpapasan dengan lukisan lukisan yang tertempel di dinding rumah itu.
"Ini kamar utama, di dalam kamar ini ada toiletnya, jika nona ingin ke kamar mandi silahkan pergi ke sudut ruangan dekat lemari baju, kami juga sudah menyediakan baju ganti nona di atas kasur, nona tidak perlu keluar kamar sampai ada perintah selanjutnya dari tuan Darren." Ucap Lastri ketika menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu kamar.
Alena belum sempat menjawab tapi Lastri sudah bergerak membuka kunci pintu.
"Silahkan masuk nona."
"Maaf, tapi apakah saya bisa menunggu tuan Darren diluar saja?"
Lastri menatap Alena sambil menaikan kacamatanya yang sedikit melorot.
"Tidak." Jawab Lastri cepat.
Akhirnya Alena pasrah, dia pun melangkah masuk ke dalam kamar yang luasnya mungkin sama dengan rumahnya dulu.
Setelah masuk Alena menatap sekeliling. Semakin takjub dibuatnya ketika menyadari satu hal, pria itu rupanya sangat kaya.
Semua yang ada dirumah ini bukan barang barang murah, Alena tau betul karna dulu ayahnya pemilik Mall yang menjual properti rumah dengan harga yang sangat fantastis.
"Kenapa ayah bisa berurusan dengan pria mengerikan itu!"
Alena menjatuhkan dirinya di kasur, kasurnya sangat besar dan empuk. Perlahan matanya terpejam, terlalu banyak kejadian yang membuat Alena lelah hari ini.
...****...
Jam 24.00 tepat.
Mobil Darren memasuki pelataran rumah. Seluruh pengawal juga pelayan menyambut kepulangannya.
"Dimana gadis ingusan itu?" Darren melangkah lalu menyerahkan jasnya ke tangan Lastri.
"Nona sudah dikamar utama sesuai perintah tuan." Lastri mengikuti langkah cepat Darren dibelakang.
Sudah sepuluh tahun Lastri mengabdi pada Darren, namun baru kali ini dia melihat Darren membawa seorang wanita kerumahnya. Entah apa yang akan dilakukan Darren dengan gadis yang keliatannya masih duduk di bangku kuliah itu.
Darren menaiki tangga, langkahnya sangat cepat, Lastri dan pelayan lainnya sampai harus pontang panting mengikutinya.
"Pergilah, kalian boleh kembali istirahat sekarang."
Darren mengibaskan tangannya.
"Baik tuan." Lastri membungkuk, dia berjalan mundur sebelum akhirnya kembali berbalik dan turun dari lantai atas itu.
Klek
Darren melangkah masuk. Matanya langsung terfokus pada sosok Alena yang sedang tertidur diatas kasur.
"Beraninya dia tidur diatas kasurku!" Geram Darren sambil mendekat ke arah ranjang.
"Bangun!" Darren menendang kaki ranjang hingga Alena mendadak terjaga.
"Eh, iya!" Alena gelagapan, mengucek ngucek mata mencoba mengumpulkan nyawa.
Namun ketika nyawanya sudah kumpul mendadak terbang lagi ketika dia menyadari siapa orang yang berdiri dihadapannya.
"Tuan Darren!" Mata Alena membulat seketika.
"Bagus, ternyata kau masih ingat dengan namaku." Darren melepaskan dasinya, melemparnya dengan kasar ke atas kasur.
Alena terhenyak, buru buru dia bangun dan bersimpuh diatas kasur.
"Siapa yang menyuruhmu mengotori ranjang ku? beraninya!"
"A..ku pikir aku disuruh kemari untuk menunggu tuan pulang." Suaranya sudah terdengar bergetar, Alena menunduk dalam dalam.
"Hanya menunggu kau paham?! aku mengizinkanmu masuk ke kamarku bukan berarti kau boleh tidur ditempat tidurku!" Darren mengeram kesal.
Pria itupun naik ke atas kasur, membuat Alena refleks mundur namun dengan cepat kakinya ditahan oleh kedua tangan kekar itu.
"Maafkan aku tuan, aku mohon lepaskan aku." Dengan mengumpulkan semua keberanian Alena mencoba menyingkirkan tangan itu dari kakinya.
Namun usahanya jelas sia sia, tenaga Darren bukanlah lawan yang seimbang untuknya. Dia bahkan semakin mencengkram kaki Alena dan menariknya mendekat.
Alena terjerembab, wajahnya menabrak dada bidang Darren, seketika hidung Alena menangkap sebuah aroma parfum yang sangat manis dari kemeja laki laki itu.
"Beraninya kau!"
"Maaf tuan maaf."
"Kau.." Darren mencengkram dagu Alena hingga wajah gadis itu terangkat. Mata mereka saling bertubrukan tak terelakan.
Darren menatap lurus kedua bola mata berwarna coklat itu, gadis itu ternyata mempunyai wajah yang sangat manis ketika dilihat lebih dekat.
"Bersiaplah dua hari kedepan aku akan menikahi mu!"
Alena tersentak, matanya dan juga mulutnya membulat sempurna.
"Me..menikah?"
Darren menarik salah satu ujung bibirnya, lagi lagi senyum setan itu muncul.
"Ke..napa menikah? aku masih kuliah tuan, aku tau ayahku telah menyerahkan ku pada tuan sebagai barang taruhan judi, tapi aku mohon jangan lakukan ini, jika tuan mau aku akan menebus diriku sendiri dengan bekerja disini sebagai pelayan seumur hidupku." Alena sudah tidak bisa lagi membendung air matanya.
Pernikahan? hal konyol macam apa lagi ini, masih hidup setelah masuk ke dalam lubang harimau saja sudah untung, ini si harimau gila malah mau menjadikannya istri.
Darren mengangkat satu alisnya, tidak menyangka jika gadis ini akan menolak mentah mentah pernikahan dan lebih memilih menjadi pelayan.
"Haha jadi maksudmu jadi pelayan itu lebih baik dari pada jadi istriku?" Dia tertawa namun kenapa Alena mendengar nada kesal dari cara bicaranya.
"Ti..dak, aku hanya tidak pernah berpikir akan menikah dalam waktu yang dekat tuan."
"Kalau begitu berpikirlah menjadi istri yang baik mulai sekarang!" Darren kembali mencengkram dagu Alena.
Menelanjangi wajah itu dengan tatapan tajamnya. Tubuh Alena bergetar hebat dibawah kukungan Darren.
"Aku menampung mu disini karna ayahmu yang serakah itu sudah menjadikanmu bahan taruhannya. Kau taukan sekarang kau adalah milikku, jadi aku bebas berbuat apapun semauku."
Darren melepaskan cengkeramannya dengan kasar hingga tubuh Alena terjungkal kebelakang.
Alena hanya bisa terisak, dia tak menyangka jika ternyata laki laki ini begitu kasar.
"Cepat bangun! menyingkir dari kasurku!" Perintah Darren sambil menatap tajam Alena yang tak juga mau pergi dari ranjangnya
Alena bringsut turun dari ranjang. Entah sudah sepucat apa wajahnya kini.
Darren menjatuhkan tubuhnya di kasur, menaruh kedua tangannya dibelakang kepalanya sebagai tumpuan.
Dia terlihat begitu santai padahal habis membuat Alena hampir mati ketakutan.
"Kenapa masih berdiri disitu? kau mau menjadi satpam saat aku tidur?" Mendelik tajam pada gadis yang masih terdengar isak tangisnya.
Alena yang berdiri tidak jauh dari ranjang menggelengkan kepalanya.
"Ambil selimut didalam lemari itu," Darren menunjuk lemari besar 3 pintu yang terletak di dekat jendela dengan dagunya.
"Tidurlah dimana pun kamu mau asal jangan di ranjang ini, hal pertama yang harus kamu ingat, aku tidak suka berbagi tempat tidur dengan siapapun!" Ucapan Darren terkesan dingin dan ketus.
Tapi bagi Alena itu adalah angin surga, dia menghembuskan nafas lega. Tidak suka berbagi tempat tidur? baguslah! dia pikir pria ini tadi sudah mau berbuat gila dengan menyuruhnya menunggu dikamar utama.
"Tunggu apa lagi?!" Suara Darren sudah terdengar tidak santai melihat Alena tetap diam seperti patung.
Melihat tatapan elang Darren membuat Alena menyeret kakinya cepat ke arah lemari, membukanya lalu mengambil salah satu selimut putih tebal dari sana.
"Matikan lampunya jika kau sudah selesai!"
"Iya tuan." Alena mengangguk, dia berjalan ke arah dinding di dekat pintu. Mematikan lampu, mendadak ruangan jadi gelap, hanya ada cahaya dari bulan yang berpendar di dekat jendela yang dibiarkan sedikit terbuka. Gorden berwarna putih itu melambai lambai kecil tertiup angin.
Alena menarik nafas panjang, pernikahan? kegilaan macam apa ini, bagaimana mungkin dia akan menikah dengan orang yang baru saja dikenalnya, terlebih lagi orang ini sangat kejam dan menyeramkan.
Akhirnya malam itu Alena membaringkan tubuhnya di sofa, mencoba memejamkan kedua matanya tapi gagal, pikirannya malah terbang kemana mana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments