4. OM BUDI YANG PEMARAH

Alaram dihapeku sudah berbunyi memaksa membangunkan ku dipukul jam 5 pagi. Ini adalah pagi yang pertama harus aku lewatkan sebelum melewati pagi selanjutnya.

Sejujurnya aku masih penasaran dengan sosok Limi seperti apa karakternya, apalagi aku belum tahu seperti apa nanti sikapnya padaku. Tapi tiba-tiba saja aku merasa badanku lemas, aku merobohkan badanku diatas kasur. Sebab aku seolah terjerembab dalam bayangan Fredi dan wajah Astrid dan Leila yang kini membuatku semakin gak berdaya pagi ini.

Sekuat tenaga aku kembali bangun dan mulai bergegas turun untuk ikut sarapan bersama keluarga Tante Rini meskipun sebenarnya hari ini aku gak napsu makan karena perasaan kalut yang menyiksa

"Pagi Tante, pagi Om" aku menyapa mereka dengan manis, sambil duduk menghadap mereka dan hidangan sederhana

"Pagi juga Ra" sahut Om Budi, sementara Tante Rini lagi sibuk mengolesi selai coklat disetiap lembaran roti milik Om Budi.

"Hari ini sarapannya nasi goreng dan Roti ada susu juga Ra, kamu bisa makan semuanya" ucap Tante Rini yang sudah menghidangkan roti kepada suaminya.

Aku mengangguk lalu tersenyum "Oke Tante, terimakasih"

Tante Rini kasih tahu aku perihal sekolah yang sudah disiapkannya dia sudah siapkan jauh hari sebelum aku ke Jakarta

"Hari ini hari pertama kamu sekolah ya Ra"

"Iya Tante, terimakasih"

Ya, aku memang sudah didaftarkan sekolah di sini karena hijrahnya aku ke sini bukan suatu dadakan, diskusi antara orang tuaku berakhir dengan cara ini. Dan kemungkinan besar aku akan kuliah disini, dan bisa jadi aku akan menemukan jodohku disini. Ehem.

Dengan tenang aku mencoba gak sungkan bergabung dimeja makan, sarapan bersama dengan Tante dan Om. Tapi aku justru masih gak melihat sosok Limi. Bisa jadi dia belum bangun atau mungkin dia masih dandan atau.

"Makan yang banyak Ra" ucap Om Budi

"Iya Om, terimakasih" ucapku berterimakasih sambil ngunyah roti.

Hidangan sarapan pagi ini, ada nasi goreng dan roti. Aku pilih makan roti aja biar lebih cepat selesai makan.

Karena saking penasarannya akhirnya aku mencoba menanyakan keberadaan Limi

"Limi kok belum turun ya Tan ?"

Ketika aku tanyakan begitu wajah Om dan Tante saling menoleh, seperti gak ada yang mau menjawab seperti ada sesuatu yang tersembunyi apalagi Om Budi mulai mengkerutkan dahinya.

Sebenarnya wajahnya sudah banyak kerutan tapi ini lebih berkerut. Wajahnya bagai penuh dendam dan amarah yang belum sempat ia keluarkan, tangannya mengepal kuat seolah ingin menghantam seseorang. Melihat kondisinya begitu aku jadi sanksi sudah menanyakan seperti itu.

Baru aja tante Rini mau jawab, tiba-tiba Om Budi menyambar jawaban sambil gebrak meja. Spontan dong aku loncat padahal lagi duduk. Gak kebayang betapa syoknya aku. Sumpah.

"Dia itu memang seperti ini, bikin orang tua marah terus. Anak gak tau diri!"

Mendengarnya murka begitu aku sampai menelan roti pelan-pelan sebuah potongan roti yang tadi sempat aku kunyah belum sempat ditelan. Tapi rupanya rotinya menggumpal jadi malah sereut karena rotinya gak jalan Ditenggorokan. Langsung aja aku minum susu sedikit.

Sementara Tante Rini hanya mengelus dadanya, seolah kemarahan Om Budi sudah sering terjadi ia seolah mengabaikan dan gak menggubris sama sekali setiap ocehan suaminya. Tapi justru Om Budi semakin berkobar api amarahnya semakin membesar lalu membentak-bentak Tante Rini dan menyudutkannya dengan gak adil. Sambil juga ia menunjuk-nunjuk jarinya ke wajah Tante Rini

"Semua ini gara-gara kamu salah didiknya!" Sinisnya

Akhirnya Tante Rini sudah gak sabar lagi "Loh kok aku disalahkan sih ?" Si tante gak mau disalahkan.

Akhirnya berdebatan sengit diladeni Tante Rini.

Tapi Om Budi justru semakin panas, semakin emosional. Kali ini dia ngomong sambil gebrak-gebrak meja sampai-sampai para gelas terguncang dari pendiriannya. Kalau sudah begini aku kan juga jadi bingung mau pergi atau tetap duduk atau makan roti sambil nonton mereka. Entahlah.

Wajah Om Budi saat itu kesal sampai mukanya merah matanya melotot untung pikirannya gak melayang "Kamu ! Kamu gak pernah jadi orang tua yang bisa didik anakmu sendiri !" tuduhnya masih sambil gebrak-gebrak meja. Kasihan mejanya.

Tante Rini masih gak terima "Aku ? Bukannya kebalik ? Bukannya kamu yang selalu marah-marah, kamu pikir Limi betah kalau dengar kamu terus menerus marah !"

Om Budi makin gak mau terima, langsung tangan kerasnya gebrak meja dengan kencang bahkan kali ini semua gelas dan piring loncat dalam bersamaan.

"Kamu jangan menyalahkan saya, Limi harus dimarahi karena dia kalau gak dimarahi gak dipukulin dia gak akan jadi anak yang baik !"

"Terus kamu pikir Limi sekarang sudah bagaimana ?"

"Bagaimana apanya ? jelas banget kan Limi makin kurang ajar sekarang !" tegas Om Budi.

"Kamu udah tahu kan jawabannya ?" Tegas Tante Rini mencoba menyudutkan suaminya

Tapi om Budi masih tetap saja menyalahkan Tante Rini "Kamu jangan belain dia terus. Dia sudah besar harusnya sudah tahu caranya bersikap, Sekarang dia sering banget gak di rumah. Mau jadi apa dia ?"

Tante Rini akhirnya menolehku, dia mulai sadar kalau ada aku dihadapan mereka. Lalu dengan raut wajah gak enak hati, Tante melanjutkan makan tanpa bicara apapun padaku. Om Budi pun mulai melemah setelah dari tadi dia ngegas, ia mulai kembali makan. Aku juga mulai makan rotiku yang masih banyak. Aku rasa ini adalah momen sarapan pagi yang ekstrim.

Tapi rupanya, om Budi masih gak puas dengan perdebatan barusan yang aku pikir sudah mendamai. Tapi ternyata Ia kembali gebrak meja kali ini dengan wajah yang murka banget

"Pokoknya si Limi nih, kalau sampai nanti pulang, aku hajar dia sampai kapok !" Ancamnya

"Saya sebagai bapaknya merasa gak dihargai sama sekali sama dia. Dia itu bener-bener anak kurang ajar, anak gak tau diri !!!" tambahnya lagi,

sampai-sampai serpihan roti yang dikunyah dari mulutnya mental ke gelas susu milikku.

Dari atraksi lompat roti itu aku cuma bengong menyaksikannya. Sementara Tante Rini kali ini hanya diam, seolah dia sadar dan sangat tahu kalau suaminya disahuti maka perdebatan bisa selesai sampai tahun baru. Tante Rini kali ini mencoba kesabaran kembali

Akhirnya Om Budi menyelesaikan sarapannya juga. Ia bergeser sendiri dan pergi tanpa pamit dengan raut wajah yang masih kelihatan membenci.

"Maaf ya Ra"

"Gak apa Tante"

"Om kamu memang begitu, dia tempramental"

"Iya aku juga minta maaf Tan, karena tadi kalo aku gak nanyain Limi. Mungkin gak akan begini jadinya"

"Kamu gak nanya juga, Papa nya Limi memang akan marah"

"Iya Tante" tandasku Lalu menghabiskan roti

"Nanti kamu ke sekolahnya sendirian aja ya, karena kan di sini gak ada supir. Tante juga lain arah sama kamu jadi gak bisa antar. Maap banget ya Ra"

"Oh ya gak apa kok, kan ada ojek online jadi aku gak akan nyasar"

"Iya udah hati-hati ya Ra"

"Iya Tante, aku mau berangkat dulu ya" pamitku

Akhirnya ojek yang aku pesan dari aplikasi sudah tiba.

"Rara ya ?" tanya kang ojek. Aku mengiyakan lalu kemudian aku diantarkan sesuai alamat sekolah. Perjalanannya lumayan dekat kok jarak sekolah hanya 30 menit perjalanan.

Akhirnya Kang ojek menepikan motornya tepat didepan gerbang sekolah yang sudah banyak siswa masuk dengan santai. Aku lalu turun dari jok motor

"Makasih ya bang" ucapku dengan ramah lalu melangkah ke arah gerbang. Tapi baru saja mau melewati garis lintas gerbang tiba-tiba saja si Kang ojol memanggil aku

"Neng !"

Aku gak mau menoleh aku bergumam dalam hati karena aku sudah bayar langsung lunas dari aplikasinya jadi gak pakai tunai lagi.

"Neng !" panggilnya lagi

Akhirnya aku menoleh tanpa ada perasaan berdosa

"Ada apa ya Bang, kan saya sudah bayar dari aplikasinya"

"Helemnya, Neng" pintanya

Oh, wallaaaa, aku langsung pegang kepala.

Aduh, memalukan sekali aku ini bisa sampai lupa helem masih nempel.

"Maaf ya Bang" ucapku dan langsung aja aku copot sambil berterimakasih sekali lagi "Makasih ya Bang hehehe"

"Oke jangan lupa bintang limanya ya neng" jawabnya kaku lalu pergi.

Setelah aku kasih bintang lima sekarang aku sudah ada di kawasan sekolah. Untuk nilai sekolah ini aku kasih sembilan karena cukup kelihatan bagus. Tapi yang paling utama adalah semoga aja aku gak pernah ketemu lagi manusia macam pengkhianat seperti mereka yang temen makan temen, atau si pengkhianat cinta.

Aku berjalan pelan mencari kelas yang sudah diatur oleh sekolah, kebetulan ada petugas kebersihan sedang menyapu tangga jadi aku tanyakan padanya

"Pak, kelas 12 IPA6 di mana ya?

Petugas kebersihannya menolehku lalu menghentikan sebentar sapuannya.

"Orang baru ya ?" tanyanya

"Iya Pak, kok tahu pak ?"

"Iya saya gak pernah lihat kamu, soalnya"

"Wah, hebat dong bisa hapal semua muka orang di sini" pujiku.

"Jangankan muka orang Neng, muka setan aja saya hapal" terangnya.

Mendengarnya aku jadi merinding sendiri, semoga aja dia bercanda.

"Ah, Bapak bisa aja"

"Iya Neng seriusan"

Aku lalu diam sambil melihat sudut per sudut bangunan sekolah.

"Oh iya, sampai lupa saya. Kelasnya ada di lantai tiga neng. Nanti cari aja disitu"

"Oh lantai tiga ya, makasih ya Pak" ucapku lalu cepat pergi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!