"Baiklah berarti kau memilih hukuman"
Kamelia hanya diam dengan wajah tertunduk.
"Berdirilah! bukankah kau harus menjalani hukumanmu"
Kamelia berdiri dengan kaki yang bergetar. Terlihat seorang penjaga mendekat kepada Vincent membawa bungkusan seperti kotak kado berukuran kecil. Kotak itu di serahkan kepada Vincent.
"Ambil ini!" Vincent meletakkan kotak itu di atas meja yang ada di depannya.
Kamelia berjalan maju untuk mengambil kotak itu.
"Hukumanmu adalah mengantar kotak ini kepada yang punya. Nanti akan aku kirim alamatnya"
"I in ni kotak nya beb be risi apaan tuan?"
Tangan Kamelia bergetar hebat mengambil kotak itu. Suaranya tergagap, seluruh tubuhnya seakan lemas tak bertenaga, seakan tiada tulang yang menyangga badannya. Kotak yang di bawanya sampai ikut bergetar. Vincent tersenyum melihat wajah Kamelia yang pucat pasi.
"Kau lihat itu"
Vincent menunjuk pada penjaga yang berdiri di samping kanan nya. Terlihat penjaga itu membawa sebungkus kecil bubuk berwarna putih, di perlihatkan nya kepada Kamelia. Mata Kamelia memicing melihat itu. Lalu ia menoleh ke arah Vincent.
"Micin?" tanya Kamelia dengan bingung.
Sontak suasana yang ada di dalam ruangan itu menjadi gaduh karena riuh tawa mereka, semua orang yang ada di ruangan itu tertawa terpingkal kecuali Kamelia. Sedangkan Kamelia memandang mereka dengan bingung.
"Salah ya, bukan micin? garamkah?"
"Kau antar saja itu ke alamat yang akan aku kasih! Nanti akan ada orang yang mengawalmu, satu yang harus kamu lakukan hindari polisi!"
Kamelia mengernyit mendengar perkataan Vincent yang terakhir. Hatinya berkata "jangan".
" Maaf tuan, beri saya alasan kenapa saya harus menghindari polisi?"
"Pertanyaan yang bagus gadis cantik. Karena barang yang akan kamu bawa adalah hal yang tidak di perbolehkan oleh negara, tapi di perbolehkan oleh kami" ha ha ha ha ha tawa Vincent menggelegar.
"Maaf tuan, saya memang tidak tau benda apa yang anda perlihatkan kepada saya tapi kalau hal itu di larang oleh negara saya yakin agama saya juga melarangnya. Maaf saya tidak bisa melakukannya"
Kamelia meletakkan kotak yang sudah diambilnya di tempat semula.
"Berarti kau memilih mati?"
"Saya akan berdoa memohon kepada Tuhan agar umur saya di perpanjang karena masih banyak cita cita hidup yang ingin saya perjuangkan"
Ha ha ha ha ha tawa Vincent menggelegar.
"Munafik sekali kau gadis bodoh. Bagaimana kalau aku menembakmu sekarang?" Vincent tertawa sinis.
"Apapun yang akan terjadi pada saya hari ini sudah menjadi ketetapan Allah" kedua tangan Kamelia meremat ujung kaos yang di kenakannya. Keringat dingin membasahi seluruh badannya.
"owh ya? Bagaimana kalau ibu mu yang akan terkapar hari ini? atau kios satu satunya yang keluargamu punya terbakar malam ini?"
"Kalau memang itu terjadi berarti itu sudah tercatat di lauhul mahfud, saya sebagai hambaNya hanya bisa menjalani"
Dengan geram Vincent berdiri, berjalan mendekati Kamelia. Ia menodongkan pistolnya tepat di pelipis Kamelia. Vincent tersenyum remeh melihat tubuh Kamelia yang bergetar.
"Lihatlah gadis munafik! bahkan kau bergetar ketakutan"
"Saya memang takut dengan ancaman anda tuan, saya memang takut kalau anda akan membunuh saya. Tapi saya lebih takut dengan murka Tuhan saya"
Vincent bersiap menarik pelatuk pistolnya saat dering panggilan masuk terdengar dari handphone Kamelia. Vincent mengambil HP Kamelia yang berada di dalam tas gadis itu, terlihat ada satu panggilan video.
Surgaku is calling....
"Kamu angkat panggilan itu! siapa tau ini panggilan terakhir yang akan kamu Terima" ha ha ha ha ha ha ha.
Vincent melempar handphone Kamelia ke arah Kamelia yang di tangkap dengan gelagapan.
Kamelia menggeser tombol hijau yang ada di layar handphone nya, terlihatlah raut wajah ibunya yang sangarnya melebihi singa menurut Kamelia.
"Kameliaaaaaaa" panggil ibu Kamelia dengan menjerit sewot pada anak gadisnya itu.
Kamelia sampai menjauhkan handphone nya untuk menjaga kesehatan telinganya. Bahkan Vincent sampai menarik pistolnya menjauh dari kepala Kamelia karena kaget mendengar jeritan emak Kamelia itu. Dan beruntung ibu Kamelia tak sempat melihat pistol yang di todongkan ke pelipis Kamelia.
"Iya bu" jawab Kamelia sambil meringis.
"Kenapa belum pulang? kelayapan kemana hah? sudah jam berapa ini?"
"Hah, emang ini sudah jam berapa bu?"
"Jam sepuluh Liaaa kenapa belum pulang?"
"Kan biasanya aku pulang jam sebelas ibu juga nggak masalah"
"Ya nggak masalah karena kamu kerja, kalau main ya masalah markonaaah" cerocos bu Narti sambil menggebrak meja karna terlalu geram.
"Iya bu maaf, sebentar lagi Lia pulang"
"Sekarang Lia! bukan sebentar lagi"
"Iya bu sekarang"
"Kamu dimana sih?"
"Dirumah teman bu"
"Tadi sholat magrib nggak? udah sholat isya belum?"
Glek! mendapatkan pertanyaan itu membuat Kamelia tersadar bahwa dia melewatkan sholatnya. Apa yang harus di katakan pada sang ibu, dia tidak mau berbohong tapi kalau dia berkata jujur bisa bisa ibunya tausiyah sampai besok pagi.
"Sudahlah yang penting cepet pulang. Kalau belum sholat, nanti sholat di rumah saja"
"I iya bu"
Setelah panggilan dari bu Narti mati Kamelia memasukkan handphone nya ke dalam tas.
"Hah percaya diri sekali kau bilang sama ibumu akan pulang. Bagaimana kalau aku membunuhmu sekarang di sini?"
"Kalau sekarang saya mati, nanti pun saya akan mati"
"Hah! besar juga nyalimu. Baiklah karena ternyata kau gadis bernyali besar maka aku akan memberimu waktu untuk berfikir sampai besok sore. Besok sore aku harap kau akan
memberi jawaban yang memuaskan. Satu lagi aku akan memberimu upah jika kau bersedia mengantarkan paket itu"
Tanpa menunggu jawaban dari Kamelia dua orang penjaga berjalan mendekatinya, salah satu dari mereka menutup mata Kamelia mengikatnya dengan kain hitam. Kamelia hanya pasrah saja dengan apa yang dilakukan mereka, yang penting baginya malam ini masih bisa selamat dan masih bisa bertemu ibunya. Tubuh Kamelia diseret keluar ruangan dan di dorong masuk ke dalam mobil, Kamelia merasakan mobil itu berjalan meninggalkan tempat. Tempat yang tidak diketahui letak nya oleh Kamelia. Setelah beberapa saat Kamelia merasakan mobil yang membawanya berhenti, terdengar seseorang membuka pintu dan menyeretnya keluar. Tak berselang lama dia sudah di dorong masuk ke dalam mobil kembali dan penutup matanya di buka. Kamelia melihat orang yang tadi siang menjemputnya di mall sudah duduk di belakang kemudi. Kamelia menghembuskan nafas lega.
"Pak, tolong anterin saya pulang ke rumah ya pak" pinta Kamelia
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut laki laki itu tapi Kamelia tau ini jalan ke arah rumahnya. Tepat pukul sebelas malam Kamelia sampai di rumah. Begitu membuka pintu ia langsung di sambut dengan sapu oleh ibunya.
"aow ampun bu, ampuunn.... maaf Lia terlambat pulang"
"Anak perawan jam segini baru pulang, kurang ajar. Awas kalau kamu ulangi lagi ya"
Kamelia meringis terkena pukulan gagang sapu ibunya.
Sedang di luar rumah Kamelia ada orang yang mendengar teriakan ibu dan anak itu sambil menahan tawa.
"Ayo kita pergi!"
"Baik tuan Vincent"
...----------------...
Pagi hari Kamelia masih tetap melakukan aktifitas seperti biasa. Dia sudah pasrah apapun yang akan terjadi pada dirinya. Sekalipun ia akan di bunuh hari ini Kamelia sudah memutuskan untuk berpasrah saja pada yang maha Kuasa. Kalaupun dia lapor ke polisi belum tentu permasalahan yang di hadapinya akan selesai, dia tidak mau masalahnya akan bertambah runyam kalau dia melapor ke polisi. Dia memikirkan keselamatan adik dan juga ibunya.
"Kamu kenapa sih Li?" tanya Vana membuyarkan lamunan Kamelia.
"Hah oh nggak pa pa"
"Aku perhatiin dari tadi kamu diam aja, kayak ada beban berat gitu"
"Nggak kok Van aku nggak pa pa"
"Kemarin pulang jam berapa? ibu kamu sampai telpon aku lo nyariin kamu"
"emm jam sebelas"
"Buseeet ngapain aja kamu jam segitu baru pulang? kamu pacaran ya?"
"Enggak"
"Nggak gimana? nah sekarang kamu sedih gitu, lagi marahan sama cowok kamu? patah hati?"
"Enggak Van, udah ah kita kerja ntar ditegur ama bos lagi"
Hari ini terasa begitu cepat bagi Kamelia. Menjelang sore hari Kamelia deg degkan mengingat batas waktu yang telah di tentukan oleh Vincent untuk dia berfikir. Tapi Kamelia sudah tidak mau berfikir lagi, dia sudah tentu akan menolak apa yang di suruh oleh Vincent.
"carilah rezeki yang halal Lia, jangan sekali kali kau masuki perutmu dengan makanan yang berasal dari uang atau pekerjaan yang haram, sekalipun kau harus menderita untuk mencari yang halal. Jangan kau lakukan perbuatan yang di larang agama Lia, sekalipun kau harus bertaruh nyawa" Kamelia teringat pesan ayahnya sebelum menghembuskan nafas terakhir. Kamelia ingat waktu itu Kamelia masih duduk di bangku sekolah menengah atas saat ayahnya sakit keras dan ibunya harus membanting tulang sendirian untuk biaya pengobatan sang ayah dan juga biaya hidup dan sekolah Kamelia. Beberapa aset yang ayah Kamelia miliki terpaksa di jual untuk membiayai pengobatan ayahnya. Selama satu setengah tahun ayah Kamelia berjuang melawan kanker ganas yang menggerogoti tubuhnya. Di saat saat terakhir sang ayah Kamelia lah yang menemaninya. Masih melekat dalam ingatan Kamelia waktu itu tepat jam tiga pagi Kamelia yang sedang tidur di bawah ranjang yang di tiduri ayahnya di rumah sakit di bangunkan oleh sang ayah. Kamelia bangun dan mendekat kepada ayahnya. Ayah Kamelia memeluk Kamelia sambil tersenyum, ia mengelus rambut Kamelia, dan juga memberikan pesan kepada Kamelia.
"Ayah bangga punya putri sepertimu, ayah yakin kamu akan selalu berjalan di jalan yang benar walaupun itu sulit"
Kamelia tersentak dari lamunan ketika Vana menyentuh pundaknya.
"Malah bengong, mau pulang nggak? dah hampir jam tiga tuh sebentar lagi jam kerja kita habis" ucap Vana sambil menunjuk jam dinding yang ada di dapur restoran.
"Iya ini juga udah siap siap mau pulang"
Vana mengernyit melihat Kamelia, Vana menggelengkan kepalanya pelan.
"Kamu hari ini aneh Li"
"Biasa ajah ah, itu perasaan kamu aja Van. Ayo kita siap siap pulang"
Vana dan Kamelia membuka celemek, menuju loker untuk mengambil tas dan jaket mereka.
"Langsung pulang Li?"
"He em"
"Irit banget sih Li jawaban kamu"
Kamelia hanya tersenyum menanggapi ucapan Vana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments