Dara memandangi foto pernikahannya seraya tersenyum lebar. Kini ia tinggal di Apartemen milik Harry. Harry masih belum kembali ke Apartemennya setelah acara pernikahan itu. Selama acara resepsi, Harry juga terlalu sibuk dengan semua tamu undangannya. Dara dan Harry juga tidak banyak berbincang di atas pelaminan. Tak ada kata yang Harry ucapkan lagi pada Dara, bahkan saat mereka hanya berdua.
Kali ini bahkan Dara hanya ditemani Merisa dan kurir barang sejak perpindahannya ke rumah barunya.
Dara mencoba menutupi itu dari siapapun dan selalu menutup matanya. Ia mengingat apa yang Harry katakan saat itu.
"Kamarmu di lantai dua sebelah kanan, sedangkan kamar saya di sebelah kiri" ucap Harry setelah ia memberikan kartu apartemennya, lalu pergi setiap malam tanpa mengatakan apapun juga.
"Kamu kelihatan sangat lelah Dara. Beristirahat lah sebentar" ucap Merisa seketika.
"Ya, Thanks Mer" ucap Dara seraya memeluk Merisa sebelum pamit.
Tak lama kemdian, bel pun berbunyi setelah Merisa pulang.
Dara tersenyum dan dengan sergap membuka pintu apartemennya.
"Maaf nyonya, ternyata masih ada barang terakhir. Saya letakkan dimana?" ucap kurir barang.
"Di letakkan di sini saja pak. Terimakasih" jawab Dara dengan singkat.
Dara tersenyum ketika kurir barang tersenyum pamit, tak lama setelah Dara hampir menutup pintu apartemennya, Dara justru mengerutkan Dahi.
"Maaf?" ucap Dara spontan.
Pria yang melewati Dara justru berhenti spontan, lalu menoleh dan tersenyum.
"Kamu pegawai yang beberapa waktu lalu memiliki inisial yang sama dengan saya kan? Dika?" tanya Dara spontan.
Lelaki muda itu justru tersenyum lebar.
"Ah, iya benar bu Dara. Maaf untuk itu bu, saat itu saya belum tau tentang bu Dara dan pak Harry" singkat Dika itu spontan.
Dara tersenyum lebar.
"Kalau begitu maaf juga karena saat itu saya baru mendapatkan draff peserta rapat untuk siang pekan depan, dan kamu ini staff baru di bagian keuangan kami kan?" ucap Dara.
"Benar, dan maaf lagi untuk surat tempo hari, sejujurnya sebagai pegawai baru saya justru lebih sering mendengar pegawai lama memperbincangkan popularitas bu Dara sebagai sekertaris pak Harry. Pak Harry yang cukup teguh bertahan pada prinsipnya untuk tidak meminang wanita seperti bu Dara sejak awal" jawab Dika seraya tersenyum lebar.
"Saya tersanjung. Terimakasih untuk ungkapan berlebihan itu" tanya Dara spontan.
Dika justru tertawa renyah. Dara justru tersenyum lebar.
"Oh, apakah pak Dika penghuni gedung yang sama dengan Pak Harry juga?" singkat Dara.
"Ya, apartemen saya di lantai ini, di ujung sana. Saya baru menyadari ini, dan pantas saja sejak tadi saya melihat kurir beralu lalang mengantarkan barang-barang ke apartemen pak Harry. Apakah masih ada hal yang bu Dara perlukan? Mungkin bisa saya bantu" tanya Dika seraya memandang *****-***** wajah Dara.
Dara tertegun. Sepertinya Dika menyadari bahwa saat ini Dara hanya sedang sendirian di rumah dengan tumpukan barang baru yang tak tertata rapi. Parahnya, sebagian besar adalah hadiah pernikahan, bukan barang yang secara khusus ia beli bersama Harry.
"Tidak, terimakasih. Semua sudah tertata dengan baik di sini" ucap Dara.
Dara hanya terseyum lalu menolak dengan baik dan terseyum lebar.
Ponsel berdering, dan Dara menoleh.
"Maaf itu suara ponsel saya" ucap Dara spontan.
"Silahkan dijawab dulu saja bu. Kalau begitu saya permisi" singkat Dika dengan spontan.
"Ah ya, tentu. Maaf ya saya tinggal dulu ke dalam. Terimakasih" ucap Dara seraya tersenyum.
Dika mengangguk, dan Dara menutup pintunya kemudian.
Sebenarnya Dika ingin menanyakan apakah Harry sudah sampai di rumah atau justru sebaliknya?. Tapi mungkin memang tak perlu untuk saat ini. Saat ini belum waktunya.
Dika yang semula berjalan ke arah apartemennya, memutuskan kembali ke depan pintu apartemen Dara.
Dika mulai bersandar di pintu apartemen Dara yang telah tertutup. Tangan kirinya memegang dadanya sendiri. Ia tertunduk dan memejamkan matanya. Rasanya seperti degup kencang yang selalu sama dan tak bisa di pungkiri oleh dirinya sendiri.
Mengapa rasanya tak bisa hilang, bahkan setelah Dara menikah?.
"Permisi" singkat Karisa tiba-tiba.
Karisa tersenyum lebar.
Dika mulai membuka matanya dan menolehkan wajahnya ke arah Karisa yang telah berdiri dekat disisinya.
Dika beranjak, namun Karisa menarik tangan Dika.
"Kalau tidak punya tempat menangis. Masa menangis di depan pintu orang lain? Di lanjut di dalam saja! Sedang putus cinta kan? " ucap Karisa dan dengan spontan.
Dika hanya diam dan segera menarik tanganya dengan spontan dari Karisa. Dika tidak menggubris dan segera meninggalkan Karisa tanpa berkata.
"Heii!" ucap Karisa spontan.
Karisa menggeleng, lalu membuka ponselnya, seraya mengatakan "mba Dara tidak jadi pergi bersama kakak ipar kaan? Aku sudah di depan pintu"
Dika justru menghentikan langkahnya mendengar ucapan Karisa. Ia pun segera kembali ke arah Karisa setelah menyadari konsekuensi sikapnya pada wanita yang baru ditemuinya. Jika Karisa mengatakannya pada Dara, bahwa dika bersikap aneh di depan pintu dara, maka hal buruk tentu akan terjadi dan membuat Drama percintaan yang kacau baginya dan Dara.
Dika tau Harry tak akan pernah jatuh cinta, dan Dika akan selalu mengharapkan Dara sampai kapanpun tanpa harus diketahui.
Tombol pintu berbunyi dari dalam.
Dika spontan memeluk Karisa, dan membawa Karisa menjauh. Karisa terkejut dan mencoba melepaskan paksa, namun tubuh tinggi Dika justru tetap membuat Karisa sulit mengeluarkan suara apapun, bahkan kedua tangan Karisa tertekuk di dada Dika.
Karisa mengelak dan menendang kaki Dika berulang kali, namun Dika tetap kokoh mendekap Karisa seraya berjalan menjauh dengan cepat.
Dika membawa Karisa turun dari lantai apartemennya dengan terburu-buru.
Ketika pintu lift tertutup, Dika pun mulai melepaskan dekapannya.
Karisa menghirup nafas sedalam-dalamnya, Karisa mencoba memukul Dika yang terdiam. Dengan tanggap, Dika segera menangkis pukulan itu dan berkata pada Karisa.
"Maaf untuk sikap ini. Kalau boleh tau, Siapa namamu nona?" tanya Dika seraya memegang tangan Karisa.
"Tidak boleh! Aku tidak akan memberikan identitasku pada anak kurang ajar!" ucapnya dengan nada yang sengaja ia tinggikan.
"Karisa Adina" ucap Dika seraya melepaskan genggamannya.
Brian membaca jaket organisasi yang bertuliskan nama lengkap Karisa.
"Kamu bahkan memberikan identitas itu sembarangan" ucap Dika tanpa menunjukkan ekspresi apapun.
"Lalu apa urusannya denganmu?!. Ini sudah benar-benar tindakan kriminal. Aku pastikan akan melaporkanmu ke polisi!" tegas Karisa.
Pintu lift terbuka beberapa saat kemudian. Handphone Karisa berbunyi, Dara menelpon.
"Mba Dara!" singkat Karisa spontan.
Dika sontak menoleh, mendekap Karisa lagi lalu mengambi ponsel Karisa.
Dika menekan tombol lift lagi dengan sikunya.
"Karisa? Halo?" tanya Dara spontan.
"Maaf bu, ini Dika. Maaf, harus berbicara melalui ponsel" singkat Dika.
"Apa Karisa sedang bersamamu?" tanya Dara lagi.
"Iya bu, saya membawanya pergi tiba-tiba" singkat Dika.
"Oh, bagaimana bisa?" tanya Dara.
"Sebenarnya sulit bagi saya untuk jujur. Tapi mohon izinkan saya berkencan dengan adik bu Dara mulai saat ini" singkat Dika dengan spontan.
"Maksudnya bagaimana? Maaf saya tidak mengerti" ucap Dara spontan,
"Maaf saat itu sebenarnya saya jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat adik bu Dara di acara resepsi pernikahan bu Dara, jadi saya akan mendekatinya mulai hari ini. Kami akan memulainya sekarang juga. Bolehkah, walaupun tidak bersama bu Dara, saya mengencani adik bu Dara?" tanya Dika seraya menggigit bibirnya sendiri, menyadari ucapan bodohnya yang spontan.
"Sejujurnya ini mengejutkan tapi saya belum bisa merestui orang yang baru Karisa kenal. Bisa saya berbicara dengan Karisa?" tanya Dara lagi.
"Iya bu, em. Maaf? Hallo? Bu Dara?" singkat Dika lagi.
Dara justru terdiam beberapa saat kemudian seraya mengerutkan dahi.
"Tolong sampaikan pada bu Dara pembicaraan tadi harus terputus, ternyata ponselmu mati. Ponselmu rusak?" tanya Dika spontan.
Dika segera melepaskan dekapan tangannya, saat mengembalikan ponselnya pada Karisa.
"Aaaaaaah! Keterlaluan! Kamu ini siapa sebenarnya?!" singkat Karisa dengan penuh emosi seraya menarik ponselnya.
"Katakan pada bu Dara bahwa saya Kekasihmu mulai hari ini, jadi apakah ponselmu ini sudah lama rusak?". tanya Dika dengan spontan.
"Bukan urusanmu!,eh...?" singkat Karisa spontan.
Karisa terdiam beberapa saat kemudian dan perkataan itu menjadi terngiang berulang-ulang.
"Apa ucapanmu barusan?! 'Kekasihku mulai hari ini?!' Itu Gila!" ucap Karisa seraya menggeleng menyadarkan pendengarannya.
Pintu lift terbuka. Dika menekan tombol liftnya lagi ke arah lobby, namun ia tidak mengatakan apapun lagi.
"Hey! Berikan penjelasan!" singkat Karisa lebih kesal.
"Kita berkencan mulai sekarang. Hanya itu. Walaupun sejujurnya belum di restui" singkat Dika lagi seraya tersenyum lebar.
Pintu lift pun terbuka di lobby. Dika keluar.
Karisa justru tetap berlari mengejar Dika yang sedang berjalan cepat keluar apartemen.
Dika berhenti seketika, dan Karisa turut menghentikan langkahnya juga. Dika terdiam memandang ke seberang jalan. Karisa mulai melihat wajah Dika dengan pandangan yang fokus pada seseorang.
Karisa ikut memandang kearah pandangan yang Dika lihat. Karisa melihat Harry yang sedang menatap bangunan apartemennya sendiri dari sepeda motornya. Harry menatap keatas cukup lama, hingga tak lama kemudian, Harry memakai helmnya lagi dan pergi.
Dika tak berkata apapun.
"Penguntit?! Apa dari tadi kamu sedang menguntit Ipar Harry dan mba Dara?! Iya? " ucap Karisa lagi dengan lantang seraya melotot.
Dika mulai melirik Karisa.
"Tidak ada yang menguntit dan tidak ada hubungannya denganmu sekarang" ucap Dika tenang.
"Tentu saja ada, mana mungkin aku berkencan dengan seseorang seperti penguntit!. eh? jadi mereka memang tidak bersama selama ini?" tanya Karisa tiba-tiba.
Dika tidak mengucapkan apapun, lalu merogoh ponselnya disaku.
Dika justru berjalan kearah yang berbeda.
"Eh tunggu dulu! Urusan kita bahkan belum selesai!" ucap Karisa seraya menarik kaos Dika.
Dika terhenti dan berbalik badan, kemudian memandang Karisa tanpa berkata apapun lagi.
"Intinya dengar ya! Maaf aku ini tidak bisa seenaknya menerima cinta bocah SMA! Aku sudah punya standar, dan orang itu paling tidak harus sudah mapan dan meniliki sopan santun!" ucap Karisa kemudian.
Dika hanya mengerutkan dahinya.
Pedal rem diinjak sebuah taksi berhenti .
"Mas yang memesan taksi online kan?" tanya pak supir setelah membuka jendela mobilnya.
"Saya tidak ditolak dua kali, dan denganmu, kita sepasang kekasih. Saya rasa saya sudah sesuai dengan standar pria yang kamu maksud. Saya akan menelponmu setelah ini Karisa" ucap Dika seraya membuka pintu taksi dan masuk.
Karisa terdiam.
"Hah?! Apa maksud dia barusan?!Menelponku?Memangnya dia punya nomorku? Namanya saja aku tidak tahu, Eh, bahkan ini terasa menjadi lebih aneh saat dia memperhatikan kak ipar Harry. Siapa dia sebenarnya? Aku harus tau!" ucap Karisa lagi.
Dika meminta taksinya dipercepat, meskipun ia tau kearah mana Harry akan menghentikan motornya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Nika
👍👍👍👍👍
2023-02-12
0