The White Glove

The White Glove

Mistiness. Who Loves Drama?

"I do really love you" Dara memandang Harry tanpa mengedipkan mata.

Harry menatap wanita disisinya, kemudian tersenyum. Menawan. Eksekutif muda dengan postur tubuh tinggi dan warna pupil hazel sangat serasi dengan rambut dan pakaiannya. Ia bahkan masih belum membuka jasnya.

Perjalanan bisnis tengah malam yang menguras tenaga. Meninggalkan ibu kota untuk mendapatkan kesepakatan bisnis besar. Menembus malam yang sepi di setiap jalan baru yang harus dilewati. Rutinitas ini memang melelahkan, namun malam ini tidak bagi Dara. Rasa lelahnya bersedia mengalah demi perasaannya. Dara tak ingin menyembunyikannya lagi. Sebuah perasaan yang telah lama mengendap sejak Harry mulai menyita perhatiannya.

"You look tired Ms. Dara. That's fine. we'll take a rest for a minute here" jawab Harry dengan tenang. Ia mulai menyandarkan tubuhnya dan mengalihkan pandangan, kemudian memejamkan matanya.

Dara hanya terdiam dan masih menggenggam kemudi. Mobil bahkan telah ia hentikan mendadak di bahu jalan, hanya untuk menyampaikan kata-kata itu. Ia masih memandang Harry di sisinya.

"I'll go with the Bus" ucap Dara seraya menarik pelatuk pintu mobil.

Harry meraih tangan kanan Dara, kemudian menggenggam jemarinya erat. Harry masih memejamkan matanya.

"Kita bahkan belum pernah melakukan hal yang romantis Nona Dara. Kita selalu terjebak dalam pekerjaan yang berat dan sangat menguras waktu. Kita juga belum pernah membahas hal privasi. Bagaimana semua itu Nona sebut cinta?" Ucap Harry yang masih memejamkan matanya.

Dara melihat jemarinya yang tergenggam, kemudian mengalihkan pandangannya lagi kepada Harry.

"Anda memang benar tentang tak ada pembicaraan lain atau tentang pekerjaan yang selalu menguras waktu. Namun kali ini, anda mungkin salah tentang perasaan saya. Saya benar-benar mencintai anda dalam semua momen itu dan saya tidak bisa berputar arah". Ucap Dara masih tetap yakin dengan apa yang ia katakan.

Harry membuka matanya, dan menoleh kepada Dara dengan senyum yang sama.

"Kalau begitu, mari kita berbincang hal yang privasi" jawab Harry kemudian.

Kali ini Harry menggenggam jemari Dara dengan kedua tangannya.

"I do not love anyone or anything. This life such as a suck thing and I do really hate it with all of my heart" Harry masih melanjutkan ucapannya dengan senyum.

Dara masih menatap Harry *****-*****.

"Kita hanya sama-sama terjebak di waktu yang tidak bersalah Nona. Tapi bukan berarti semua itu cinta. Semua hanya kebiasaan yang mulai menyita perhatian. Sekarang lupakan, dan percakapan tentang hal ini berakhir. Sekarang saya yang mengemudi dan saya antar Nona pulang" jelas Harry.

Dara melepas genggaman Harry.

"Saya tidak akan melupakan ini, tapi saya yakin anda akan merubah pikiran anda". Jawab Dara.

Harry tersenyum, dan mulai memejamkan kedua matanya lagi.

"Ya, sure" ucap Harry dengan tenang.

Wajah pagi ibu kota tetap sama. Ia masih tertutup debu jalan dan asap kendaraan. Waktu pagi di Ibukota juga tak sabar mengganti rembulan menjadi mentari membiarkan aktivitas berjalan seperti biasanya.

Pada pagi buta ini, seperti biasanya Dara hanya bisa menatap Harry yang tertidur disisinya, di dalam sebuah mobil kantor yang sering mereka pakai untuk menghadiri berbagai kunjungan binis.

Tertidur pulas di parkiran VIP perusahaan besar bidang teknologi otomotif yang terus melambung. Ya, itu adalah kebiasaan rutin yang harus Dara lalui bersama Harry.

Tepat di jam 9 pagi tanpa alarm, Dara terbangun dan membuka tasnya untuk mengambil beberapa makeup. Ia akan memoleskan make up di wajahnya setelah membangunkan Harry.

"Kita sudah sampai di Kantor pak. Rapat akhir pekan akan dilaksanakan dalam 56 menit bersama dewan komisaris dan para akuntan di gedung lima" ucap Dara dengan tenang.

Harry terbangun dan mulai merenggangkan badannya.

"Ah oke. Open the baggage some stuff for you and don't forget anything for the meeting. I'll wait in the lobby 45 minutes from now. Thank you Ms. Dara" ucap Harry saat ia mulai membuka pintu mobil.

Dara menganggukkan kepalanya. Harry menutup pintu mobil kemudian.

Dara keluar dan membuka bagasi mobilnya.

"Exactly" singkat dara dengan spontan.

Barang yang sama persis dengan apa yang Dara bayangkan sebelumnya.

"New clothes and will wait for me?. See how he does?!" gerutu Dara seraya mulai menarik nafasnya. "Tapi sekarang rasanya sedikit berbeda ketika cinta sebelah tangan ini menjadi nyata" ucap Dara beberapa saat kemudian.

Kali ini Dara berencana tak memakai pakaian itu. Dara masih menyimpan beberapa pakaian lain di loker kerjanya.

Seperti biasa, ketika Dara sampai di meja kerjanya, beberapa memo rayuan cinta yang wangi telah tertata rapi di diatasnya. Seperti biasa juga Dara selalu membacanya dan tersenyum. Hanya rekan sekertaris pria di sudut ruangan yang bisa menjawabnya. Ia satu-satunya pegawai yang selalu berangkat lebih awal dan lebih pagi, pastilah ia tau siapa saja yang datang ke meja kerja Dara.

Dara tersenyum.

Setidaknya memo-memo ini bisa sedikit mengobati pupus harapnya setelah ditolak Harry. Setidaknya Dara masih cukup cantik untuk disukai oleh pria.

Dara menoleh saat seorang pria berhenti tiba-tiba.

"Surat dengan warna merah muda yang sama? Bagaimana bisa?" tanya Dara spontan seraya menunjuk amplop berwarna merah muda yang sembunyikan pria muda yang mulai menoleh.

Pria itu mengangguk.

"Apa kita sudah pernah bertemu sebelumnya?" tanya Dara spontan.

"Ya. Saya terpesona dengan kecantikan bu Dara" singkat pria itu seraya memberikan kertas merah muda itu.

Dara melihat amplopnya seraya tersenyum.

"Dika?" tanya Dara.

Pria itu mengangguk.

"Inisial nama bu Dara dengan saya pun sama. Semoga ini takdir yang baik" singkatnya.

"Sejujurnya saya tidak tertarik dengan rayuan, tapi ini surat pertama yang akan saya baca" ucap Dara spontan seraya tersenyum.

Pria itu tersenyum, lalu berlalu.

Dara mengubah gurat wajahnya dan justru membuka laci, lalu memasukkan suratnya.

Rekan kerja Dara yang datang dengan tumpukkan file kerjanya menoleh saat berpapasan dengan pria yang baru saja berbincang dengan Dara.

Merisa hanya menggelengkan kepalanya saat ia melihat Dara tetap menunjukkan ekspresi serius tanpa melirik siapapun yang datang dengan setiap tulisan dan nomor kontak penulis rayuan-rayuan.

"Choose one of them Dara.. As i always said... Just... remember your sweet productive age as women honey" ucap Merisa seraya berjalan kearah meja kerjanya.

Dara menoleh.

"Yes, thats why finally i told, how much i loved him last night" jawab Dara spontan

Merisa melotot.

"Who? Ah i mean, really?!" tanya Merisa spontan.

Dara hanya menarik bibirnya.

Beberapa pegawai yang berada di sekitar Dara mulai melirik berusaha mendengarkan. Hal ini benar-benar telah menjadi rahasia umum soal perasaan Dara kepada Harry.

"Oh finally! I've waiting for this in my life! So how his response?!" tanya merisa dengan antusias.

"Dia pikir saya gila" jawab Dara kemudian.

Semua pasang mata di ruangan itu kecewa.

Merisa terdiam.

"Imposible. You both born for this destiny" singkat Merisa.

"Our tale destiny" tegas Dara.

Merisa menghela nafasnya.

"yap. A tale!. Without Woman. Mysterious relationship. Biggest Company. A lot of money, and also his looking as hell, yeah it's human tale!" Merisa menghentikan ucapannya sejenak, lalu ia justru tersenyum lebar.

"Tapi... no matter how he is, no one but you, one step closer only for you! He's gonna fall. Trust me!" ucap Merisa mulai tersenyum.

"No one but me, me personaly decided to give up easily" ucap Dara tak tertarik dengan topik tentang Harry.

Dara mulai berjalan kembali ke lokernya untuk mengambil peralatan mandi.

"Oh come on! Dia belum memiliki wanita lain di hidupnya, dan itu peluang besar untukmu" ucap Merisa lagi.

"But He doesn't need woman" ucap Dara.

"Then why he chooses you as his private secretary?" tanya Merisa.

"He didn't nor never choose me and he just needs an employe, atau ini hanya bagian dari memenuhi janji saja" jawab Dara.

Merisa menepuk keningnya sendiri.

"But tell me why he agreed? Thats mean he needs you silly. As always!!." Ucapnya kemudian.

"Well then why i rejected? ?" Singkat Dara.

"Oh come on, we talk about the day after this.?!. Jika manusia membutuhkan manusia lain, artinya keduanya tak akan rela melepaskan satu sama lain. So, you just need to hold out much longer under this war, and you will find a way to catch his heart!" ucap Merisa dengan berbisik.

"He rejected me, he really did!" ucap Dara lebih serius. "thats fine. I'll find someone better. Mungkin pria-pria dengan rayuan gombal seperti ini" ucap Dara lagi seraya melihat memo-memo di layar komputernya.

"Dan kamu tidak akan hidup karena hal itu" timpal Merisa.

"Ah, ucapan itu menjadi terasa berat, bahkan penolakan itu juga membuatku jadi tidak nyaman seperti ini. Aku ingin menghilang sebentar rasanya. Bagaimana aku menutup wajahku setelah ini?!" ucap Dara dengan lemas dan berjalan menuju toilet.

Merisa hanya tertawa kecil melihat tingkah Dara. Merisa tau, Dara tak akan menyerah semudah yang terlihat.

Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Dara memandangi wajahnya di depan cermin toilet.

"Mungkin memang selama ini salah" Dara menghela nafasnya.

Setelah semua telah siap, Dara segera turun, kemudian keluar dari lift yang telah mengantarnya menuju Lobby.

Harry telah duduk di sofa seraya menyentuh tablet PC nya. Dara menghampiri Harry lalu tetap berdiri dihadapannya.

Harry justru terdiam sejenak melihat setelan pakaian yang Dara kenakan.

Dara juatru tersenyum jika Harry mulai memperhatikan hal lain tentang dirinya. Dengan mudah Dara mulai menebak bahwa Harry mulai mengingat pakaian ini yang pernah Dara pakai di pekan lalu.

"Maaf Pak, tanpa mengurangi rasa hormat. Maka saya pikir, saya sudah tidak lagi memiliki alasan untuk menerima barang pemberian dari anda, kecuali gaji dari pekerjaan saja" ucap Dara.

"Why? Is something wrong with those stuff Ms Dara?" singkat Harry.

"Tidak ada pak. Semua hal itu justru akan membuat saya selalu mengingat anda" tanggap Dara.

Harry mulai menoleh kearah lain.

"Baiklah Nona Dara. Tolong catatlah ini bahwa semua yang saya berikan adalah bentuk insentif, khususnya bagi pegawai yang telah bekerja dengan baik." ucap Harry.

"Baik pak, saya mengerti. Terimakasih" ucap Dara seraya tersenyum meski dengan rasa kecewa yang ia tutupi.

Bertepatan dengan itu, seorang wanita paru baya yang masih terlihat anggun dengan balutan pakaian formal-Casual masuk dan datang bersama seorang wanita muda yang tinggi semampai di sisinya.

Semua pegawai termasuk Dara tentu tak asing dengan wanita anggun itu, namun Dara justru terpaku dengam tamu cantik yang dibawa sang nyonya anggun.

Wanita itu berjalan cepat menghampiri Harry.

Harry memasukkan satu tangannya ke dalam saku, dan wanita muda yang berada disisi nyonya parubaya justru terkesima tak menolehkan pandangannya dari Harry.

"Apa yang membuat anda datang nyonya?" ucap Harry.

Nyonya Wijaya menatap tajam kedua mata Harry, kemudian sedikit melirik Dara.

"Harry perkenalkan ini Sarah dan dia akan menjadi istri dari putra tunggal Bramasta Wijaya" ucap nyonya Wijaya dengan senyum lebar.

Dara pun terkejut dengan ucapan nyonya Wijaya yang langsung pada intinya. Benak Dara pun tak bisa dusta tentang sosok Sarah dengan penampilannya yang sempurna. Jika Sarah disandingkan dengan Harry, semua orang pasti akan semakin yakin bahwa Dara hanya sebatas sekertaris Harry saja.

"Sepertinya anda keliru, karena saya belum berniat menikah" ucap Harry serius.

"Saya telah mengenal Sarah dan sekarang kalian sudah saling mengenal. Saya tidak menerima penolakan, dan Harry Wijaya harus menikah. Siang ini undangan akan dicetak" jawab nyonya Wijaya tak kalah tegas.

"Why are you bet everything in this business?" singkat Harry spontan.

Nyonya Wijaya menghentikan langkahnya dengan spontan.

"Excuse me?!" singkat nyonya Wijaya.

"Anda tidak berhak menentukan hal apapun dalam hidup saya Nyonya!" singkat Harry dengan spontan.

"Sayangnya saya tidak memutuskan sesuatu hanya karena memiliki hak atau tidak" singkat nyonya Wijaya.

"Nona Sarah, apa yang nyonya Wijaya tawarkan padamu untuk melakukan ini?" singkat Harry pada Sarah.

Sarah melirik kecil kearah nyonya Wijaya, lalu terdiam.

"Hutang. Mudah di tebak, dan itu cara yang paling buruk untuk mempertaruhkan hidup seseorang, nyonya" jawab Harry lagi.

"Memang, dan setidaknya saya mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendak siapapun. Maka akan saya kirimkan alamat nona Sarah. Kita bicarakan acara pernikahan dan saya tunggu disana sebelum jam makan siang" ucap nyonya Wijaya lagi dengan tegas.

Seisi ruangan terdiam mendengar suara lantang nyonya Wijaya. Dara terkejut dengan apa yang dikatakan oleh nyonya Wijaya, hati Dara pun benar-benar hancur kali ini.

Kesepakatan sepihak selalu terjadi dalam sebuah bisnis besar. Harry tetap mengepalkan tangannya, dan kedua matanya justru tak bisa menyembunyikan luapan emosinya.

"Justru saya yang akan menunggu anda di kediaman nona Dara sebelum jam makan siang" singkat Harry lagi.

Dara melotot.

Dara menoleh kearah Harry.

Nyonya Wijaya hanya mengangkat satu alisnya.

Terpopuler

Comments

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

AK mmpir kak
jgn. lpa mampir di Karya aku berjudul I Miss you my best friend mksh

2023-02-20

0

yrputri

yrputri

Itu cuma siasat

2023-02-10

0

Yoanita_Situmorang

Yoanita_Situmorang

bener bgt

makanya jgn sempat berutang sama org apalagi dlm jumlah yg wow

2023-02-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!