2

2

Satu bulan berlalu, Rara masih saja bekerja di Perusahaan Jasa, dimana Rara susah menjadi seorang manajer berkat kegigihannya dalam bekerja.

Selama satu bulan itu, Rara sering mengalami mual-mual dan pusing di kepalanya akibat kehamilan mudanya itu. Rara bersikeras untuk tetap menjaga janin itu dan melahirkan malaikat kecil itu ke dunia. Walaupun tanpa Suami disampingnya ataupun tanpa seorang Ayah untuk makanya nanti.

Rara duduk di kursi kerjanya sambil menikmati rujak mangga muda yang dibelinya tadi saat istirahat makan siang. Selama ini kehamilannya masih bisa di tutupi tapi tidak untuk beberapa bulan ke depan yang tentu perutnya akan membuncit dan membesar seiring perkembangan janinnya yang tumbuh di dalam perutnya dengan sehat.

Satu bulan ini, Rara sudah mengunjungi Bidan untuk mengontrol kehamilannya yang Alhamdulillah baik-baik saja.

"Mbak Rara?" panggil Dyah pelan saat masuk ke dalam ruangan Rara yang terlihat sepi tanpa aktivitas.

Akhir-akhir ini Rara memang senang sekali menyendiri di dalam ruangannya. Dari mengerjakan tugas kantor, sarapan, makan siang dan mengemil atau sekedar bertelepon dengan keluarga pun di lakukan di ruangannya.

Rara terkejut dan menatap Dyah yang sudah ada di depannya hanya terhalang oleh meja kerja. Kunyahan mangga muda yang ada di mulutnya pun terhenti.

"Ada apa Dy?" tanya Rara yang menegakkan duduknya dan membereskan rujak mangga muda itu ke nakas kecil yang ada di samping meja komputer di bagian samping.

Dyah menatap rujak mangga muda itu lalu menatap lekat ke arah Rara. Mereka berdua adalah sahabat baik sejak masuk ke perusahaan itu sepuluh tahun silam. Hanya saja, keberuntungan ada Rara yang lebih dulu mendapatkan promosi jabatan sebagai Manajer dan Dyah, sahabatnya masih menjadi kepala bagian divisi keuangan di perusahaan yang sama.

"Gue perhatiin, loe makin gemuk? Pipi loe makin chubby," ucap Dyah yang memperhatikan Rara dengan seksama.

Rara pun membalas tatapan mata Dyah dan melotot ke arah Dyah. Rara pun mengalihkan perhatian dengan mengambil satu berkas kemudian membuka berkas itu dan membacanya.

"Rara!!" panggil Dyah dengan suara agak keras. Dyah meletakkan berkas yang di bawanya di meja untuk mendapatkan otorisasi dari Rara sebagai Manajer. Rara duduk di kursi menatap tajam ke arah Rara yang menunduk dan berpura-pura membaca berkas tanpa menjawab dan mengabaikan Dyah.

Dyah itu sahabat terbaik Rara yang cukup cerdas dan tidak mudah dibohongi. Kebetulan sahabatnya itu sudah menikah enam tahun yang lalu dan kini sudah memiliki anak satu yang berusia empat setengah tahun.

Rara mendongakkan kepalanya dan menatap Dyah yang masih menunggu jawaban Rara.

"Biasa aja, masih seksi kan?" jawab Rara pelan dengan nada yang tidak bersemangat seperti biasanya.

"Loe kenapa Ra? Gue lihat, akhir-akhir ini, loe beda. Loe makan di ruangan, kalau gue ajak selalu loe tolak. Terus ...." ucapan Dyah pun terhenti.

"Terus apa?!" tanya Rara dengan ketus.

"Maaf ya, Gue lihat, loe itu kelihatan pucat banget, dan loe sering banget makan rujak, kayak orang lagi ngidam aja," ucap Dyah menjelaskan.

Rara hanya terdiam saat menyimak ucapan panjang lebar Dyah yang semuanya itu benar.

Hembusan napas kasar Rara terdengar sangat keras.

"Kenapa kok loe kelihatan cemas dan gelisah gitu? Loe ada masalah? Coba Loe cerita sama Gue, Ra?" tanya Dyah pelan saat melihat Rara yang nampak sedikit frustasi dengan keadaannya saat ini.

Rara menatap lekat Dyah lalu menundukkan kepalanya lagi. Dyah malah menatap iba kepada sahabatnya itu dan berdiri menuju arah tempat duduk Rara dan memeluk Rara dengan sangat erat. Tangisan Rara pun malah pecah, tubuhnya bergetar hebat menahan isak tangisnya sejak tadi yang akhirnya luruh turun juga ke bagian pipinya.

"Apa yang terjadi Ra? Masalah Cantas? Beberapa hari ini, Gue lihat juga Loe bawa mobil sendiri, tumben Cantas gak antar jemput Loe?" tanya Dyah dengan rasa penasarannya.

Rara semakin membalas pelukan Dyah dengan sangat erat. Rara masih saja menangis dan mencari kenyamanan di ceruk leher Dyah.

"Ngomong dong Ra? Ada apa sebenarnya? Jangan diam saja, dan hanya bisa menangis saja. Gue kan gak ngerti, apa yang Loe rasain saat ini. Selama ini, Loe tertutup sama hubungan Loe dan Cantas. Gue sendiri sibuk sama keluarga Gue," ucap Dyah sedikit mendesah dengan keadaannya saat ini.

Dyah berusaha melepaskan pelukan erat Rara dan ingin mengajak sahabatnya itu bicara baik-baik. Dyah berharap Rara bisa mengeluarkan semua uneg-uneg dan semua yang terjadi pada dirinya.

"Apa sih yang sebenarnya terjadi!! Loe cerita dong Ra, jangan nangis terus!!" ucap Dyah dengan suara keras. Dengan cepat Dyah melepaskan pelukan itu dan menatap tajam Rara.

Rara hanya menangis dengan pasrah. Satu bulan ini, Rara seperti sendiri dan tidak ada teman yang menyemangatinya. Semua terasa menjauh dan semua seolah tidak peduli pada Rara yang sedang tidak baik-baik saja.

"Dy, Gue hamil," ucap Rara lirih dengan jujur.

Kedua mata Dyah menatap lekat dan tajam pada dua bola mata Rara yang terlihat lemah itu. Ucapan Rara sangat mengejutkan Dyah siang itu, tubuhnya seperti tersengat aliran listrik dan rasa terkejutnya bagai terkena sambaran petir di tengah hari siang bolong ini. Tidak ada mendung dan tidak ada hujan, kejujuran Rara membuat Dyah tersentak kaget.

"Loe ... serius Ra? Loe lagi gak nge-prank Gue kan?" tanya Dyah pelan dengan wajah yang teramat bingung.

Rara menganggukkan kepalanya pelan, dirinya juga sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali hanya menangis dan menyesali semuanya yang telah terjadi.

Hubungannya dengan Cantas selama ini baik-baik saja, tapi Dyah adalah orang terdekat Rara yang tidak menyukai Cantas, karena menurut Dyah, Cantas itu tidak baik untuk Rara yang terlalu polos dan tulus itu.

"Gue hamil, ini udah satu bulan usia kandungan Gue. Gue takut, Dy," ucap Rara pelan sambil memeluk Dyah kembali dengan sangat erat. Matanya sudah basah lagi, wajah Rara pun sudah sangat sembab dan sedikit membengkak di bagian matanya.

"Suruh Cantas tanggung jawab!! Biar Gue yang bilang, secara Cantas itu sahabat Mas Hendra," ucap Dyah pelan berusaha menenangkan Rara yang terlihat bingung dengan keadaannya.

"Dia sudah pergi Dy. Cantas tidak akan kembali, bahkan Cantas menyuruh Gue untuk menggugurkan kandungan ini," ucap Rara lirih. Rara berusaha menguatkan hatinya dan menatap Dyah yang masih tidak percaya dengan pengakuan Rara, sahabatnya itu.

"Apa!! Loe cuma diam, Ra?! Loe cuma pasrah?!" teriak Dyah tak beraturan sambil memukul meja kerja Rara dengan sangat keras.

Rara tidak berkutik dan tidak mampu menjawab semua kebenaran itu. Dirinya kini seperti orang bodoh yang terlalu mudah untuk di bodohi. Ternyata memang benar, antara tulus dan bodoh itu beda tipis, yang membedakan keduanya adalah pola pikir dan masalah perasaan dan hati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!