Hari ini Auris mendapat panggilan ke kampusnya. Bukan untuk kuliah, tapi untuk menandatangani amprah beasiswa.
"Apa dapat beasiswa lagi ya?" tanya Auris. Ya Auris mendapat beasiswa dari kampusnya tapi bukan beasiswa tetap seperti beasiswa bidikmisi. Yang Auris dapatkan adalah beasiswa dari kampus dan itupun akan di tinjau untuk setiap satu semester, kebetulan tahun lalu nilai semester Auris mencakupi hingga mendapat beasiswa untuk biaya semester.
"Kalau dapat lagi ya Alhamdulillah, tapi kalau hanya mendatangi kampus dan juga mentandatangani amprah ya jangan sedih juga Insyaallah nanti ada saja jalannya," kata Ibu yang mendengar perkataan Auris.
"Lagi pula tinggal selangkah lagi, Insyaallah ngak akan sampai semester 8. Semester 7 ini semuanya selesai dari PLK hingga wisuda, jadi ngak lama-lama," kata Ibu menambahkan perkataannya.
"Aamiin," kata Auris untuk perkataan sang Ibunda.
Malam menjelang, ya waktu cepat sekali berputar. Jam menunjukkan pukul 9 malam. Auris tengah sibuk dengan laptop dan kertas-kertas revisi dari dosennya.
Tring
Tring
Notifikasi masuk ke ponselnya.
"Sibuk ngak ***?" tanya Rafika melalu pesan singkat.
"Ngak juga, apa kabar?" jawab ku singkat
"Alhamdulillah baik, Lu gimana?" tanya Rafika kembali.
"Baik juga," kata Auris melalui pesan singkatnya.
"Gua mau curhat, boleh ngak?" tanya Rafika kembali
"Sok atuh Neng! Tapi via pesan aja ya. Soalnya lagi bikin skripsian. Kalau bisa vn aja lebih bagus," kata Auris merekam suaranya yang langsung di iyakan oleh Rafika
"Auris, aku lagi dekat sama seseorang. Tapi belakangan ini, kurang lebih hampir dua mingguan kita ngak saling komunikasi. Aku harus gimana ya?" tqnya Rafika pada Auris.
"Hubungannya dalam konteks apa dulu nih?" tanya Auris kembali melalui pesan suara.
"Hmmm. You knowlah kitakan ngak remaja lagi, kita udah dewasa. Apa lagi umurnya rasanta juga udah pas," kata Rafika kembali melalui pesqn suara.
"Ngak ada kontakan apa karena di gosthing atau bagaimana?" tanya Auris lagi.
"Kita sempat berantem sih, aku marah sama dia terus sampe sekarang dia ngak ngehubungin aku lagi," kata Rafika kembali.
"Ini sekedar saran, boleh kamu ikutin boleh ngak. Tergantung kamunya. Menurut aku jika kamu serius sama dia dan menurut kamu dia pantas dan layak juga untuk di seriuskan hubungin aja duluan. Jika ngerasa salah mnta maaf aja duluan. Yang namanya duatu hubungan ngak semuanya lancar kayak jalan tol jadi ya lakuin aja usaha terbaik Lu di sini buat kembali ke hubungan yang semula lagi," kata Auris dengan enteng dan bertingkah layaknya suhu.
"Kalau kamu di posisi aku, kamu akan lakuin apa Auris?" tanya Rafika kembali pada sahabat baiknya itu.
"Aduh ini agak rumit ya, terlebih pengalaman real aku soal yang beginian zero banget. Aku sih langsung lupakan aja, no pacaran-pacaran club. Apalagi untuk saat sekarang, big no untuk pasangan. Cukup hanya satu Auris, jangan sampai ada banyak Auris-Auris lainnya karena korban ke egoisan laki-laki yang ngak bertanggung jawab," kata Auris dengan enteng dan sedikit ngak ngotak.
"Ya juga ya, kamu masih trauma perkara Ayah kamu kan ya?" kata Rafika yang seketika merasa tidak enak karena serasa mengungkit luka dalam kehidupan sahabatnya itu.
"Aku juga ngak tau ini bisa di katakan trauma atau ngak, yang jelas saat ini aku ingin improve diri dulu menjadi versi terbaik yang aku punya. Kalau soal jodoh, jika waktunya sudah tepat maka akan Allah pertemukan, skenario Allah siapa yang tahu," kata Auris dengan santainya.
"Iya juga sih, jadi gimana dong Auris? Aku ngak bisa utarakan rasaku, tapi aku pengin balik kayak biasa sama dia gitu. Kabar-kabaran, ya yang seharusnya sebagai pasanganlah," kata Rafika pada Auris.
"Intinya kalau masih cinta jangan ke banyakan gengsi, nanti kalau udah di tangan perempuan lain ya kita ngak bisa berkata-kata lagi. Seperti yang aku bilang, perjuangin jika memang layak di perjuangkan," kata Auris kembali.
Setelah selesai percakapan singkat dan Rafika mengakhiri sesi curhatan itu. Aurispun kembali pada rutinitas awalnya yaitu mengerjakan revisi dari skripsinya.
"Ya Allah, semoga ini cepat berlalu. Aku bosan kuliah! Ngak mau ngeluarin uang lagi!" teriak Auris dengan segala kekesan yang mulai menggunung.
#Melamun time
Auris tidak mengerjakan apapun, dia memandang jauh ke depan. Terkadang hatinya merasa hampa. Pertanyaan yang selalu terlintas di otak Auris adalah
"Mengapa aku miskin? Kenapa orang bisa kaya? Mengapa orang bisa punya banyak uang? Mengapa orang bisa sukses? Rahasianya apa?" tanya Auris menggerutu kembali.
"Ada yang bilang karena kerja keras? Ada yang bilang karena ketekunan? Ada yang bipang karena ketemu moment yang tepat? Tapi hal yang selalu aku tanyakan adalah kerja keras yang seperti apa? Ketekunan yang seperti apa? Ketepatan moment yang seperti apa?" kata Auris mendumel sendiri.
"Keahlian? Aku bahkan ngak punya ke ahlian selain makan? Lalu apa yang bisa aku lakukan? Ngajar les? Mau ngajar apa? Ngajar mengasuh anak kucing dengan baik dan benar?" tanya Auris.
"Ya Allah, apakah ini definisi banyak maunya tapi enggan berproses?" tanya Auris lagi.
"Auris!" teriak Ibu memanggil anak semata wayang dengan 1001 tingkah itu.
6 bulan berlalu.
Saat ini Auris telah menyandang gelar sarjananya. Auris menjadi salah seorang guru di SMA swasta ternama di kota X.
Apakah Auris tinggal sendiri?
"Auris, pulsa lampu habis! Itu sudah bunyi-bunyi nanti kalau tengah malam ngak bisa isi karena error! Cepat lihat dulu!" kata Ibunda Ratu memanggil Auris yang tengah mengerjakan bahan ajar untuk materi besok.
"Iya Ibu," kata Auris dari dalam kamarnya.
Sok atuh tahu bukan, Auris masih anak kesayangan Ibu yang ngak bisa jauh dari snqg Ibunda tercinta.
"Auris udah isi Bu, tapi 100 ribu aja ya! Nanti kalau habis isi lagi, saldo belum masuk," kata Auris santai.
Ya Auris masih tetap mencoba mencari cuan melalui Hp tapi masih belum terlalu menghasilkan seperti kebanyakan orang. Ya maksudnya belum sampai puluhan juta, tapi cukuplah buat bayar kontrak rumah, bayar listrik, bayar PDAM dan beli baju buat Ibunda tercinta. Tapi belum bisa beli rumah, Auris si guru muda tengah berjuang.
"Ibu tadi Kak Depi ngajak main ke kempung halamannya. Ngak sendiri bareng sama teman-teman yang lain juga. Ceni nanti juga ikut, kami sekitar berenam. Boleh aku ikut Ibu?" tanya Auris pada sang Ibunda.
"Berangkatnya naik apa?" tanya Ibu pada Auris.
"Motoran Bu, bareng teman-teman," kata Auris.
"Kalau Ibu bisa kasih saran, jangan dulu pah Nak! Pengeluaran kita sedang bengkak, iya Ibu tahu kamu pergi dengan uang sendiri tapi kita harus bayar hutang Nak! Ingat target kitakan?" tanya Ibu pada Auris yang membuat terdiam.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments