Atmosfer di ruang keluarga itu terasa mencekam, sesaat sebelum Nia menjelaskan pada Ushi, ibunda Ikbal, perihal mengapa dirinya bisa sampai berurusan dengan seorang Polisi Reskrim. Nia yang tak menyangka akan disidang oleh Ushi pun terpaksa menceritakan semuanya, meski cerita yang sudah ditambah bumbu ini itu. Sesungguhnya Nia tak tega membohongi Ushi, namun apa boleh buat, situasinya tak mengizinkannya berkata jujur.
“ .... Untung kamu sama Vina bisa kabur. Tapi kamu gak apa-apa kan? Ada yang luka gak?” Ushi tiba-tiba beranjak dan duduk di samping Nia.
Nia menggeleng sembari tersenyum paksa. “Gak ada, Tante. Cuma masih kaget aja sih sampe sekarang.”
“Kenapa baru cerita sekarang sih?”
Nia kembali tersenyum paksa menanggapi perempuan berambut cepak itu.
“Jadi polisi yang hari ini dateng ke sekolah tuh yang nolongin kamu sama Vina pas dikejar-kejar Pria Purnama?” tanya Ushi lagi.
“Iya. Jadi maksud kedatengan Pak Bastian tuh cuma buat mastiin aku sama Vina baik-baik aja da--”
“Terus kenapa cuma lu yang dipanggil Kepsek? Dan kenapa cuma lu yang dapet izin balik?” Ikbal menyela Nia tanpa menghentikan aktivitasnya bermain game Fruit Ninja.
“Nah itu, baru Tante mau nanya itu. Kenapa cuma kamu?”
“Karna waktu itu aku yang minta tolong sama Pak Bastian, Tan. Jadi aku gak sengaja nabrak Pak Bastian dan dia tiba-tiba langsung nolongin gitu,” balas Nia.
Ushi mengangguk-angguk menanggapi Nia, sementara Ikbal, menatap Nia dengan tatapan yang sangat jelas mengatakan, Gua tau lu ngibul!
“Maaf aku udah bikin Tante khawatir.”
Ushi mengusap kepala Nia seraya tersenyum. “Tapi besok lagi kalo ada apa-apa langsung cerita sama Tante ya?”
“Iya.”
“Terus mendingan kamu gak usah mainan aplikasi kencan lagi deh. Bahaya soalnya modus penipuan kan banyak lewat online. Masih mending kalo ketipu materi, kalo kehormatan gimana? Kan ....”
Wejangan Ushi yang kini tengah mengantri memasuki kedua telinga Nia, membuatnya semakin merasa tak tega. Wanita yang sudah dianggapnya seperti ibu kandung sendiri itu terlihat sangat tulus memberi Nia wejangan. Bahkan siapa pun yang melihat kekhawatiran Ushi pada Nia sekarang, tidak akan pernah mengira jika ternyata mereka tidak memiliki hubungan darah sedikit pun.
“ .... Coba cari hiburan lain yang positif kalo emang kamu gabut banget. Atau kamu mau ambil kursus bahasa Korea? Kan kamu suka Korea. Atau ku--”
“Gak perlu, Tan. Serius gak perlu,” sela Nia sambil mencuri pandang pada Ikbal yang kini tengah memelototinya. “Tante kan tau aku belum nemuin passion aku.”
“Yaudah kalo gitu. Tapi langsung bilang Tante ya kalo nanti kamu udah nemuin passion kamu di mana.”
“Iya, Tan. Makasih ya,” jawab Nia.
Ushi membalas Nia dengan pelukan. “Hari ini kita makan malem di luar yuk? Besok kan tanggal merah. Gimana kalo pecel ayam deket stasiun? Terus abis itu kita jalan-jalan ke pasar malem.”
Nia mengangguk mengiyakan Ushi, pun Ikbal.
“Yaudah ganti baju terus langsung ke mobil ya. Jangan lupa pake aut*n terus cuci tangan,” imbuh Ushi seraya berlalu.
Nia refleks menghela napas, lega karena sidang mencekam itu akhirnya bisa diakhiri dengan kedamaian berikut pecel ayam. Meski begitu selalu ada yang harus diperbaiki pascasidang, bukan? Dan dalam sidang Nia, kejelian Ikballah yang harus diperbaiki, atau bahkan dihapuskan. Tak lama setelah Ushi hilang dari balik pintu kamarnya, Ikbal langsung menghampiri Nia dengan langkah tak sabar.
“Gua bakal cari bukti dan laporin lu ke Ibu karna gua tau lu ngibul,” bisik Ikbal pada Nia.
“Laporin aja. Gue emang ngibul tuh. Terus kenapa? Gak suka?”
“Idih gak tau malu da--”
“Tapi sebelom lu bisa laporan, gue bakal kirim ini ke Tante.” Nia menunjukkan sesuatu di layar ponselnya.
Kedua mata bulat Ikbal semakin membulat, sesaat setelah menyadari sesuatu yang ada di depan matanya itu ternyata potret dirinya sendiri dan sang mantan kekasih yang tengah berciuman mesra di parkiran sekolah yang sudah lama tidak terpakai. Spontan Ikbal pun hendak merampas ponsel Nia, namun dengan gesit Nia memasukkan ponselnya ke dalam pakaian dalam dan menghindari kejaran Ikbal.
“Brenti lu. Heh,” teriak Ikbal.
Ikbal menoleh ke sana ke mari mencari keberadaan Nia yang baru saja berlari keluar rumah, sembari menukar sandalnya yang terbalik. Sementara yang dicari-cari Ikbal, ternyata tengah bersembunyi di balik tiang listrik seraya menertawai kepanikannya. Ikbal yang samar-samar mendengar tawa Nia pun menoleh dan langsung menemukan keberadaan gadis dengan piama bermotif bunga sakura itu.
Nia yang terkejut dengan kedatangan Ikbal yang tiba-tiba, bergegas balik kanan untuk mencari tempat persembunyian yang baru. Tetapi sial, Nia jatuh terjengkang setelah tanpa sengaja menabrak sesuatu yang sangat keras. Alih-alih tiang listrik, ternyata yang baru saja ditabrak Nia adalah manusia. Ya, manusia. Tepatnya manusia berjenis pria yang super duper good looking.
“Gak apa-apa?”
Nia melongo, mengabaikan uluran tangan cowok itu.
“Bisa berdiri?” tanya cowok itu lagi.
Nia masih setia melongo, pun masih setia memandangi cowok bak Captain America dalam serial Avengers Infinity War itu.
“Mau sa—“
“Aduh, maaf, Kak, maaf,” sela Ikbal yang baru saja muncul. “Bangun, minta maaf, cepet.” Ikbal membantu Nia berdiri sembari berbisik penuh penekanan.
“Maaf, Kak.”
“Gak apa-apa. Tapi lain kali ati-ati. Untung yang nabrak kamu saya, kalo motor atau mobil gimana?”
“Benur tuh, Kak. Emang nih anak nih otaknya suka gak dipake,” balas Ikbal pada pria berpostur tinggi itu.
“Jalan pake mata bukan pake otak.”
Spontan pria itu tertawa, diikuti Ikbal yang juga tertawa meski terpaksa. Sementara Nia, diam, karena merasa familiar dengan suara pria yang seperti memakai gincu merah itu. Sampai pria itu pamit undur diri pun Nia masih diam memandanginya. Suara pria itu mirip sekali dengan suara Duplikat L.K meski Nia belum pernah mendengarnya tertawa. Ada semacam keyakinan, namun keyakinan itu seketika sirna setelah Nia melihat pria yang ditabraknya menyambut seorang wanita di seberang dengan pelukan mesra.
“Emang yang punya suara seksi cuma Duplikat L.K?”
“Hah? Siapa yang seksi? Dupil? Upil? Dupil apa upil?”
Nia menoleh malas pada Ikbal. “Iya upil. Lu upilnya.”
Ikbal tak menjawab, hanya memasang kuda-kuda seperti banteng yang siap menyeruduk kain merah menyala yang sengaja dijembreng oleh matador. Namun anehnya Nia tak segera menyelamatkan diri, malah dengan santainya membuka aplikasi instagr*m, lalu memulai live setelah sebelumnya mengajak mantan kekasih Ikbal untuk bergabung. Dan aksi kejar-kejaran itu pun berlanjut. Sementara itu di seberang, pria yang ditabrak Nia tampak tak nyaman melihat ke arahnya dan Ikbal.
“Za, cepetan dong. Anak kamu udah ngiler banget pengen mukbang pecel ayam nih. Lagian emang stasiun lewat sini ya? Ini bukannya komplek?”
...•▪•▪•▪•▪•...
Tenda pecel ayam itu tampak sesak. Para pembeli tidak hanya mengantri di belakang pembeli lain yang tengah menyantap makanannya saja, tetapi juga nekat mengantri di sekitar wajan raksasa. Wajar saja. Meski hanya menjual satu menu makanan dan minuman, pecel ayam yang lebih dikenal dengan nama pecel ayam stasiun itu hampir selalu ludes hanya dalam dua jam.
Mungkin tidak akan ada yang percaya jika tidak menyaksikan langsung pemandangan di tenda pecel ayam itu. Namun sungguh, banyak para pembeli yang membawa kursi lipat camping. Termasuk Nia. Gadis jelita dengan celana cutbray putih serta kaus oblong berwarna senada itu tengah menyelisik sekitar, mencari lapak untuk menggelar kursi lipat campingnya. Ketika Nia tengah fokus, Ikbal tiba-tiba menunjuk sesuatu.
"Itu bukannya Kakak yang tadi?"
"Siapa? Kamu kenal, Bal?" Ushi balik bertanya pada Ikbal.
"Itu Kakak yang ditabrak si curut ini tadi." Ikbal menunjuk Nia.
Spontan Ushi berteriak, "Ya ampun. Kamu ditabrak? Pasti ada yang luka. Kita ke rumah sakit se–"
"Aku gak apa-apa, Tante. Lagian bukan tabrakan motor atau mobil kok," sela Nia seraya menahan tarikan tangan Ushi.
"Gak apa-apa gimana? Yang namanya ditabrak ya pasti kenapa-kenapalah. Ma–"
"Bu. Maksud Ikbal, Ikbal yang ditabrak. Terus dia nolongin Ikbal." Ikbal menunjuk Nia lagi.
Ushi menghela napas lega. "Kalo kamu mah pasti gak apa-apa. Jatoh dari pohon aja gak nangis malah main bulu tangkis. Tapi gimana ceritanya kamu bisa sampe ditabrak?"
"Biasalah, Bu."
"Biasa apaan? Kalian rebutan apalagi?"
"Yagitulah, Bu. Udah yuk kita duduk di sana. Tuh ada lapak kosong. Keburu disikat orang," jawab Ikbal.
Sambil merangkul sang ibu, Ikbal mengancam Nia melalui tatapan, meminta Nia untuk menutup mulutnya rapat-rapat seumur hidup. Nia hanya memasang wajah licik, dan tentu saja Ikbal paham betul apa maksudnya. Benar, mulai malam ini Ikbal resmi menjadi jongos! Nia mendapat tempat duduk cukup jauh dari tenda pecel ayam, dan tanpa Nia sadari, teman kencan onlinenya, Duplikat L.K, juga ada di sana.
LK : Hi, Kaoru.
KAO : 😒
LK : Haha.
KAO : mengetik…
LK : Aku gak nagih jawaban kok.
KAO : Aku mau cuci tangan mau makan.
LK : Sama.
KAO : mengetik…
LK : mengirim gambar
Spontan Nia beranjak, lalu menoleh ke setiap penjuru. Bagaimana tidak? Gambar makanan yang baru saja dikirim Duplikat L.K sama persis dengan penampakan pecel ayamnya yang kini tengah dihidangkan oleh seorang pelayan belia. Sementara Nia sibuk mencari keberadaannya, Duplikat L.K yang ternyata duduk tak jauh dari Nia malah asyik menggigiti paha ayamnya yang masih mengepul.
LK : Have a good dinner, Kaoru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
ZasNov
Beneran yang nabrak tadi nih kayaknya..
Ga sabar, pengen mereka cepet ketemu nih..😆
2023-02-14
1
ZasNov
Waaah, kayaknya beneran duplikat LK nih.. Tapi sama siapa ya 🤔
2023-02-14
1
ZasNov
Tante Ushi baik banget ya sama Nia, udah kayak ibu kandungnya sendiri 😥
2023-02-14
1